Jakarta, ‘Mendadak’ Padel
9 Mei 2025
Setelah tren olahraga bersepeda dan lari, kini masyarakat Jakarta tengah tergila-gila dengan olahraga terbaru, padel. Padel sering disebut sebagai hybrid antara tenis dan squash.
Sekilas, olahraga ini mirip dengan tenis dalam hal bentuk raket, bola, dan lapangan. Namun, ada beberapa perbedaan penting: raket padel tidak memiliki senar seperti raket tenis, lapangannya lebih kecil, dan bolanya lebih ringan. Selain itu, aturan main padel juga berbeda dari tenis.
Tidak hanya di Jakarta, padel juga menjadi tren di Bali, Yogyakarta, dan kota-kota lain di Indonesia. Menurut Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), The International Padel Federation (FIP) menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-6 sebagai negara dengan perkembangan padel paling pesat di Asia Tenggara dan ke-29 di dunia.
Saat ini, Indonesia telah memiliki Perkumpulan Besar Padel Indonesia (PBPI) yang juga telah bergabung dengan FIP. Berbagai kompetisi padel juga sudah digelar, termasuk dalam Pekan Olahraga Nasional (PON).
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dari tren jadi gaya hidup
Padel telah berkembang pesat dari komunitas kecil hingga ratusan pemain aktif setiap minggu, menjelma menjadi lebih dari sekadar tren. Mengutip dari berbagai sumber, olahraga ini berasal dari Acapulco, Meksiko, dan diciptakan oleh Enrique Corcuera pada 1969, mulai berkembang di Spanyol dan Argentina pada 1970-an.
Bona Palma, pendiri komunitas padel PAUD (Padel Aja Udah) di Jakarta, mengungkapkan bahwa padel mulai dikenal di Indonesia sekitar akhir 2019 dan awal 2020. "Masuk pertama kali via ekspatriat, pelajar, dan pekerja Indonesia yang mengenal padel di Eropa atau Amerika Latin, serta wisatawan asing yang berkunjung. Pertama kali masuk dan besar di Bali, hingga akhirnya mewabah di Jakarta," ungkapnya kepada DW Indonesia.
Perlahan, tapi pasti. Peminat, jumlah lapangan, dan klub padel makin bertambah. "Awal mula PAUD berdiri hanya dimulai kurang dari 10 orang, yang sebagian besar berasal dari industri kreatif dan mengenal padel dari kolega Malaysia. Dimulai dari grup WhatsApp 'iseng', hingga berkembang menjadi komunitas di satu platform olahraga Reclub, dan kini berjumlah hampir 1.000 anggota," kata Bona.
Mengapa olahraga ini jadi populer? Bona mengungkapkan bahwa fleksibilitas, kemudahan, kesenangan, dan manfaat kesehatan adalah faktor utama. Sebagai olahraga baru di Indonesia, kata dia, padel memiliki karakteristik yang cukup menarik buat orang yang mencari alternatif olahraga baru.
"Olahraga ini bisa jadi game yang super fun, dalam rentang waktu yang singkat calorie burn cukup banyak, dan mempunyai waktu main yang terukur, jadi banyak orang bisa menyesuaikan waktu dengan kegiatan lain atau pekerjaan mereka sehari-hari,” katanya.
"Sebagai alternatif olahraga di tengah kesibukan warga Jakarta yang padat, ini tentunya sangat baik. Mau main sebelum jam kerja, banyak court sudah buka dari jam 6 pagi, mau main setelah jam kerja banyak court buka hingga jam 12 malam. Sangat fleksibel.”
Selain itu, sifat sosial padel dengan format permainan 2 lawan 2 mendorong interaksi, kekompakan antarpemain, dan networking.
Bukan sekadar olahraga
Elyzabeth Hutahaean juga mengakui fleksibilitas waktu dan nilai networking sebagai keunggulan bermain padel. Awalnya, ia tidak pernah terpikir untuk menjadi seorang padelista (sebutan pemain padel) karena bukan tipe orang yang gemar olahraga raket. Suami dan anaknya yang pertama kali mengenalkan padel kepadanya.
