Pakar Nuklir Iran: Iran Tidak Perlu Tenaga Atom
22 Januari 2008Poster-poster besar dan spanduk bertuliskan "Energi nuklir untuk kebaikan kita" atau "Teknologi nuklir merupakan kekayaan nasional" menjadi pemandangan biasa di jalan-jalan di kota Teheran.
Tak hanya itu, hampir setiap hari warga Iran disuguhi berita mengenai program atom di negaranya, baik di radio, televisi, atau pun surat kabar. Program nuklir juga menjadi sebagian isi khotbah Jumat atau bahkan menghiasi tas belanja.
Hanya sedikit warga Iran yang meragukan program atom yang sedang digiati pemerintahnya. Salah seorang di antaranya adalah Profesor Ahmad Shirzad, ilmuwan fisika nuklir dan bekas anggota parlemen.
"Alasan dan pembenaran ilmiah mengenai program atom tidak pernah dipublikasikan atau didiskusikan. Para ilmuwan yang sependapat dengan saya pasti mengatakan energi nuklir tidak seharusnya menjadi pilihan pertama. Walau pun minyak bumi dan gas sangat murah bagi kami, tidak pernah kami berusaha mengupayakan sumber energi alternatif seperti tenaga angin atau sinar matahari. Selain itu, masih cukup banyak sumber air yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik," ungkap Shirzad berargumentasi.
Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad selalu menekankan modernisasi Iran sangat memerlukan listrik. Tanpa investasi tenaga nuklir, maka tidak ada pembangunan ekonomi, demikian yang selalu diutarakan Ahmadinejad.
Sebaliknya, pakar fisika nuklir Ahmad Shirzad yakin investasi besar-besaran di bidang energi nuklir justru merugikan ketimbang menguntungkan.
"Berdasarkan informasi yang dipublikasikan IAEA saya memperkirakan, Iran menanam modal hingga sekitar 4 miliar Dollar hanya untuk reaktor nuklir Bushehr. Selain itu juga 2 miliar Dollar hanya untuk reaktor di Natanz. Itu berarti delapan kali lebih banyak biaya ketimbang biaya untuk membangun pembangkit listrik tenaga air. Lagipula, masih belum jelas bagaimana kelanjutan program atom itu, yang sampai saat ini masih disengketakan secara politis oleh masyarakat dunia."
Ahmad Shirzad beberapa kali meminta presiden untuk melakukan diskusi terbuka mengenai program atom. Tapi tidak ada jawaban dari kantor kepresidenan. Padahal Ahmad Shirzad sudah dikenal presiden. Selain itu Shirzad juga secara teratur menulis untuk surat kabar reformasi dari kubu oposisi.
Memang menurut Shirzad, kenyataan bahwa Iran harus mengimpor sepertiga keperluan bensinnya merupakan hal yang merugikan. Apalagi Iran merupakan negara anggota OPEC dan memiliki sumber minyak ketiga terbesar di seluruh dunia. Tapi ketimbang menanam modal di bidang migas, Iran malah mengeluarkan banyak uang untuk program atom yang tidak berarti, seperti yang diungkapkan Shirzad.
"Masalah nomor satu dalam tema ini adalah politisasi di segala bidang, dan menempatkan pemerintah di bawah tekanan internasional. Selain itu terdapat kesulitan di mana pakar independen tidak mendapatkan akses ke informasi penting. Tanpa informasi, orang tidak dapat mengkritik. Satu-satunya sumber informasi mengenai program atom adalah publikasi IAEA."
Saat ini di Iran terdapat sejumlah surat kabar kritis dari oposisi. Tapi media massa seperti radio dan televisi merupakan milik negara. Program nuklir tidak akan didiskusikan dan orang yang mengkritik dicap sebagai agen spionase Barat. Ahmad Shirzad kenal benar situasi semacam itu dan beberapa mahasiswanya juga menjuluki Shirzad sebagai agen nuklir. Namun Shirzad memahami hal itu.
"Generasi muda Iran berpikir, kami telah mencapai sesuatu walau pun dikenakan sanksi, dan negara Barat tidak mampu menggoyahkan kami. Tapi sebenarnya kami sebagai kritikus baru dapat membuka diskusi yang rasional jika dunia sudah menenangkan diri."
Menurut pakar nuklir Shirzad, ketakutan masyarakat internasional bahwa Iran dapat saja membangun senjata nuklir merupakan hal yang tidak beralasan. Shirzad pernah memimpin komisi penelitian dan pendidikan di parlemen Iran hingga tahun 2004. Menurutnya, "Teknologi fisika nuklir kami masih belum siap untuk sampai mengayakan uranium ke tingkat pengembangan senjata nuklir. Tapi dapat saja suatu negara menjual teknologi tinggi ke Iran."