Pengacara FPI Pongky Yoga Wiguna menyatakan: “Salah satu alasan mengapa hal ini melanggar hukum adalah karena kaum komunis tidak mengakui Tuhan.” Oleh Soe Tjen Marching.
Iklan
Belakangan ini, ada penampakan yang cukup menggemparkan. Pada awal tahun, Putri Indonesia, Anindya Kusuma Putri, dilaporkan ke polisi oleh FPI Solo setelah ia mengunggah foto dirinya yang sedang mengenakan kaos bergambar simbol “palu arit”, saat ia mengunjungi Vietnam. FPI menuduh Anindya menyebarkan gagasan-gagasan komunis. Seorang pengacara FPI, Pongky Yoga Wiguna, menyatakan bahwa “Salah satu alasan mengapa hal ini melanggar hukum adalah karena kaum komunis tidak mengakui Tuhan.”
Bulan lalu, sepanjang perayaaan 70 tahun Kemerdekaan Indonesia di Pamekasan, Jawa Timur, simbol palu-arit juga muncul bersamaan dengan poster beberapa tokoh PKI seperti Aidit dan Untung. Meskipun semua gambar-gambar ini muncul di dalam pertunjukan teater yang bertujuan memperagakan kekejaman PKI terhadap militer pada tahun 1965, simbol “palu-arit” menurut beberapa media, masih memunculkan ketakutan masyarakat dan sekali lagi dianggap sebagai anti-agama.
Di Jember, dua mahasiswa ditahan pada pertengahan Agustus karena menggambar simbol yang menimbulkan perdebatan ini pada dinding kampus Universitas Jember. Dan belakangan ini, seorang lelaki ditahan oleh Polisi Ngawi, karena menjual kaos dengan gambar palu-arit. Tapi, apa sesungguhnya latar belakang simbol palu-arit, yang masih menghantui masyarakat Indonesia?
Dunia Simbol
Tidak bisa disangkal bahwa kita hidup di dalam sebuah dunia simbol. Sejak kanak-kanak, kita telah dikelilingi oleh simbol-simbol. Bahasa yang kita pakai tidak lain adalah kumpulan simbol-simbol.
Masyarakat memberi makna tertentu kepada simbol-simbol ini, sehingga simbol-simbol ini bisa dipelajari dan diajarkan. Ini sering dilakukan oleh pemerintah atau orang yang sedang berkuasa untuk membentuk pandangan orang tentang masyarakat, sebagai contoh dengan mengembangkan citra positif tentang kepemimpinan mereka. Saat sebuah negeri menghadapi konflik, perasaan nasionalisme bisa ditingkatkan dengan menggunakan simbol-simbol negara dan bendera. Agresi bisa ditampilkan sebagai sebuah tindakan patriotik –coba lihat bagaimana orang-orang Amerika sangat tekun melambaikan bendera mereka selama perang Irak.
Sebaliknya, simbol bisa juga digunakan untuk menegaskan stereotip tertentu atau memberi stigma pada kelompok. Inilah yang terjadi dengan simbol palu-arit di Indonesia.
Pada awal abad kedua puluh, simbol ini digunakan secara luas di Eropa, dengan berbagai variasinya, seperti palu dengan sekop atau palu-arit dengan alat bajak, untuk menyimbolkan para pekerja, petani dan kaum buruh secara keseluruhan. Pada tahun 1917, Lenin menyelenggarakan lomba untuk menciptakan lambang Soviet. Desain yang menang adalah lambang palu-arit dengan sebilah pedang. Lenin memutuskan untuk membuang gambar pedang itu karena ia ingin menimbulkan kesan bahwa bangsanya adalah bangsa yang damai.
Suharto - Jalan Darah Menuju Istana
Demi menyingkirkan Soekarno, Suharto menunggangi pergolakan di tanah air dan mengorganisir pembantaian jutaan pendukung PKI. Dia sebenarnya bisa mencegah peristiwa G30S, tetapi memilih diam, lalu memanfaatkannya.
Foto: picture-alliance/dpa
Prajurit Tak Bertuan
Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Dua Musuh di Bawah Bayang Soekarno
Seperti banyak prajurit yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. Tanpanya PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Bibit Perpecahan
Suharto sibuk membenahi karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser: Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI.
Foto: AFP/Getty Images
Berkaca Pada Tiongkok
Meniru gerakan kaum komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok Islam.
Foto: AP
Sikap Diam Suharto
Enam jam sebelum peristiwa G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut, Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI.
Foto: picture-alliance/dpa
Kehancuran PKI, Kebangkitan Suharto
Pada 30 September, pasukan pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi.
Foto: AP
Demo dan Propaganda
Pergerakan Suharto setelah G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara. Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan.
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Malam Pogrom, Tahun Kebiadaban
Di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Eksekusi Disusul Eksodus
Selain menangkap dan mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di sana hingga wafat tahun 2007.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Kelahiran Orde Baru
Setelah peristiwa G30S, Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer, membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan. Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI, menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS.
