Panglima Militer Myanmar Ikut Konferensi Keamanan di Moskow
21 Juni 2021
Atas undangan Menteri Pertahanan Rusia, Panglima Militer Myanmar menghadiri konferensi keamanan di Moskow. Rusia adalah salah satu negara yang abstain dalam resolusi PBB untuk menghentikan kekerasan di Myanmar.
Iklan
Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, tiba di Moskow pada Minggu (20/06) untuk menghadiri konferensi keamanan. Ini menjadi perjalanan keduanya ke luar negeri sejak Hlaing merebut kekuasaan lewat kudeta.
Pemimpin militer itu hadir atas "undangan Menteri Pertahanan Rusia," demikian dilaporkan oleh media milik negara Myanmar, MRTV. Juga dilaporkan bahwa Hlaing "disambut" oleh duta besar Rusia untuk Myanmar di bandara.
Belum ada laporan rinci tentang berapa lama Hlaing akan berada di Rusia, yang merupakan negara sekutu dan pemasok senjata utama bagi militer Myanmar.
Kedutaan Myanmar di Rusia kemudian mengonfirmasi kedatangan Min Aung Hlaing ke kantor berita negara Rusia, RIA Novosti.
Rusia abstain soal resolusi PBB untuk Myanmar
Kunjungan Min Aung Hlaing dilakukan setelah Majelis Umum PBB mengambil langkah yang langka yakni menyerukan resolusi pada Jumat (18/06) agar negara-negara anggota "mencegah aliran senjata" ke Myanmar.
Resolusi yang pada akhirnya tidak sampai menyerukan embargo senjata global itu, juga menuntut agar militer "segera menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran damai."
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Tindakan keras pemerintah militer terhadap pengunjuk rasa yang menentang kudeta telah menewaskan sedikitnya 870 warga sipil, menurut kelompok pemantau lokal.
Resolusi disetujui oleh 119 negara, dengan 36 abstain termasuk Cina dan Rusia. Hanya satu negara yang menentangnya, yakni Belarus.
Min Aung Hlaing menghadiri pembicaraan tentang krisis Myanmar dengan para pemimpin dari 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta pada bulan April. Itu adalah perjalanan luar negeri pertamanya sejak merebut kekuasaan Myanmar lewat kudeta.
Pertemuan itu menghasilkan "lima poin konsensus" yang menyerukan "penghentian segera kekerasan" dan kunjungan ke Myanmar oleh utusan khusus regional.
Namun, sang jenderal mengatakan dalam wawancara televisi kemudian bahwa Myanmar belum siap untuk mengadopsi rencana tersebut.
Seorang utusan khusus belum ditunjuk, dan kekerasan terus berlanjut di seluruh negeri.