1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaAsia

Pakar Duga Pressure Hull KRI Nanggala-402 Rusak karena Retak

22 April 2021

Pencarian KRI Nanggala-402 yang hilang kontak masih terus dilakukan. Pakar menduga kapal selam dengan 53 awak di dalamnya mengalami kerusakan pressure hull karena membentur dasar laut dan terjadi keretakan.

Kapal Selam TNI AL KRI Nanggala-402
Kapal Selam TNI AL KRI Nanggala-402Foto: Alex Widojo/AA/picture alliance

Pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan utara Bali, pada Rabu (21/4) sekitar pukul 03.00 WIB hingga berita ini diturunkan masih berlangsung. Kapal selam yang didalamnya membawa 53 orang awak tersebut, sebelumnya diagendakan untuk melakukan latihan penembakan torpedo.

TNI AL memastikan di setiap kapal selam menyimpan tabung oksigen untuk awak, meskipun tidak secara rinci menjelaskan berapa jumlah tabung oksigennya. Sebelum hilang kontak, kapal diduga mengalami black out atau hilangnya sumber listrik ketika dalam kondisi statis. Tangki BBM kapal selam itu juga diduga rusak.

Diduga pressure hull-nya rusak

Pakar kapal selam dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Wisnu Wardhana kepada DW Indonesia mengatakan, ia memperkirakan ada kerusakan pada pressure hull kapal selam.

‘’Di dalam pressure hull itu ada kru di situ, ada permesinan di situ, ada tangki minyak, ada baterai. Jadi kalau sampai minyaknya keluar kesimpulan saya pressure hull-nya rusak. Pressure hull ini sudah membentur dasar sehingga dia retak,’’ ujar Wisnu.

Wisnu menjelaskan bahwa pressure hull berfungsi melindungi awak, mesin, baterai, tangki ballast, tangki bahan bakar di dalam kapal selam. Di dalam pressure hall, tekanan udara diatur selayaknya tekanan udara di darat.

‘‘Kalau sampai pressure hull hal ini rusak dan tekanan air yang 30 bar itu masuk, ya bayangkan saja, langsung bagaimana kita mendapat tekanan tiba-tiba 30 bar, ya langsung hilang begitu saja,‘‘ ucapnya.

Wisnu mengkhawatirkan kondisi kapal selam yang diperkirakan saat ini berada di posisi 500-600 meter di bawah permukaan laut. Dia memperkirakan tumpahan minyak yang diduga berasal dari KRI Nanggala-402 di perairan sekitar lokasi tenggelamnya kapal karena pressure hall kapal selam rusak. 

BASARNAS mempersiapkan misi pencarian kapal selam TNI AL KRI Nanggala-402 di pelabuhan Benoa, Bali, pada Rabu (21/4).Foto: Firdia Lisnawati/AP/picture alliance

Bantuan alat canggih negara tetangga dibutuhkan

Dua negara sahabat yakni Singapura dan Malaysia telah dikonfirmasi menawarkan bantuan untuk pencarian kapal selam. Masing-masing kapal bantuan direncanakan tiba pada 24 dan 26 April 2021.

Wisnu menjelaskan, koordinasi dengan negara lain sangat dibutuhkan, karena Indonesia memerlukan bantuan alat dari luar negeri yang bisa menyelam lebih dari 300 meter, apalagi jika benar kapal selam masuk ke dalam palung.

‘‘Harus kita lakukan dengan profesional. Kita punya beberapa perusahaan salvage tapi bukan untuk kapal selam, melainkan untuk kapal-kapal karam. Dan itu rata rata karam di bawah 20 meter, cetek saja. Tetapi kalau sampai pada kedalaman itu perusahaan salvage itu tidak bisa,‘‘ katanya kepada DW Indonesia.

Hingga Kamis (22/4) pagi, Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad menegaskan bahwa sampai saat ini kabar yang menyebutkan KRI Nanggala-402 ditemukan tidak bisa dijadikan dasar. Namun area kapal selam hilang sudah ditemukan berdasarkan tumpahan minyak yang ditemukan kemarin.

‘’Disamping laporan temuan minyak, KRI REM 331 melaporkan secara lisan telah terdeteksi pergerakan di bawah air dengan kecepatan 2,5 knot. Kontak tersebut kemudian hilang sehingga masih tidak tidak cukup data untuk mengidentifikasi kontak dimaksud sebagai kapal selam,’’ ujar Kapuspen TNI Mayjen Achmad Riad dalam jumpa pers Kamis (22/4).

Hilangnya kapal selam buatan Jerman tahun 1979 ini, menjadi insiden hilangnya kapal selam pertama di Indonesia. 

Jadi refleksi perbaikan alutsista

Wisnu menekankan perlunya mulai mengatur bagaimana operasi salvage atau pertolongan terhadap kapal selam dan atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal, termasuk mengangkat kerangka kapal.

‘‘Kita bisa memastikan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada kapal selam itu bagaimana. Terlepas apakah krunya masih hidup atau tidak, tetapi salvage ini yang paling cepat harus dilakukan, karena tidak ada cara lain kalau pressure hull-nya rusak, tidak bisa ke atas surfacing, tidak bisa diving juga, ya kapal selamnya harus diangkat dengan tongkang- tongkang dan crane-crane yang besar,‘‘ jelasnya.

Dibutuhkan juga kapal-kapal selam kecil yang mampu menyelam hingga 1500 meter. Wisnu menambahkan, butuh robot-robot kecil dengan lengan mekanis yang mampu memasang tali agar bisa mengangkat kapal selam itu.

Wisnu menjelaskan,  kapal yang didesain pada 1979 di Jerman itu difungsikan untuk menyelam hingga kedalaman 300 meter. Namun, setelah 40 tahun lebih beroperasi, Wisnu mengatakan kemampuan menyelam kapal berkurang. Diprediksi hanya bisa hingga kedalaman 200 meter.

Menurutnya, ini harusnya menjadi momen refleksi pemeliharan alutsista Indonesia.  

‘‘Masa kapal selam kita hanya merujuk terus ke program teknologi tahun 80? Berarti dalam maintenance kapal selam itu kita harus memperbaiki. Terus kalau ada mesinnya yang sudah lama diganti baru, kalau ada motornya yang sudah lama diganti baru, kalau memang spare part-nya sudah tidak ada, jangan terus digeber jangan teknologi tahun 80 kita paksa untuk melayani kita,‘‘ pungkasnya.