Foto: DW
10 foto1 | 10
Kemudian, seniman Moscow Yvgeny Kamzolkin merancang sebuah gambar palu-arit bersilang untuk poster hari buruh pada bulan Mei. Pada tahun 1918, versi ini diadopsi secara resmi oleh Soviet. Tetapi siapakah Kamzolkin ini? Ia bahkan bukanlah seorang komunis, pada kenyataannya ia adalah sorang religius. Simbol palu-arit, pada sejarahnya, tidak dimaksudkan untuk menunjukkan antipati terhadap agama.
Komunisme dan Agama
Di Indonesia kelahiran PKI juga tidak dipicu oleh menentang agama, melainkan tujuannya adalah berjuang melawan penjajahan Belanda, karena para pendukung komunis percaya bahwa penjajahan tidak bisa dipisahkan dari kapitalisme.
Banyak pendiri PKI adalah juga anggota organisasi nasionalis Sarekat Islam. Salah satu dari mereka adalah Haji M.Misbach (1876-1926), yang menyatakan bahwa komunisme dan Islam adalah sejalan. Tentu saja, PKI menggunakan palu-arit sebagai simbol partainya, tetapi penggunaan simbol ini dimaksudkan untuk menekankan dukungan bagi kelas buruh dan penolakan mereka terhadap kapitalisme.
Namun saat ini, simbol palu-arit digunakan untuk menekankan gagasan bahwa PKI adalah adalah kejahatan besar – meskipun partai ini telah dibasmi habis pada tahun 1965-67, saat hampir semua anggotanya dan bahkan mereka yang dianggap simpatisan dibantai dengan sadis. PKI sudah tidak lagi ada, anggota dan simpatisan mereka sudah dihabisi dengan sadis pada tahun 1965-67, tetapi ketakutan akan gerakan dan simbol ini terus berlangsung hingga kini.
Jadi, apakah sebenarnya yang telah dilakukan oleh pedagang kaos di Ngawi dan mahasiswa di Jember yang membenarkan penangkapan mereka? Apakah mereka telah menyerang seseorang atau merobohkan bangunan? Mereka tidak menyerang siapapun dan apapun. Mereka hanya menggunakan simbol para buruh dan petani, yang telah dimanipulasi sedemikian rupa oleh para penguasa Indonesia untuk menanamkan ketakutan dan stigma akan suatu kelompok.
Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965
Sejarah mencatat pembantaian simpatisan PKI 1965 adalah buah kotor percaturan politik dunia di era Perang Dingin. Bahkan propaganda anti komunis yang disebarkan di Indonesia pun dirancang dan disusun di luar negeri
Foto: Yoichi Robert Okamoto
Dunia Terbelah Dua
Pada dekade 60an dunia didera konflik ideologi antara Amerika dan Uni Sovyet. Akibatnya perang proksi menjalar ke berbagai belahan Bumi. Jerman terbelah dua dan negara berkembang menjadi lahan lain perseteruan dua adidaya tesebut. Tahun 1963 Amerika Serikat gagal menjatuhkan benteng Komunisme di Kuba. Presiden baru AS, Lyndon B. Johnson, lalu beralih menginvasi Vietnam Utara.
Foto: Getty Images/P. Christain
Adu Jotos di Negeri Orang
Bagaimana kedua adidaya menjadikan negara berkembang sebagai catur politik terlihat dari banyaknya perang proksi. Dekade 1960an mencatat sedikitnya 50 konflik semacam itu, yang terbanyak selama Perang Dingin. Uni Sovyet dan Cina terutama getol memasok senjata buat pemberontak komunis. (Gambar: Pemimpin Cina Mao Tse Tung dan penguasa Sovyet Nikita Khrushchev di Beijing, 1959)
Foto: AP
Pemberontakan Komunis Malaysia
Lima tahun sebelum peristiwa G30S, Malaysia telah mendahului lewat perang antara Malayan National Liberation Army yang didukung Partai Komunis dan tentara persemakmuran pimpinan Inggris. Konflik serupa terjadi di Kongo, India, Bolivia dan Kolombia.
Foto: Public Domain
Primadona Perang Dingin
Indonesia adalah medan perang lain antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Mulai dekade 50an, Presiden Soekarno menjadi primadona politik yang diperebutkan oleh Presiden AS John F. Kennedy dan penguasa Uni Sovyet, Nikita Khrushchev. Saat itu Indonesia sudah menjadi salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara dan mulai diperhitungkan di dunia.
