1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiMesir

Pangkas Subsidi Roti, Mesir Pertaruhkan Gejolak Sosial

10 Agustus 2021

Mesir berencana mengurangi subsidi dan menaikkan harga roti untuk pertamakali dalam 44 tahun. Terakhir kali harga roti meroket, seisi negeri dilanda kerusuhan yang baru berakhir ketika subsidi kembali diberlakukan

Penduduk mengantre membeli roti di sebuah pojok Kairo, Mesir.
Penduduk mengantre membeli roti di sebuah pojok Kairo, Mesir.Foto: Reuters/M. Abd El Ghany

Rencana pemerintah menaikkan harga roti untuk pertamakali sejak 1977 pada pekan ini membuat gamang warga Mesir. 

"Bagaimana saya bisa makan?,” kata Wafaa Bakar, penduduk Shubra el-Kheima, sebuah pemukiman buruh di pinggiran ibu kota Kairo. "Bagaimana kami bisa membayar sekolah keponakan yan ditinggal mati ayahnya?”

Sekitar 30% persen warga Mesir berpenghasilan kurang dari Rp 800 ribu per bulan. Dalam urusan pangan utama yakni roti, mereka selama ini dibantu subsidi yang dikucurkan pemerintah sejak dekade 1960an. Sudah begitu pun, kebanyakan masih kewalahan memenuhi kebutuhan listrik atau air bersih.

"Harga sepotong roti tersubsidi adalah batas merah. Ada banyak janda dan anak yatim yang tidak punya pemasukan tetap,” kata Ahmad Saeed, seorang warga Kairo lain.

Upah minimum nasional di Mesir sejatinya berkisar 2.400 Pound atau setara Rp 2,1 juta per bulan. Namun regulasi tersebut jarang ditegakkan di sektor informal yang menghidupi sepertiga penduduk. 

Mesir saat ini berkewajiban merestrukturisasi anggaran negara dan perekonomian sesuai perjanjian utang, antara lain dengan Dana Moneter Internasional. Salah satu tuntutannya adalah mencabut subsidi energi atau bahan pangan.

Mesir termasuk negara dengan tingkat utang eksternal tertinggi di Afrika.

Restrukturisasi anggaran

Selama ini Kairo berhati-hati untuk tidak mencabut subsidi roti lantaran mengkhawatirkan amarah penduduk. Sejarah mencatat, pada 1977, kerusuhan massal melanda Mesir ketika Presiden Anwar Sadat menaikkan harga roti. Kisruh baru mereda ketika subsidi batal dicabut.

Saat ini Mesir sedang menghadapi defisit anggaran yang diperparah oleh pandemi corona. Pada 2016 lalu, Kairo menyepakati pinjaman senilai 12 miliar Dollar AS dengan IMF, dengan syarat pengetatan anggaran dan pencabutan subsidi.

Negeri di tepi Sungai Nil itu baru tergerak ketika harga gandum global berfluktuasi lantaran ketidakjelasan suplai dan pasokan di tengah pandemi. Kenaikan harga gandum global ini ikut membengkakkan anggaran subdisdi. Mesir merupakan pengimpor gandum terbesar di dunia.

"Sudah waktunya bagi harga roti untuk naik,” kata Presiden Abdel Fattah al Sisi dalam sebuah pidato di televisi nasional, Selasa (10/8). 

Dia bersikeras, kenaikan harga akan bersifat moderat, sehingga tidak membebani warga miskin. "Adalah hal luar biasa untuk menjual 20 potong roti seharga sebatang rokok,” imbuhnya. Menurut laporan Reuters, Mesir menghabiskan 1,8 persen anggaran tahunan untuk membiayai subsidi roti.

Untuk menepati komitmen utang dengan IMF, Kairo sudah mengurangi subsidi listrik dan bahan bakar secara perlahan sejak beberapa tahun terakhir. Pada saat yang sama pemerintah menerbitkan skema bantuan tunai langsung untuk warga miskin.

Meski demikian, kenaikan harga roti dinilai tetap akan berdampak besar pada daya beli penduduk berpenghasilan rendah. 

"Kehidupan warga miskin banyak diringankan oleh subsidi roti. Kami tidak mampu menutupi kekurangan atau membayar kenaikan harga,” kata Sheikh Ibrahim Radwan, seorang iman masjid di utara Kairo.

rzn/as (rtr,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya