Kelompok Bersenjata Serbu Gedung Bursa Saham Pakistan
29 Juni 2020
Gedung bursa saham Pakistan di Karachi menjadi sasaran serangan sekelompok orang bersenjata. Tujuh orang tewas dalam baku tembak. Kelompok separatis Balochistan mengaku bertanggungjawab mendalangi serangan tersebut.
Iklan
Sekelompok orang bersenjata menyerbu gedung Bursa Saham Pakistan di Karachi, Senin (29/6), dan menewaskan setidaknya tiga orang, dua petugas keamanan dan seorang polisi. Empat orang pelaku juga tewas dalam baku tembak, lapor kepolisian. Menurut Kepala Kepolisian Karachi, Ghulam Nabi Memon, pelaku memarkir kendaraan di luar gedung dan melemparkan granat, sebelum melepaskan tembakan.
Rizwan Ahmend, seorang perwira kepolisian yang hadir di lokasi kejadian, mengatakan pelaku mulai melontarkan tembakan ketika sudah berada di pintu masuk Bursa Saham. "Seorang anggota polisi meninggal dunia," kata wartawan Karachi, Yusra Askari, kepada DW. "Kami mendapat informasi sejumlah petugas keamanan mengalami luka-luka. Mereka dilarikan ke rumah sakit di sekitar Karachi," kata dia.
Televisi-televisi lokal melaporkan militer dan kepolisian bersenjata lengkap terlihat mengepung gedung bursa, tidak lama setelah kejadian. Satuan penjinak bahan peledak juga diturunkan untuk menyisir bagian dalam gedung.
"Helikopter pengawas sedang mengarah ke sini dan semua jalan menuju gedung Karachi Stock Exchange sudah diblokir," kata Askari.
Separatisme di selatan
Sejauh ini Brigade Majid dari Tentara Pembebasan Balochistan (BLA) mengaku bertanggungjawab atas serangan tersebut. BLA adalah kelompok pemberontak yang menuntut kemerdekaan provinsi Balochistan dari Pakistan. Namun jika merujuk pada klaim pengamat, insiden ini juga berkaitan dengan ketegangan dengan jiran di timur.
"Tentara Pembebasan Balochistan dibiayai India," kata analis pertahanan Amjad Shoaib kepada DW. "Pemberontakan Baloch didukung dan dilatih oleh Dinas Rahasia India. Pemerintah Pakistan mengetahui serangan semacam ini akan terjadi. Otoritas sedang berusaha mencari siapa yang mendalangi serangan ini."
Namun Islamabad juga dikritik lantaran dianggap abai menanggulangi potensi konflik di selatan negaranya. "Provinsi Sindh dan Balochistan diperintah layaknya negeri jajahan," kata Abdul Khaliq Junejo, seorang politisi nasionalis Sindhi. "Warga mencari cara melawan, sebagian dengan cara damai, yang lain memakai kekerasan."
"Adalah tanggungjawab negara untuk membantu melenyapkan ketidakadilan yang mereka hadapi," imbuhnya. Khurrum Ali Nayyar, Sekretaris Jendral Partai Buruh Awami (AWP), meyakini "dialog politik" akan mampu meminimalisir potensi serangan semacam itu.
"Mudah mengecam serangan ini, tapi kita harus membahas eksploitasi ekonomi dan sosial di Balochistan," kata dia kepada DW. "Mereka yang menyuarakan isu ini dibidik oleh negara. Politisi Baloch yang berjuang secara damai malah dimarjinalkan," kata dia.
Karachi adalah jantung perekonomian Pakistan dan sejak lama dikenal sebagai salah satu kota paling liberal di negeri konservatif tersebut.
rzn/as (rtr,ap,dw)
India-Pakistan: Dulu Saudara Kini Seteru
Pada tanggal 15 Agustus 1947, Kemaharajaan Britania India terbagi jadi dua negara - India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas Muslim. Kedua negara ini terus bermusuhan.
Foto: AP
Kelahiran dua bangsa
1947, Kemaharajaan Britania India terbagi dua - India dan Pakistan. Pendiri Pakistan Mohammad Ali Jinnah dan partainya All-India Muslim League pada awalnya menuntut otonomi untuk wilayah mayoritas Muslim di India dan kemudian negara terpisah untuk Muslim. Jinnah percaya bahwa umat Hindu dan Muslim tidak dapat terus hidup bersama, karena mereka "bangsa-bangsa" yang berbeda.
Foto: picture alliance/dpa/United Archives/WHA
Garis darah
Setelah kelahiran India dan Pakistan, kerusuhan komunal dimulai di banyak daerah barat, kebanyakan di Punjab. Sejarawan mengatakan bahwa lebih dari satu juta orang tewas dalam bentrokan dan jutaan lainnya bermigrasi dari India ke Pakistan dan dari Pakistan ke India.
Foto: picture alliance/dpa/AP Images
Perang tahun 1948
Segera setelah kemerdekaan, India dan Pakistan bentrok di Kashmir. Wilayah Kashmir yang mayoritas Muslim diperintah pemimpin Hindu, namun Jinnah menginginkannya menjadi wilayah Pakistan. Pasukan India dan Pakistan bertempur di Kashmir tahun 1948, dengan India menguasai sebagian besar lembah, sementara Pakistan menduduki wilayah yang lebih kecil.
Foto: picture alliance/dpa/AP Photo/M. Desfor
Seperti AS dan Kanada?
Sejarawan liberal mengatakan bahwa Jinnah dan Mahatma Gandhi menginginkan hubungan baik antara negara-negara baru merdeka. Jinnah, misalnya, percaya bahwa hubungan antara India dan Pakistan harus serupa dengan yang terjadi antara AS dan Kanada. Tapi setelah kematiannya pada tahun 1948, penerusnya mengikuti jalur yang bersebrangan dengan New Delhi.
Foto: AP
Menggambarkan satu sama lain sebagai 'musuh'
Sementara India menekankan gerakan kebebasan Kongres Nasional India melawan penguasa Inggris - dengan Gandhi sebagai arsitek utamanya - buku teks Pakistan berfokus pada "perjuangan" melawan penindasan Inggris dan Hindu." Propaganda negara di kedua negara saling melukiskan pihak satu sama lain sebagai "musuh" yang tidak bisa dipercaya.
Foto: picture alliance/dpa/AP Photo/M. Desfor
Memburuknya ikatan
Hubungan diplomatik antara India dan Pakistan tetap sengit selama tujuh dekade terakhir. Isu terorisme Islam merusak hubungan dalam beberapa tahun terakhir, dengan New Delhi menuduh Islamabad mendukung jihadis berperang di Kashmir yang dikendalikan India. India juga menyalahkan kelompok-kelompok di Pakistan karena telah meluncurkan serangan teror ke India. Islamabad membantah klaim tersebut.
Foto: Picture alliance/AP Photo/D. Yasin
Harapan terciptanya perdamaian
Banyak pemuda di India dan Pakistan mendesak pemerintah untuk memperbaiki hubungan bilateral. Pembuat film dokumenter Islamabad Wajahat Malik berpendapat bahwa cara terbaik bagi India dan Pakistan untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat adalah melalui interaksi yang lebih banyak antara masyarakat mereka. (Ed: Shamil Shams/ap/hp)