Panel Internasional Tolak Gugatan Terhadap Indonesia
9 Desember 2016
Sebuah mahkamah internasional menolak gugatan Churchill Mining PLC yang menuntut ganti rugi 1,3 miliar dolar AS dari Indonesia karena penghentian pertambangan batubaranya di Kalimantan Timur.
Iklan
Panel Badan Penyelesaian Perselisihan Investasi ICSID (Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berafiliasi ke Bank Dunia menolak gugatan ganti rugi Churchill Mining terhadap pemerintah Indonesia. Sebaliknya, perusahaan itu diharuskan membayar biaya arbitrase dan ongkos-ongkos lain senilai sekitar 9,5 juta dolar AS.
Kasus ini bermula dari pencabutan izin eksplorasi batu bara perusahaan pertambangan Ridlatama Group yang diakuisisi oleh Churchill Mining tahun 2008. Ridlatama mengantongi empat izin eksplorasi tambang batu bara, dengan syarat pengelolanya harus perusahaan lokal. Ternyata Ridlatama menjual 75 persen sahamnya secara diam-diam kepada Churchill Mining.
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kemudian mencabut izin eksplorasi itu dan menuduh Ridlatama memalsukan dokumen-dokumen untuk penjualan sahamnya. Polisi sempat memeriksa kantor Churchill Mining di jakarta dan menyita dokumen-dokumen.
Churchill Mining kemudian membawa kasus itu ke pengadilan arbitrase internasional ICSID tahun 2012 dan menuntut ganti rugi 1,1 miliar dolar AS.
Tapi ICSID dalam putusannya hari Rabu (07/12) menolak gugatan Churchill Mining dan sebaliknya mengharuskan perusahaan itu membayar ongkos perkara.
Dalam putusan setebal 210 halaman itu, ICSID mengatakan semua 34 izin dan berkas-berkas terkait untuk pertambangan di Kutai Timur adalah palsu. Tetapi tidak ada pegawai Churchill Mining yang terlibat dalam pemalsuan dokumen.
Direktur Utama Chruchill Mining, David Quinlivan mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan putusan panel. "Pihak Indonesia dulu selalu mengatakan dokumen-dokumen izin eksplorasi itu asli dan ada tandatangannya. Sulit dimengerti, bagaimana panel bisa mengatakan dokumennya palsu", kata Quinlivan.
ICSID adalah lembaga arbitrase internasional Bank Dunia yang dibentuk tahun 1965 untuk menyelesaikan sengketa-sengketa investasi.
Lingkaran Setan Energi Batu Bara
Batu bara adalah energi murah yang dibutuhkan setiap negara berkembang untuk menggerakkan roda produksi dan menjamin pertumbuhan ekonomi. Tapi ironisnya batu bara juga bisa menggerogoti kemakmuran yang telah dicapai.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Energi Murah
Energi adalah syarat utama kemakmuran. Terjaminnya pasokan listrik dan bahan bakar tidak cuma menggerakkan roda produksi, tetapi juga menambah kualitas hidup masyarakat. Tidak ada negara yang menikmati kemajuan pesat tanpa mengandalkan energi murah di fase awal pertumbuhan. Pada saat itulah batu bara berperan besar.
Foto: picture-alliance/AP/M. Meissner
Kilau Batu Bara
Batu bara adalah jenis sumber energi paling murah saat ini. Produksinya yang padat karya dan menyediakan banyak lapangan kerja membuat batu bara sering dilirik negara-negara berkembang dan bahkan industri maju. Selama lebih dari satu abad Cina menggerakkan roda produksinya dengan mengandalkan batu bara. Energi dan tenaga kerja yang murah adalah kunci keberhasilan negeri tirai bambu itu.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Dahaga Batuan Hitam
Sejak tahun 2001, Cina menggandakan produksi batu bara dari satu milyar ton menjadi hampir empat miyar ton per tahun. Sebagian besar cadangan batu bara Cina digunakan untuk pembangkit listrik, industri dan buat energi panas untuk rumah tangga. Saat ini lebih dari 60% produksi listrik di Cina mengandalkan batu bara.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Dua Wajah Batu Bara
Tapi energi murah ibarat dua sisi mata uang. Pembakaran bahan bakar fossil di Cina menciptakan masalah polusi udara yang ironisnya mengancam kemakmuran yang telah tercapai. Sebuah studi tahun 2004 menyebut polusi di Cina mencatat kerugian sebesar 3% dari ekonomi nasional. Penelitian University of California tahun 2015 bahkan menyebut 1,6 juta orang meninggal dunia setiap tahun akibat polusi udara
Foto: Reuters/A. Song
Energi Menjawab Kemiskinan
Kini India berniat mengambil jalan serupa. Lebih dari 300 juta penduduk India hidup tanpa akses listrik dan 840 juta orang masih menggunakan bahan bakar organik untuk memasak semisal kayu bakar atau kotoran sapi yang telah dikeringkan. Pertumbuhan ekonomi juga cendrung terhambat oleh minimnya infrastruktur energi dan transportasi. Saat ini perekonomian India cuma tumbuh 5% per tahun.
Foto: Dibyangshu Sarkar/AFP/Getty Images
India Haus Bahan Bakar
Sebab itu pemerintah India menggenjot konsumsi batu bara untuk memproduksi energi. Tahun 2012 silam sekitar 45% kebutuhan energi dan 75% produksi listrik mengandalkan batu bara. Diyakini selama 25 tahun ke depan permintaan energi India akan meningkat sebanyak 4% setiap tahun. International Energy Agency memperkirakan konsumsi energi India akan menyamai Eropa tahun 2040.
Foto: picture-alliance/dpa/Jaipal Singh
Rencana Besar New Delhi
India tercatat sebagai negara pengimpor batu bara terbesar kedua di dunia setelah Cina. Oktober silam pemerintah memublikasikan peta energi berbasis batu bara paling agresif di dunia. Sebanyak 600 pembangkit listrik berbasis batu bara dengan kapasitas 300 Gigawatt akan dibangun. Hingga tahun 2020 mendatang, India ingin menggenjot kapasitas produksi batu bara menjadi satu milyar ton per tahun
Foto: MANAN VATSYAYANA/AFP/Getty Images
Racun di Udara
Saat ini pun India telah kelimpungan menghadapi polusi udara. Awal November, New Delhi misalnya mencatat kualitas udara terburuk dalam sejarah. Catatan serupa bisa ditemukan di Chandrapur, sebuah kawasan industri berbasis batu bara. Studi WHO 2014 silam menyebut hingga 627.000 kematian prematur di India disebabkan oleh penyakit pernafasan akibat polusi udara.
Foto: Getty Images/D.Faget
Arus Balik di Cina
Sejak 2005 silam pemerintah Cina mulai melirik energi terbarukan sebagai motor ekonomi. Tahun lalu saja Beijing mengucurkan dana investasi senilai 103 milyar Dollar AS ke sektor energi terbarukan. Saat ini produksi energi hijau di Cina mampu menutupi sekitar 23% kebutuhan energi nasional. Tidak ada negara lain yang lebih agresif menggenjot produksi energi hijau ketimbang Cina.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Chinatopix
Siklus Maut
India masih mengandalkan batu bara seperti Cina 10 tahun silam. Pasalnya dengan harga energi terbarukan yang masih tinggi, New Delhi tidak punya pilihan selain membakar batu bara untuk menjamin pasokan energi buat penduduk. Tapi cepat atau lambat, polusi yang disebabkan konsumsi batu bara akan mulai menggerogoti kemakmuran, dan hingga saat itu India sudah harus menyiapkan sumber energi alternatif