1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAfrika

Panel PBB-Etiopia Akan Keluarkan Laporan Pelanggaran Tigray

3 November 2021

Laporan tentang pelanggaran perang di wilayah Tigray utara Etiopia akan diterbitkan hari ini Rabu (03/11). Ada tuduhan luas tentang pemerkosaan geng, pembunuhan massal warga sipil, dan pemblokiran bantuan kemanusiaan.

Tentara Etiopia
Tentara pemerintah Etiopia naik di belakang truk dalam perjalanan menuju Abi Adi, di wilayah Tigray di Etiopia utaraFoto: Ben Curtis/AP Photo/picture alliance

Laporan investigasi bersama oleh Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komisi Hak Asasi Manusia Etiopia yang ditunjuk negara bertujuan untuk mendokumentasikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia, hukum kemanusiaan dan pengungsi yang dilakukan oleh semua pihak dalam konflik di Tigray.

Ada tuduhan luas terhadap tentara Etiopia dan sekutunya Eritrea, melakukan pemerkosaan oleh geng, pembunuhan massal terhadap warga sipil, dan tuduhan memblokir bantuan kemanusiaan. Ada juga tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan beramai-ramai oleh pasukan Tigray.

Laporan dianggap tidak obyektif dan keliru

Pemerintah membantah memblokir bantuan dan mengatakan tentara yang bersalah telah diadili untuk pelanggaran-pelanggaran, meski tanpa memberikan rincian. Namun, Eritrea membantah melakukan pelanggaran.

Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) yang menguasai sebagian besar Tigray, mengatakan beberapa kelompok "penjaga" Tigrayan mungkin telah melakukan pelanggaran tetapi pasukan formalnya sendiri tidak bertanggung jawab.

Konflik telah menjerumuskan sekitar 400.000 orang di Tigray ke dalam kelaparan, menewaskan ribuan warga sipil dan memaksa lebih dari 2,5 juta orang di Etiopia utara mengungsi.

Kepala HAM PBB Michelle Bachelet pada Maret menyetujui permintaan Etiopia untuk penyelidikan bersama di Tigray. Dia mengatakan bahwa kemungkinan telah dilakukan kejahatan perang.

Namun laporan 100 halaman ini diragukan obyektifitasnya. Pasalnya, investigasi melibatkan salah satu pihak dari kelompok yang sedang bertikai. Juga ketidakpercayaan terhadap Etiopia makin dalam, setelah bulan lalu pemerintah di Addis Abeba mendeportasi tujuh pejabat PBB, seorang di antaranya adalah penyelidik dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR). 

Keraguan akan imparsialitas laporan

Pemerintah Etiopia juga melarang hampir semua kelompok "watchdog" hak asasi manusia, termasuk Human Right Watch dan Amnesty International memasuki negara itu. Selain itu Addis Abeba menutup akses media internasional ke negaranya.

Juru bicara TPLF Getachew Reda mengatakan dalam cuitannya di twitter, para penyelidik belum mengunjungi banyak lokasi di Tigray di mana pembunuhan massal diduga terjadi.

Dia mengatakan laporan itu akan salah karenanya, dan karena para penyelidik tidak melibatkan semua pihak dalam perang.

"Mereka membuat kita tidak tahu apa-apa," katanya.

Belum jelas apakah temuan dari laporan tersebut dapat menjadi dasar untuk tindakan hukum. Etiopia bukan anggota Pengadilan Kriminal Internasional, sehingga pengadilan tidak memiliki yurisdiksi. 

Keadaan darurat Etiopia

Kabinet Etiopia pada Selasa (02/11) mengumumkan keadaan darurat nasional setelah pejuang dari provinsi utara Tigray mengklaim telah merebut dua kota strategis.

Keadaan darurat berlaku dan akan berlangsung selama enam bulan. Ini akan memungkinkan pemerintah untuk memberlakukan jam malam, mengizinkan wajib militer "setiap warga usia militer yang memiliki senjata" atau menutup media yang diyakini "memberikan dukungan moral secara langsung atau tidak langsung" kepada para pejuang Tigrayan.

Pada Selasa (02/11), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan "untuk segera menghentikan permusuhan, (membuka) akses kemanusiaan yang tidak terbatas untuk memberikan bantuan penyelamatan jiwa yang mendesak, dan dialog nasional yang inklusif untuk menyelesaikan krisis ini dan menciptakan landasan bagi perdamaian dan stabilitas di seluruh negeri, " menurut juru bicara, Stephane Dujarric.

AS jatuhkan sanksi perdagangan kepada pemerintah Etiopia

Presiden AS Joe Biden memutuskan untuk mengeluarkan Etiopia dari program perdagangan bebas AS, akibat kegagalan pemerintah negara itu untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir satu tahun.

Biden mengatakan, perang di wilayah Tigray telah menyebabkan "pelanggaran berat" terhadap hak asasi manusia.

Program ini mengharuskan negara-negara yang terlibat, untuk menghilangkan hambatan perdagangan dan investasi AS, serta membuat kemajuan menuju pluralisme politik. Namun, sanksi bagi Etiopia itu baru akan berlaku pada 1 Januari tahun depan.

Pengumuman Biden bertepatan dengan pernyataan utusan AS untuk Tanduk Afrika, Jeffrey Feltman, yang mengatakan, pihak-pihak dalam konflik "tampaknya tidak mendekati" gencatan senjata atau penyelesaian. Feltman menyebut kondisi kemanusiaan di Tigray "tidak dapat diterima."

Utusan AS itu juga menekankan kepada TPLF bahwa AS menentang pergerakan mereka di Etiopia.

"Biar saya perjelas: Kami menentang setiap gerakan TPLF ke Addis atau gerakan TPLF apa pun untuk mengepung Addis," katanya. "Ini adalah pesan yang juga kami tekankan dalam keterlibatan kami dengan para pemimpin TPLF."

pkp/as (AFP, Reuters, dpa, AP)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait