Kasus pembunuhan terhadap sejumlah pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga, Papua, menuai kembali pemikiran bagaimana seharusnya penyelesaian konflik berdarah di Bumi Cendrawasih.
Iklan
TNI dan Polri memburu orang-orang yang diduga melakukan pembunuhan terhadap pekerja konstruksi di provinsi Papua yang bergolak. Sebuah akun Facebook dengan akun TPNPB Special Operations Command - West Papua menyebutkan, kelompok bersenjata itu telah menewaskan 24 pekerja atas perintah komandan regional Ekianus Kogoya.
Sejauh ini, pemberitaan di Indonesia semuanya berasal dari satu nara sumber, yaitu aparat keamanan di Papua. Jurnalis tidak bisa meliput bebas di Papua, dan sejauh ini, aparat keamanan Indonesia sering terlibat dalam berbagai pelanggaram HAM di propinsi kaya sumber alam itu.
Di laman facebook TPNPB dimuat kronologi kasus Nduga versi mereka. Disebutkan, ada anggota TNI yang mendokumentasikan kegiatan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - TPNPB saat memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Papua ke 47 pada tanggal 1 Desember 2018 di markas Komando Daerah Pertahanan III Ndugama. Sehingga tanggal 02 Desember 2018 di bawah pimpinan Komandan Operasi Pemne Kogeya, dilakukan operasi di Kali Aworak, Kali Yigi dengan sasaran anggota TNI Denzipur yang menyamar sebagai pekerja dan menangani pembangunan Jembatan Kali Aworak, Kali Yigi, di Pos TNI Distrik Mbua. Dalam serangan ini Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat KODAP III Ndugama menewaskan 24 orang anggota TNI yang menyamar sebagai pekerja.
Aktivis HAM Papua, Victor Mambor, mengaku telah mengecek ke pihak TPNPB dan mengatakan mereka sudah lama memantau orang-orang yang bekerja di proyek pembangunan di lokasi tersebut, "Menurut mereka, para pekerja itu adalah tentara, bukan pekerja biasa. Jadi mereka meminta agar agar rekaman dihapus, namun tidak mau, jadi diangkat. Malah katanya ada yang mengambil pistol, jadi dibawa orang-orang itu semua."
Rabu (05/12), sekitar 150 personil militer memfokuskan operasi perburuan mereka di Nduga, sebuah daerah pegunungan terpencil di mana kontraktor milik negara telah membangun jembatan dan jalan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan fasilitas infrastruktur.
Di Jakarta, Presiden Indonesia Joko Widodo mendukung perburuan orang-orang di belakang apa yang ia gambarkan sebagai pelaku penyerangan. Dikutip dari siaran pers, Jokowi menegaskan kembali bahwa proyek pembangunan Papua akan terus berjalan. “Ini yang menyebabkan kadang-kadang misalnya sebuah proyek harus berhenti dulu (untuk dilanjutkan kemudian). Ya karena alamnya yang sangat sulit dan kadang-kadang keamanannya yang masih perlu perhatian sehingga yang bekerja di sana itu betul-betul bertaruh nyawa,” ujarnya.
