1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pandemi Corona Mengubah Paradigma Pertahanan dan Keamanan

Miodrag Soric
28 April 2020

Ketika anggaran militer secara global terus meningkat, beberapa negara mulai meninjau ulang paradigma pertahanannya. Pandemi Corona menelanjangi rapuhnya konsep pertahanan nasional saat ini.

Kapal Induk Theodore Roosevelt
Foto: picture-alliance/Newscom/UPI Photo/U.S. Navy/MC Matthew R. White

Militer Amerika Serikat sebenarnya dipersenjatai dengan baik untuk menghalau serangan konvensional. Tetapi keunggulan itu tidak banyak bermanfaat ketika menghadapi ancaman seperti pandemi corona. Ratusan ribu warga AS meninggal dalam waktu singkat, kata Christopher Preble dari tangki pemikir Cato Institute yang bermarkas di Washington.

Bahkan Angkatan Laut AS pun tidak berdaya. COVID-19 baru-baru ini menyebar di atas kapal induk USS Theodore Roosevelt, dengan kapasitas sekitar 5000 awak kapal. Pihak Angkatan Laut bingung menghadapinya.

Ketika wabah terus menyebar, infrastruktur kesehatan di banyak negara bagian AS kewalahan mengatasinya. "Orang Amerika sekarang menuntut investasi yang lebih besar dalam sistem perawatan kesehatan," kata Christopher Preble. Tapi menurut dia, sikap ini bisa saja berubah begitu pandemi berlalu.

Bukan hanya AS yang kewalahan menghadapi pandemi ini, apalagi terkait dengan kesiapan militer dan konsep pertahanannya. Pakar pertahanan Rusia Alexander Golz juga yakin, pimpinan Rusia dan sektor militer tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk meredam wabah tersebut. "Di masa lalu, jenderal harus selalu siap berperang," katanya.

Situasi yang berubah

Alexander Golz mengatakan, Presiden Vladimir Putin memang melakukan pertemuan dengan perwakilan industri militer saat pandemi corona melanda Rusia. “Tadinya mereka mengira Presiden Putin akan membahas cara-cara merestrukturisasi ekonomi untuk meningkatkan produksi obat-obatan, pakaian pelindung dan masker wajah," katanya kepada DW. Tetapi ternyata, fokus pembicaraannya hanya tentang bagaimana memastikan senjata bisa terus diproduksi dan diekspor.

Bakal Kandidat Pilpres AS dari Partai Demokrat, Joe Biden, sudah mengumumkan rencananya membentuk pos kabinet khusus yang fokus pada ancaman pandemi dan perubahan iklim, seandainya dia terpilih.

Chris Murphy, senator Demokrat dari Connecticut, juga mengatakan kepada wadah pemikir, German Marshall Fund (GMF) bahwa AS harus mendefinisikan ulang agenda keamanannya dengan mempertimbangkan adanya pandemi, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan sebagai ancaman keamanan serius.

Paradigma baru tentang ancaman keamanan

Ulrich Schlie, pakar studi keamanan dan strategi pertahanan di Universitas Bonn, mengakatan: "Krisis yang kita alami sekarang adalah momen yang menentukan - juga untuk pemahaman kita tentang kebijakan keamanan." Ulrich Schlie pernah memimpin divisi perencanaan di Kementerian Pertahanan Jerman selama bertahun-tahun. Kepada DW dia mengatakan, sudah saatnya untuk mengadopsi "gagasan keamanan yang lebih luas" yang melampaui pertimbangan militer dan anggaran persenjataan saja.

Dalam pandangannya, negara-negara di dunia harus juga membahas berbagai ancaman keamanan, termasuk pandemi, tantangan terkait migrasi, dan fenomena lainnya, di samping "anggaran untuk tentara konvensional." Dia mendesak negara-negara anggota Uni Eropa untuk berkoordinasi lebih baik lagi dalam urusan keamanan.

Namun Ulrich Schlie tidak merekomendasikan penciutan anggaran pertahanan konvensional. Dia menekankan, untuk menghadapi bahaya pandemi dan ancaman non-militer lainnya, negara-negara harus meningkatkan anggaran pertahanan mereka secara keseluruhan. (hp/ rzn)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait