Pakistan Bebaskan Pria yang Dituduh Membunuh Jurnalis AS
25 Desember 2020
Pengadilan Pronvinsi Pakistan bebaskan Ahmed Omar Saeed Sheikh, terdakwa kasus pembunuhan jurnalis Amerika Serikat (AS) Daniel Pearl. Namun Mahkamah Agung telah melarang pembebasannya menyusul keputusan itu.
Iklan
Pengadilan tinggi provinsi Sindh di Pakistan pada Kamis (24/12) telah memerintahkan kepolisian untuk membebaskan Ahmed Omar Saeed Sheikh, pria Pakistan kelahiran Inggris, yang didakwa membunuh jurnalis AS, Daniel Pearl pada 2002.
Sebelumnya pada September lalu, Mahkamah Agung negara itu memutuskan bahwa Sheikh harus tetap ditahan, selama pengadilan banding terhadap pembebasannya masih disidangkan.
"Pengadilan telah mencabut perintah penahanan," kata pengacaranya Khawaja Naveed kepada kantor berita DPA.
Awal tahun ini, Pengadilan Tinggi Sindh memang telah membatalkan hukuman untuk Sheikh, yang telah divonis mati sejak tahun 2002, bersama dengan tiga tersangka lainnya. Keputusan tersebut memicu kemarahan, hingga Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan akan menuntut keadilan atas kematian Daniel Pearl.
Baik pemerintah Pakistan dan keluarga Pearl telah mengajukan banding atas pembebasan Sheikh. Mahkamah Agung akan melanjutkan sidang pada 5 Januari 2021.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hossaini
#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kurniawan
#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Foto: Getty Images/AFP/F. Naeem
#144 Malaysia
Undang-undang Percetakan dan Penerbitan Malaysia memaksa media mengajukan perpanjangan izin terbit setiap tahun kepada pemerintah. Regulasi tersebut digunakan oleh pemerintahan Najib Razak untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah dan aktif melaporkan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya. Selain itu UU Anti Penghasutan juga dianggap ancaman karena sering disalahgunakan.
Foto: Getty Images/R. Roslan
#155 Turki
Perang melawan media independen yang dilancarkan Presiden Recep Tayyip Erdogan pasca kudeta yang gagal 2016 silam menempatkan 231 wartawan di balik jeruji besi. Sejak itu sebanyak 16 stasiun televisi, 23 stasiun radio, 45 koran, 15 majalah dan 29 penerbit dipaksa tutup.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten
#161 Mesir
Enam tahun setelah Revolusi Januari, situasi kebebasan pers di Mesir memasuki masa-masa paling gelap. Setidaknya sepuluh jurnalis terbunuh sejak 2011 tanpa penyelidikan profesional oleh kepolisian. Saat ini paling sedikit 26 wartawan dan awak media ditahan di penjara. Jendral Sisi terutama memburu wartawan yang dicurigai mendukung atau bersimpati terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin.
Foto: Reuters/A.A.Dalsh
#165 Iran
Adalah hal ironis bahwa kebebasan pers menjadi salah satu tuntutan revolusi yang menanggalkan kekuasaan Shah Iran pada 1979. Namun janji itu hingga kini tidak ditepati. Iran masih menjadi kuburan dan penjara terbesar bagi awak media, tulis Reporters Sans Frontières. Saat ini tercatat 29 wartawan dipenjara dan belasan media independen diberangus oleh pemerintah.
Foto: MEHR
#168 Arab Saudi
Berada di peringkat 168 dari 180 negara, Arab Saudi nyaris tidak mengenal pers bebas. Internet adalah satu-satunya ranah media yang masih menikmati sejumput kebebasan. Namun ancaman pidana tetap mengintai blogger yang nekat menyuarakan kritiknya, seperti kasus yang menimpa Raif Badawi. Ia dihukum 10 tahun penjara dan 10.000 pecutan lantaran dianggap melecehkan Islam. (rzn/yf - sumber: RSF)
Foto: imago/Mauersberger
9 foto1 | 9
Siapakah Daniel Pearl?
Daniel Pearl merupakan seorang koresponden surat kabar AS, The Wall Street Journal untuk Asia Selatan yang berbasis di New Delhi.
Pearl melakukan perjalanan ke Karachi dari New Delhi setelah serangan World Trade Center pada 11 September 2001, namun kemudian ia diculik dan dibunuh di selatan kota Karachi pada tahun 2002. Sebuah video grafis yang menunjukkan pemenggalan kepala jurnalis berusia 38 tahun itu dikirim ke Kedutaan Besar AS sekitar satu bulan kemudian.
Sembilan tahun kemudian, penyelidikan yang dipimpin oleh teman sekaligus mantan kolega Pearl, Asra Nomani dan seorang profesor Universitas Georgetown mengungkapkan fakta mengerikan, dan mengklaim orang yang salah dihukum karena dakwaan pembunuhan jurnalis Pearl.
Laporan tersebut mengklaim bahwa reporter tersebut dibunuh oleh Khalid Sheikh Mohammed, yang diduga sebagai dalang serangan teror 9/11, bukan Ahmed Omar Saeed Sheikh. Mohammed ditangkap di Pakistan pada 2003 dan hingga kini ditahan di Teluk Guantanamo.
Pembunuhan Pearl pada saat itu dimaksudkan untuk memberi tekanan pada pemerintah militer Pakistan, yang berusaha menjauhkan diri dari Taliban dan kelompok Islamis lainnya.