Kopassus Dalam Pusaran Sejarah
Dalam sejarahnya Komando Pasukan Khsusus banyak terlibat menjaga keutuhan NKRI. Tapi di balik segudang prestasi, tersimpan aib yang menyeret Kopassus dalam jerat pelanggaran HAM.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Heroisme Baret Merah
Tidak ada kekuatan tempur lain milik TNI yang memancing imajinasi heroik sekental Kopassus. Sejak didirikan pada 16 April 1952 buat menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan, satuan elit Angkatan Darat ini sudah berulangkali terlibat dalam operasi mengamankan NKRI.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Kecil dan Mematikan
Dalam strukturnya yang unik, Kopassus selalu beroperasi dalam satuan kecil dengan mengandalkan serangan cepat dan mematikan. Pasukan elit ini biasanya melakukan tugas penyusupan, pengintaian, penyerbuan, anti terorisme dan berbagai jenis perang non konvensional lain. Untuk itu setiap prajurit Kopassus dibekali kemampuan tempur yang tinggi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mendunia Lewat Woyla
Nama Kopassus pertamakali dikenal oleh dunia internasional setelah sukses membebaskan 57 sandera dalam drama pembajakan pesawat Garuda 206 oleh kelompok ekstremis Islam, Komando Jihad, tahun 1981. Sejak saat itu Kopassus sering dilibatkan dalam operasi anti terorisme di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu pasukan elit paling mumpuni di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Terjun Saat Bencana
Segudang prestasi Kopassus membuat prajurit elit Indonesia itu banyak dilirik negeri jiran untuk mengikuti latihan bersama, di antaranya Myanmar, Brunei dan Filipina. Tapi tidak selamanya Kopassus cuma diterjunkan dalam misi rahasia. Tidak jarang Kopassus ikut membantu penanggulangan bencana alam di Indonesia, seperti banjir, gempa bumi atau bahkan kebakaran hutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Nila di Tanah Seroja
Namun begitu Kopassus bukan tanpa dosa. Selama gejolak di Timor Leste misalnya, pasukan elit TNI ini sering dikaitkan dengan pelanggaran HAM berat. Tahun 1975 lima wartawan Australia diduga tewas ditembak prajurit Kopassus di kota Balibo, Timor Leste. Kasus yang kemudian dikenal dengan sebutan Balibo Five itu kemudian diseret ke ranah hukum dan masih belum menemukan kejelasan hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Pengawal Tahta Penguasa
Jelang runtuhnya ejim Orde Baru, Kopassus mulai terseret arus politik dan perlahan berubah dari alat negara menjadi abdi penguasa. Pasukan elit yang saat itu dipimpin oleh Prabowo Subianto ini antara lain dituding menculik belasan mahasiswa dan menyulut kerusuhan massal pada bulan Mei 1998.
Foto: picture-alliance/dpa
Serambi Berdarah
Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan dan hingga 12.000 orang tewas selama operasi militer TNI di Aceh antara 1990-1998. Sebagaimana lazimnya, prajurit Kopassus berada di garda terdepan dalam perang melawan Gerakan Aceh Merdeka itu. Sayangnya hingga kini belum ada kelanjutan hukum mengenai kasus pelanggaran HAM di Aceh.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Neraka di Papua
Papua adalah kasus lain yang menyeret Kopasus dalam jerat HAM. Berbagai kasus pembunuhan aktivis lokal dialamatkan pada prajurit baret merah, termasuk diantaranya pembunuhan terhadap Theys Eluay, mantan ketua Presidium Dewan Papua. Tahun 2009 silam organisasi HAM, Human Rights Watch, menerbitkan laporan yang berisikan dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil oleh Kopassus.
Foto: Getty Images/AFP/A.Berry
8 foto1 | 8
AI: Pastikan penghormatan HAM
Menanggapi pembunuhan puluhan pekerja konstruksi oleh kelompok bersenjata di Kabupaten Nduga, Papua, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pihak berwenang harus melakukan investigasi yang cepat, menyeluruh, independen dan tidak memihak terhadap serangan tersebut, serta memastikan bahwa semua yang terlibat harus dibawa ke pengadilan lewat proses yang adil, tanpa harus berujung pada hukuman mati:.
"Amnesty International sadar akan kondisi lapangan yang kompleks di mana aparat penegak hukum sering berada di situasi berbahaya ketika melaksanakan tugas mereka di wilayah Papua. Namun, bahkan dalam situasi seperti itu, aparat penegak hukum harus memastikan penghormatan penuh terhadap hukum hak asasi manusia internasional, termasuk perlindungan terhadap hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan, dan harus mengikuti standar internasional tentang penggunaan kekuatan di setiap saat," tandas Hamid.