Foto: Central Press/Hulton Archive/Getty Images
Petualangan di Timur
Soekarno yang mulai menua justru merasa Indonesia cukup kuat untuk menanggalkan asas netralitas dan menghidupkan poros Moskow-Beijing-Jakarta. Memasuki dekade 1960an, Uni Sovyet tercatat sebagai pemberi bantuan terbesar ke Indonesia, melebihi negara lain. Petualangan politik itu kemudian ternyata berujung fatal buat Indonesia
Foto: picture-alliance/Everett Collection
Manuver Sukarno
Hubungan Indonesia dan barat remuk setelah Amerika Serikat membantu pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958. Sebagai balasan Sukarno memerintahkan agresi militer terhadap Malaysia buat menentang pembentukan negara persemakmuran oleh Inggris. Soekarno saat itu beralasan dirinya menentang neo kolonialisme. Realitanya ia menyokong pemberontakan kelompok Komunis Malaysia di Serawak.
Foto: gemeinfrei
Harapan di Tangan Tentara
AS pun mulai berupaya menggembosi Partai Komunis Indonesia. Mereka mengkhawatirkan Soekarno yang mulai tua akan mewariskan tahta kepada PKI. Kendati dimusuhi Jakarta, dinas rahasia barat tetap menjalin kontak dengan TNI yang dianggap satu-satunya harapan memberangus komunisme di Indonesia. Hingga peristiwa 65, AS telah melatih setidaknya 4000 perwira TNI.
Bantuan dari Jerman
Tahun 1971 mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan pada 1965 dinas rahasia BND bekerjasama dengan CIA memerangi PKI di Indonesia. BND antara lain membantu TNI dengan memasok senjata api, alat komunikasi dan uang senilai 300.000 DM atau sekitar 700 ribu Euro.
Foto: Imago
Pujian Gehlen buat Suharto
Tahun 1965 BND memiliki seorang agen rahasia, eks perwira NAZI, Rudolf Oebsger-Röder yang menyamar sebagai wartawan di Jakarta. Reinhard Gehlen (gambar), Presiden BND, menulis dalam memoarnya bahwa keberhasilan Suharto "menumpas PKI patut dihargai setinggi tingginya." Gehlen mengaku kehilangan "dua teman dekat" yang ikut dibunuh pada peristiwa G30S, salah satunya Brigjen Donald Isaac Pandjaitan
Foto: picture-alliance/dpa
Propaganda Kiriman Barat
National Security Archive di AS mencatat dinas rahasia Inggris, MI6, yang beroperasi dari Singapura, menggandeng dinas rahasia Australia buat merancang propaganda hitam terhadap PKI, etnis Cina dan Sukarno. MI6 bahkan memanipulasi pemberitaan media asing seperti BBC. Propaganda yang banyak berkaca pada pemberontakan komunis Malaysia itu lalu diadopsi berbagai media Indonesia yang dikuasai TNI
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Daftar Maut Amerika
Tidak banyak kejelasan mengenai keterlibatan langsung dinas rahasia asing terhadap pembantaian simpatisan PKI. Yang jelas sejarah mencatat bagaimana Kedutaan Besar Amerika Serikat menyerahkan daftar berisikan 5000 nama jajaran pimpinan PKI kepada TNI. Dokumen tersebut, kata Robert J. Martens, atase politik di kedubes AS, "adalah bantuan besar buat TNI."
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Darah Disambut Pesta
Di hari-hari pembantaian itu dunia merayakan kehancuran PKI di Indonesia. PM Australia Harold Holt (ki.) berkomentar "dengan dibunuhnya 500 ribu sampai 1 juta simpatisan Komunis, aman untuk berasumsi bahwa reorientasi (di Indonesia) sedang berlangsung." Ironisnya Uni Sovyet cuma bereaksi dingin dengan menyebut pembantaian tersebut sebagai "insiden yang tragis."
Foto: Yoichi Robert Okamoto
12 foto1 | 12
Saat perempuan dipaksa memakai baju tertentu, saat buruh digaji secara tidak layak, saat minoritas keagamaan diusir dari rumah-rumah mereka dan saat para petani dipaksa bekerja di perkebunan-perkebunan yang telah terkontaminasi, reaksi para penguasa dan aparat bisa jauh berbeda. Bisa jadi banyak orang menggelengkan kepala mendengar semua ini, tetapi biasanya mereka akan memalingkan wajah dan terus menjalani kehidupan mereka. Namun, ketika seseorang menggambar alat kerja buruh dan petani (palu-arit), polisi dengan cepat bertindak, media berbondong-bondong meliput dan seluruh masyarakat diseret memasuki histeria masal.
Memang, ketakutan akan hantu PKI di negeri ini jauh lebih besar daripada ketakutan akan masalah yang sudah jelas di depan mata. Kejahatan dan korupsi yang terjadi setiap hari tidak diindahkan, mereka yang telah melakukan pembunuhan massal di berbagai tempat, masih dibiarkan dan bebas berkeliaran – sementara banyak orang begitu sibuk mencari hantu.
(Versi bahasa Inggris artikel ini telah dimuat di The Jakarta Globe dengan judul “A Spectre is Haunting Indonesia, but Why?”).