Panel Iklim PBB Siapkan Laporan Tragis Soal Kondisi Bumi
14 Februari 2022
Sebanyak 200 negara Panel Iklim PBB mulai merembukkan naskah akhir laporan yang mendata dampak bencana iklim. Aktivis memprediksi laporan keenam IPCC akan disajikan sebagai “mimpi buruk dalam bahasa ilmiah yang kering.”
Iklan
Hingga akhir Februari mendatang, Panel Iklim PBB (IPCC) sudah harus memublikasikan Laporan Asesmen keenam (AR6) tentang kondisi termutakhir iklim Bumi. Laporan tersebut akan dirampungkan dalam sebuah konferensi virtual, yang dihadiri ilmuwan dan perwakilan pemerintahan dari 200 negara, mulai Senin, (14/2).
Laporan teranyar IPCC diyakini akan memuat katalog muram yang memuat dampak bencana iklim terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Ia juga menggambarkan perspektif masa depan, serta risiko atau keuntungan yang didapat dengan beradaptasi terhadap iklim yang lebih hangat.
"Kami mengkhawatirkan iklim yang terus berubah di sekitar kita,” kata Direktur IPCC, Debra Roberts, ilmuwan iklim Afrika Selatan. "Tapi bagi sebagian besar orang, dalam kesehariannya mereka ingin mengetahui apa dampaknya bagi kehidupan mereka, bagi aspirasi, bagi pekerjaan, keluarga dan lingkungan yang mereka huni?.”
Laporan itu mengandung tujuh bab "mengenai bagaimana perubahan fisik dalam perubahan iklim berdampak pada kehidupan orang,” terutama di kawasan perkotaan, kata dia.
Dampak Kepunahan Massal Keenam Dunia
Kita akan menjadi saksi awal dari kepunahan massal dalam 65 juta tahun. Apa dampak dari punahnya keanekaragaman hayati untuk manusia dan alam?
Foto: Ed Ram/Getty Images
Ancaman ketahanan pangan
Professor Ekologi Global Corey Bradshaw mengatakan sekitar sepertiga pasokan makanan dunia bergantung pada binatang penyerbuk seperti lebah. Kepunahan lebah berdampak pada anjloknya hasil pertanian. Ancaman ketahanan pangan akan menyebabkan tingginya kekeringan dan banjir di Sub-Sahara Afrika dan sebagian Asia Tenggara.
Foto: Alfredo Mejía
Kesuburan tanah
Kualitas tanah diperkirakan akan menurun jika mikroorganisme punah. Ilmuwan percaya mikroorganisme akan punah lebih cepat dibanding spesies lainnya, meskipun belum ada data resmi. Kepunahan mikroorganisme akan memperparah erosi yang akan menyebabkan banjir dan rusaknya kesuburan tanah. Hal ini berdampak pada pertumbuhan tanaman.
Foto: Sercan Kucuksahin/AA/picture alliance
Kelangkaan air dan bencana alam
Air bersih berasal dari sungai dan lahan basah, melimpahnya jumlah alga dan menyusutnya vegetasi sebabkan kelangkaan air. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB sebut setidaknya ada 24 juta hektar hutan yang ditebang tiap tahun sejak 2015. Kekurangan hutan memicu perubahan iklim dan memperparah bencana alam.
Foto: Fernando Souza/ZUMA Press/picture alliance
Ancaman penyakit dan pandemi
Peneliti tegaskan punahnya keanekaragaman hayati dapat tingkatkan risiko pandemi akibat interaksi manusia dan hewan liar yang semakin dekat akibat fragmentasi habitat dan kerusakan alam. Contohnya Ebola di Afrika pada tahun 2014, diduga berasal dari kelelawar.
Foto: Silvia Izquierdo/AP/picture alliance
Terancamnya warisan yang tak berwujud
Kepunahan yang tak terlihat malah lebih mengerikan. “Ingat, setiap spesies tunggal adalah produk dari jutaan tahun evolusi. Anda sedang melihat hilangnya apa yang membuat umat manusia menjadi bagian dari planet ini. Anda sedang melihat apa yang membuat kita utuh,” kata Thomas Brooks, Kepala Ilmuwaan Persatuan Konservasi Alam International (IUCN).
Foto: Sun Ruibo/XinHua/Photoshot/picture alliance
Apakah spesies yang punah dapat dikembalikan?
Meski adanya prediksi bencana luar biasa, masih ada alasan manusia untuk optimis jika bertindak. Hasil penelitian menyebutkan jika tidak adanya konservasi, kepunahan bisa menjadi tiga hingga empat kali lipat dari tahun 1993. (mh/yp)
Foto: Joe Giddens/PA Wire /empics/picture alliance
6 foto1 | 6
Bahkan tanpa mengkaji laporan IPCC terlebih dulu, pegiat lingkungan sudah memprediksi datangnya "mimpi buruk” buat warga Bumi.
"Laporan IPCC yang menampilan bukti menakutkan tentang eskalasi dampak perubahan iklim akan disajikan dalam bentuk mimpi buruk yang digambarkan dalam bahasa ilmiah yang kering,” tutur Teresa anderson, Direktur Keadilan Iklim di lembaga ActionAid International, dalam keterangan persnya.
Iklan
Pencegahan sebelum adaptasi
Selama dua pekan kedepan, ilmuwan dan perwakilan pemerintah akan saling mendebatkan rancangan naskah akhir, termasuk soal tata bahasa. Konvensinya sendiri dibuka untuk publik pada Senin (14/2) di Berlin, Jerman. Adapun naskah rancangan yang sudah beredar, bisa berubah secara drastis di fase terakhir ini.
