Pandemi Corona dan Perubahan Iklim Ancam Stabilitas Global
20 Januari 2021
Dampak ekonomi dan sosial pandemi corona adalah ancaman paling kritis dalam waktu dekat, selain dampak perubahan iklim, kata laporan terbaru dari Forum Ekonomi Dunia (WEF).
Iklan
Dampak ekonomi dan sosial pandemi COVID-19 akan terlihat selama bertahun-tahun dan bermanifestasi menjadi beberapa ancaman paling kritis bagi dunia, menurut laporan terbaru Global Risks Report (GRPS) 2021 dari Forum Ekonomi Dunia (WEF).
Sebuah survei yang menjadi dasar laporan itu mengungkapkan, dalam dua tahun ke depan pengangguran massal, ketimpangan digital dan stagnasi ekonomi yang berkepanjangan bisa menimbulkan berbagai ketegangan sosial.
"Kehilangan pekerjaan, kesenjangan digital yang melebar, interaksi sosial yang terganggu, dan perubahan pasar yang tiba-tiba dapat menyebabkan konsekuensi yang mengerikan dan menghapus peluang bagi sebagian besar populasi global," kata laporan itu.
"Konsekuensinya - dalam bentuk kerusuhan sosial, fragmentasi politik, dan ketegangan geopolitik - akan memengaruhi kemampuan kita menghadapi ancaman utama lain di dekade berikutnya: serangan siber, senjata pemusnah massal dan, yang paling besar: perubahan iklim."
Pandemi corona memperbesar kesenjangan
Pandemi menyebabkan salah satu transformasi tercepat dalam sejarah, ketika pemerintah dan bisnis beralih ke teknologi digital untuk meminimalkan gangguan yang disebabkan oleh lockdown dan pembatasan. Hal itu mendorong penerapan teknologi digital dalam tempo yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena banyak orang diminta untuk bekerja dari rumah, sekolah dan universitas mengadakan kelas online, dokter dan pasien beralih ke telemedicine dan para pemimpin politik beralih ke pertemuan virtual.
Iklan
Ketergantungan yang meningkat pada internet telah mengekspos kesenjangan yang dalam antara kaum kaya dan kaum miskin, dengan banyak anak tidak dapat menghadiri kelas online karena akses internet yang buruk dan bisnis harus tutup karena ketidakmampuan mereka masuk ke perdagangan online.
"Generasi milenial yang lebih tua, mereka yang kini pada usia pertengahan 30-an, pada dasarnya telah melewati dua krisis. Mereka telah melihat krisis keuangan global 2008-09 ketika mereka pertama kali menjadi angkatan kerja dan sekarang mereka mengalami resesi hari ini. Jadi, kehidupan kerja mereka telah diterpa dua krisis ini," kata Saadia Zahidi, direktur pelaksana WEF.
Survei terhadap lebih dari 650 anggota WEF dari kalangan bisnis, pemerintah, dan akademisi menemukan bahwa risiko "kekecewaan generasi muda" sebagian besar diabaikan oleh komunitas global, namun hal itu justru bisa menjadi ancaman kritis ketegangan sosial dalam jangka pendek.
Risiko perubahan iklim ancaman jangka panjang
Perubahan iklim sekali lagi muncul sebagai risiko bencana dalam laporan tahunan WEF, dengan "kegagalan aksi iklim" dan "cuaca ekstrim" diidentifikasi sebagai risiko jangka panjang terbesar.
Lockdown di berbagai bagian dunia memang menyebabkan penurunan emisi global tahun lalu, namun hal itu tidak dapat mencegah bahwa tahun 2020 menjadi tahun terpanas dalam sejarah catatan cuaca global.
"Risiko jangka panjang terbesar masih tetap: kegagalan untuk bertindak terhadap perubahan iklim. Tidak ada vaksin untuk melawan risiko iklim, jadi rencana pemulihan pasca pandemi harus fokus pada pertumbuhan yang sejalan dengan agenda keberlanjutan untuk membangun kembali dengan lebih baik," kata Peter Giger dari Zurich Insurance Group.
Laporan terbaru WEF itu juga mengingatkan bahwa tanggapan terhadap pandemi saat ini, yang telah menyebabkan "ketegangan domestik dan geopolitik baru yang mengancam stabilitas," dapat merusak upaya perjuangan global melawan perubahan iklim.
