1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakistan – Lima Tahun Pasca Benazir Bhutto

Altaf Khan26 Desember 2012

Pembunuhan terhadap Benazir Bhutto lima tahun lalu mengejutkan dunia. Kematiannya meninggalkan Partai Rakyat Pakistan di titik nadir. Hingga kini PPP belum mampu mencari pengganti yang sesuai.

Foto: AP

Benazir Bhutto, perdana menteri perempuan pertama Pakistan dan mantan pemimpin Partai Rakyat Pakistan yang didirikan ayahnya, merupakan salah seorang yang beruntung dari segelintir di Pakistan yang dilahirkan dari keluarga berada.

Pembunuhannya pada 27 Desember 2007 mengejutkan warga Pakistan dan masyarakat internasional. Pakar politik dan orang awam menarik kesimpulan mereka sendiri; berbagai teori konspirasi bermunculan. Sebuah komisi PBB gagal menemukan titik terang, dan Partai Rakyat Pakistan yang kini memerintah dianggap tidak berbuat cukup untuk memecahkan kasus pembunuhan ini.

“Kekosongan kepemimpinan pasca kematian Benazir masih belum terisi sampai sekarang,“ demikian dikatakan pakar politik Farooq Hameed Khan kepada Deutsche Welle.

Ribuan warga hadir di makam, mempüeringati satu tahun kematian Benazir (27/12/2008)Foto: AP

Bukan Orang Baru di Politik

Benazir Bhutto bukanlah seorang pemula di panggung politik. Ayahnya, Zulfiqar Ali Bhutto, merupakan salah seorang tokoh terpenting dalam sejarah Pakistan. Dan Benazir belajar banyak dari kehidupan dan juga kematian ayahnya.

Ia mengambil jalan tengah di rumahnya, tapi tidak gentar untuk menghadapi diktator militer Ziaul Haq, dengan melontarkan kritik padanya saat berkampanye pada tahun 1988. Sikap politiknya yang berani membawa kemenangan baginya dan ia juga mampu memperkuat kepercayaan terhadap Pakistan di mata dunia.

“Ia memiliki daya tarik di dalam dan di luar partainya,“ dikatakan analis politik Pakistan Hasan Askari Rizvi kepada Deutsche Welle. “Lawan-lawannya juga menerima hal ini. Ia merupakan indentitas Pakistan di mata internasional. Tidak ada orang Pakistan lain yang mendapat pengakuan global seperti Benazir.“

Namun, di sinilah dilema proses politik di Pakistan. Berkampanye berdasarkan kharisma pribadi, perjuangan melawan kediktatoran militer dan fakta bahwa ia merupakan “puteri seorang martir“ tidaklah cukup.

Untuk mengantarkannnya ke pentas nasional, Bhutto memerlukan pengakuan dari pusat-pusat kekuasaan lokal. Dan selama dua masa jabatannya sebagai kepala pemerintahan (1988–1990 dan 1993–1996), ia tidak mampu meraih pengakuan ini.

Ia dituduh telah melakukan korupsi dan pada tahun 1998 ia mengasingkan diri di Dubai.

Kembali ke Pakistan

Benazir Bhutto kembali ke tanah airnya pada tahun 2007, setelah mantan Presiden Pervez Musharraf mengeluarkan satu peraturan yang kontroversial, yaitu Peraturan Rekonsiliasi Nasional, yang memberikan pengampunan kepada para politisi dan birokrat yang dituduh korupsi.

Asif Ali Zardari, menjadi presiden karena simpati?Foto: AP

Muncul spekulasi bahwa koalisi besar antara Partai Rakyat Pakistan dan Liga Muslim Pakistan milik Nawaz Sharif akan terbentuk dan bahwa Benazir Bhutto akan kembali mencalonkan diri sebagai perdana menteri untuk masa jabatan ke tiga, meskipun berdasarkan konstitusi ini tidak mungkin.

Bagaimanapun, kematian mendadak Bhutto mengubah seluruh skenario politik yang ada. Muncul gelombang simpati terhadap Partai Rakyat Pakistan yang kemudian memenangkan pemilu dan duda Benazir, Asif Alii Zardari, diangkat menjadi presiden.

Analis politik Hasan Askari Rizvi mengatakan, kematiannya menimbulkan dua konsekuensi. "Dampak positif adalah bahwa rakyat menjadi tahu bahwa ekstremisme merupakan sebuah ancaman dan mereka harus memilih demokrasi. Dampak negatif adalah, kematiannya menciptakan krisis kepemimpinan dalam partai. Dan krisis ini belum berakhir.“

Zardari berbagi kepemimpinan dengan putranya, Bilawal Bhutto-Zardari. Namun baik Zardari dan putranya tidak mampu membangun di atas warisan Zulfiqar Ali Bhutto, sebagaimana dilakukan Benazir.

Sampai sekarang, para pengamat masih bertanya-tanya, apakah Pakistan hari ini akan lebih baik seandainya Benazir tidak tewas. “Ia memiliki lebih banyak pengalaman politik luar negeri dibandingkan pemimpin saat ini,“ dikatakan Hasan Askari Rizvi. “Ia akan menunjukkan kepemimpinan yang efektif. Tapi situasi dan pemain politik lain di dalam negeri juga sangat penting.“

“Kita hanya bisa berspekulasi bahwa bersama Benazir, mungkin politik Pakistan akan menjadi sedikit berbeda, namun tidak ada jaminan untuk itu.“