"Dulu aku merasa enggak bisa atau suka olahraga permainan, tapi padel beda. Aku main saja, enggak ada ambisi, tapi ternyata malah ketagihan,” ujarnya kepada DW Indonesia.
Elyzabeth memulai dengan ikut coaching, kemudian bermain santai bersama teman-teman, hingga akhirnya ketagihan dan bermain hampir setiap hari. Kelebihan padel dibanding olahraga raket lain seperti tenis terletak pada aksesibilitas dan kemudahan memulainya. Raketnya lebih ringan, lapangannya lebih kecil, dan teknik dasarnya relatif lebih mudah dipelajari.
"Jadi sekarang kalau enggak ada teman atau enggak bareng sama suami enggak masalah. Saya bisa random saja main sama orang lain walau enggak kenal. Main padel itu bisa dapat teman baru, networking juga dapat, bahkan pernah dapat kerjaan dari kenalan di lapangan,” katanya.
Lapangan padel selalu penuh
Adianto Arminta, pemilik lapangan padel House of Padel (HOP) di Jakarta, juga mengonfirmasi popularitas padel. Banyak orang yang awalnya hanya mencoba-coba, tetapi kebanyakan menjadi ketagihan setelahnya.
"Banyak pemula yang mau coba padel. Dari Januari hingga April (2025) ini makin banyak beginner yang coba, makin banyak yang tahu, maka tingkat kepenuhan lapangannya juga meningkat,” ucapnya kepada DW Indonesia.
HOP, yang baru berdiri pada 2024, sering kali didominasi oleh tamu berusia 30-45 tahun (65%). "Ada juga yang senior dari usia 50-61 tahun, dan Gen Z juga ada."
Adi menyebutkan bahwa di tengah popularitas olahraga ini, HOP yang memiliki empat lapangan padel rooftop di lantai 26 sering kali penuh. Jam kosong hanya terjadi karena jam operasional kantor.
"Yang enggak terduga, waktu libur Lebaran kemarin, malah ramai banget, lapangan penuh. Di hari biasa enggak 100% full, tapi pernah hit 98,3% penuh. Hanya 2 jam kosong, tapi kalau sebelum office hour dan after office hour ramai.”
Biaya sewa lapangan bervariasi tergantung lokasi. Namun, biaya sewa di HOP Rp500.000 per jam.
Perkembangan di ASEAN dan Jerman
Menurut laporan Playtomic dan Monitor Deloitte dalam Global Padel Report 2023, diperkirakan pada tahun 2026 akan ada sekitar 85.000 lapangan padel di seluruh dunia, lebih dari dua kali lipat jumlah saat ini yang hampir mencapai 40.000. Selain itu, padel diprediksi akan tumbuh mencapai €6 miliar pada tahun yang sama.
Di negara-negara ASEAN dan Eropa, termasuk Jerman, padel juga mengalami pertumbuhan pesat. Bahkan Novak Djokovic dan David Beckham pun sempat mencoba bermain padel.
Berdasarkan laporan tersebut, Jerman memiliki total 556 lapangan padel per Januari 2024. Negara ini juga telah mengadakan liga padel, termasuk Padel Bundesliga dan Padel Amateurliga, yang menjadi wadah bagi para pemain profesional dan amatir. Meski demikian, Jerman termasuk dalam tiga besar negara di Eropa yang memiliki kesadaran dan minat tinggi terhadap padel. Namun, laporan itu juga menyebutkan bahwa perkembangan padel di Jerman mungkin sementara terhambat oleh aturan yang berlaku dan jenis fasilitas olahraga yang biasa digunakan di sana.
Di Asia Tenggara, selain Indonesia, Thailand menjadi pemimpin utama. Berdasarkan data dari Thailand Padel Association, Thailand menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan lebih dari 300 pemain aktif dan lebih dari 90 lapangan padel, terutama di kota-kota besar seperti Bangkok dan Phuket.
Editor: Hani Anggraini