Negara dengan Kuota Vaksinasi Corona Tertinggi di Dunia
Sejumlah negara ngebut melakukan vaksinasi corona untuk meredam pandemi Covid-19 secara efektif. Yang mengejutkan, sejumlah negara kecil mencapai kuota vaksinasi per kapita tertinggi di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/Geisler-Fotopress
Israel Terdepan
Israel berada di peringkat paling atas sebagai negara dengan kuota vaksinasi corona per kapita tertinggi sedunia. 96% dari seluruh populasi yang jumlahnya 8,6 juta orang minimal sudah mendapat dosis pertama vaksin (posisi 08/03/21). Sukses negara Yahudi itu untuk mengerem pandemi Covid-19 mendapat acungan jempol. Kini kehidupan publik berangsur normal, tapi prokes tetap dijalankan.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Uni Emirat Arab di Posisi Dua
Uni Emirat Arab (UEA) menyusul di posisi kedua dengan kuota vaksinasi per kapita mencapai 62 per 100 penduduk. Sekitar 6,8 juta dari lebih 9 juta penduduk UEA sudah mendapat vaksin corona dosis pertama. UAE menggunakan vaksin Sinovac buatan Cina untuk program vaksinasi massal gratis. Saat ini Dubai mulai "roll out" vaksinasi dengan vaksin buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Getty Images/AFP/K. Sahib
Inggris
Inggris mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita pada kisaran 31 per 100 orang. Dengan jumlah populasi hampir 86 juta orang, berarti lebih dari 28 juta warga Inggris sudah mendapat vaksin corona. Aktual ada tiga jenis vaksin yang digunakan, yakni buatan BioNTech-Pfizer, Moderna dan AstraZeneca.
Foto: Victoria Jones/AFP/Getty Images
Amerika Serikat
Amerika Serikat juga ngebut memerangi pandemi Covid-19, setelah terganjal beberapa bulan oleh politik Trump. Aktual kuota vaksinasi per kapita mencapai 23,5 per 100 orang. Artinya hingga saat ini sudah lebih dari 76 juta dari total 331 juta populasi AS mendapat minimal satu dosis vaksin buatan BioNTech-Pfizer atau Moderna. Presiden terpilih Joe Biden mendapat vaksinasi sebagai aksi simbolis.
Foto: Tom Brenner/REUTERS
Serbia
Serbia, salah satu negara bekas Yugoslavia dengan populasi 7 juta orang juga ngebut dengan program vaksinasi massal. Kuotanya mencapai 22 per 100 orang (posisi 4/3/21) Menteri kesehatan Serbia, Zlatibor Loncar secara simbolis mendapat vaksinasi anti Covid-19 buatan Sinopharm, Cina di Beograd akhir Januari silam.
Foto: Nikola Andjic/Tanjug/ Xinhua News Agency/picture alliance
Chile
Negara kecil di Amerika Selatan, Chile juga melakukan vaksinasi massal dengan cepat. Negara dengan populasi sekitar 19 juta orang itu sudah mencapai kuota 19,2 per 100 penduduk. Presiden Sebastian Pinera mendaat suntikan vaksin perdana secara simbolis pertengahan Februari lalu di kota Futrono. Vaksin yang digunakan adalah Sinovac buatan Cina.
Bahrain menjadi negara di kawasan Teluk berikutnya yang mencatatkan kuota tinggi vaksinasi corona dengan 17,8 per 100 orang. Registrasi vaksinasi di negara kecil berpenduduk sekitar 1,6 juta orang itu dilakukan menggunakan aplikasi mobile. Vaksinasi menggunakan dua jenis vaksin dalam program ini, yakni vaksin buatan Sinopharm dan buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Imago/Sven Simon
Denmark
Denmark negara kecil di Eropa dengan populasi 5,8 juta mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita 11 per 100 warga. Jika dilihat angka mutlaknya relatif kecil, hanya sekitar 600 ribu warga yang mendapat vaksinasi. Tapi dilihat dari kuota per total populasi angka itu cukup tinggi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat vaksin Sinovac buatan Cina saat memulai kampanye vaksinasi massal di Ankara pertengahan Januari silam. Saat ini kuota vaksinasi di Turki mencapai sekitar 11 dari 100 warga di negara dengan populasi 82 juta orang itu.
Foto: Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/REUTERS
Jerman
Jerman belakangan catat pertambahan kasus covid-19, menjadi lebih dari 2,5 juta orang dan lebih dari 72.000 korban meninggal. Walau vaksin BioNTech berasal dari Jerman, namun pembagiannya tergantung Uni Eopa. Jerman baru mencatat 7,9% vaksinasi corona bagi 83 juta penduduknya. Strategi vaksinasi dikritik sebagai amat lamban dan kurang efektif. Penulis Agus Setiawan (as/pkp)