Menurut rencana, setelah memublikasikan AR6 yang menyimpulkan kondisi terakhir iklim, IPCC juga akan memublikasikan laporan lain tentang adaptasi dan solusi bencana iklim pada Maret depan.
Rekor Suhu Terpanas Dunia dalam Sejarah
Entah itu di Lapland, Kanada atau India, suhu musim panas tahun ini lebih panas dari biasa. Bahkan belahan bumi selatan pun merasakan hal ini. Selandia Baru mencatat musim dingin terhangat dalam 100 tahun terakhir.
Foto: BC Wildfire Service/AFP
Lytton, Kanada: Kebakaran dan panas yang ekstrem
Lytton di Kanada mencatat rekor suhu tertinggi pada 2 Juli, hampir 50 derajat Celcius. Beberapa hari kemudian, desa tersebut hangus dilanda kebakaran hutan. Para ahli memperingatkan kubah panas seperti ini akan makin sering terjadi di Amerika Utara, dipicu pemanasan global yang memperlambat "jet stream" di Troposfer. Kondisi panas ekstrem ini dapat berlangsung beberapa pekan.
Foto: BC Wildfire Service/AFP
Kevo, Finlandia: rekor suhu terpanas di Eropa Utara
Ini adalah bulan Juli terpanas di Lapland sejak 1914 dengan suhu tertinggi 33.6℃ di Finlandia Utara. Beberapa bagian Skandinavia juga mengalami kenaikan suhu sekitar 10-15℃ dari biasanya. Ahli meteorologi mengatakan, rekor panas di Eropa Utara ada kaitannya dengan kubah panas di atas Amerika Utara
Foto: Otto Ponto/Lehtikuva/AFP/Getty Images
New Delhi, India: Kematian terkait suhu panas dan musim hujan yang tidak menentu
India juga jauh lebih panas tahun ini. Di awal Juli, ibu kota New Delhi mencatat temperatur 43℃, suhu terpanas dalam 9 tahun terakhir. Awal musim hujan tahun ini juga terlambat sekitar sepekan. India setidaknya telah mendata 6.500 kematian yang berkaitan dengan panas ekstrem sejak 2010.
Siberia juga mengalami panas terik tahun ini, dengan temperatur melebihi 30℃ di bulan Mei, membuat daerah lingkaran Arktik ini lebih hangat dari sebagian daerah Eropa lainnya. Kekeringan dan suhu tinggi memicu kebakaran hutan hebat di daerah Rusia Utara. Dan ibun atau tanah beku abadi alias permafrost mulai mencair, melepaskan CO2 dan metana ke atmosfer
Foto: Thomas Opel
Selandia Baru: Winter yang hangat
Musim dingin di belahan bumi Selatan juga lebih hangat tahun ini. Hastings, Selandia Baru mencatat kenaikan suhu pada 22℃ bulan lalu. Itu adalah Juni terpanas dalam 110 tahun, lapor Badan Meteorologi Nasional (NIWA). Rata-rata kenaikan suhu sekitar 2℃. Musim dingin yang lebih hangat menjadi masalah untuk pertanian dan tentu saja tempat wisata ski.
Foto: kavram/Zoonar/picture alliance
Mexicali, Meksiko: Drama kekeringan
Meksiko mencatat bulan Juni paling panas dengan suhu hingga 51.4℃. Meksiko sedang mengalami kekeringan terburuknya dalam 30 tahun terakhir. Baja California sangat terpengaruh dan sungai Colorado di kawasan itu mulai kering kerontang. Volume air di waduk dekat Meksiko City juga menyusut drastis.
Foto: Fernando Llano/AP/dpa/picture alliance
Ghadames, Libya: Panas gurun di Afrika Utara
Semenanjung Arab dan Afrika Utara juga sangat panas tahun ini. Gurun Sahara mencatat temperatur 50℃ bulan lalu. Sedangkan di barat dari Libya, suhu naik 10 derajat dari suhu normal di bulan Juni, lapor Badan Meteorologi Nasional. Suhu di kota oasis Ghadames naik hingga 46℃ dan di ibu kota Tripoli nyaris mencapai 43℃. (mn/as)
Foto: DW/Valerie Stocker
7 foto1 | 7
Tanpa merinci lebih dalam, salah seorang pembuat studi, Hans-Otto Poertner, menyebutkan betapa sains sudah memprediksi batasan pada kenaikan suhu rata-rata atau pada kepunahan keragaman hayati. Menurutnya, batasan itu sudah kian dekat di berbagai tempat.
"Kita kehilangan ruang hidup bagi flora dan fauna, serta untuk diri kita sendiri,” kata ilmuwan Jerman itu. "Karena dengan perubahan iklim, sejumlah tempat di permukaan Bumi akan menjadi tidak layak huni.”
Dia mengritik sikap negara-negara kaya yang sudah mempersiapkan diri menghadapi bencana, bukan mencegahnya.
"Ada asumsi jika kita tidak bisa mengontrol perubahan iklim, maka kita pasrah dan berusaha beradaptasi saja. Jadi, kita beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Ini adalah pendekatan yang mengandalkan ilusi,” tukasnya lagi.
Laporan IPCC akan menjadi peringatan keras bagi hampir semua negara, betapa kebijakan kecil tidak lagi cukupuntuk menangkal bencana iklim. "Anda tidak hanya bisa mengandalkan perubahan kecil,” kata, ilmuwan iklim IPCC, Debra Roberts. "Anda membutuhkan perubahan yang sistematis.”