Ditambahkan Usman Hamid, kegagalan untuk menghormati hak asasi manusia akan berkontribusi pada siklus permusuhan dan kekerasan yang semakin meningkat dengan risiko lebih banyak nyawa yang hilang maupun dalam bahaya - termasuk risiko bagi aparatpenegak hukum. " Indonesia semestinya merujuk pada kebijakan menghadapi situasi serupa di Aceh, dengan mengedepankan jalan non-militer, yang terbukti mengakhiri konflik bersenjata dan mencegah jatuhnya banyak korban sipil.”
Polemik Emas Ilegal dari Limbah Freeport
Ribuan penduduk mengais emas dari limbah tambang Freeport di Timika. Pemerintah ingin menutup kegiatan ilegal itu karena memicu kerusakan lingkungan. Tapi banyak oknum yang terlanjur menikmati bisnis gelap tersebut
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Tambang Ilegal di Aikwa
Penambang emas mendulang emas di sungai Aikwa di Timika, Papua. Meski banyak penduduk suku Kamoro yang masih berusaha mencari uang sebagai nelayan, kegiatan penambangan emas merusak dasar sungai yang kemudian memangkas populasi ikan di sungai Aikwa.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Emas Punya Siapa?
Sejumlah penduduk bahkan datang dari jauh untuk menambang emas di sungai Aikwa. Indonesia memproduksi emas yang mendatangkan keuntungan senilai 70 miliar Dollar AS setahun, atau sekitar 900 triliun Rupiah. Tapi hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati penduduk lokal.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Buruh Papua Mencari Kerja
Kebanyakan penduduk asli setempat telah terusir oleh kegiatan perluasan tambang. Saat ini Freeport mengaku memiliki hampir 30.000 pegawai, sekitar 30% berasal dari Papua, sementara 68% dari wilayah lain di Indonesia dan kurang dari 2% adalah warga asing. Berkat tekanan dari Jakarta, Freeport berniat menambah komposisi pekerja Papua menjadi 50%.
Foto: Getty Images/AFP/O. Rondonuwu
Sumber Kemakmuran
Tambang Grasberg adalah sumber emas terbesar di dunia dan cadangan tembaganya tercatat yang terbesar ketiga di dunia. Dari sekitar 238.000 ton mineral yang diolah setiap hari, Freeport memproduksi 1,3% emas, 3,4% perak dan 0,98 persen tembaga. Artinya tambang Grasberg menghasilkan sekitar 300 kilogram emas per hari.
Foto: Getty Images/AFP
Berjuta Limbah
Grasberg berada di dekat Puncak Jaya, gunung tertinggi di Indonesia. Setiap hari, tambang tersebut membuang sekitar 200.000 ton limbah ke sungai Aikwa. Pembuangan limbah tambah oleh Freeport ujung-ujungnya membuat alur sungai Aikwa menyempit dan dangkal.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Nilai Tak Seberapa
Setiap tahun sebagian kecil dari jutaan gram emas yang ditambang di Grasberg terbuang ke sungai Aikwa dan akhirnya didulang oleh penduduk. Semakin ke hulu, maka semakin besar kemungkinan mendapatkan emas. Rata-rata penambang kecil di Aikwa bisa mendulang satu gram emas per hari, dengan nilai hingga Rp. 500.000.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Simalakama Penambangan Ilegal
Pertambangan rakyat di sungai Aikwa selama ini dihalangi oleh pemerintah. Tahun 2015 silam TNI dan Polri berniat memulangkan 12.000 penambang ilegal. Pemerintah Provinsi Papua bahkan berniat mengosongkan kawasan sungai dengan dalih bahaya longsor. Namun kebijakan tersebut dikritik karena menyebabkan pengangguran dan memicu ketegangan sosial.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Kerusakan Lingkungan
Asosiasi Pertambangan Rakyat Papua sempat mendesak pemerintah untuk melegalisasi dan menyediakan lahan bagi penambangan rakyat di sungai Aikwa. Freeport juga diminta melakukan hal serupa. Ketidakjelasan status hukum berulangkali memicu konflik antara kelompok penambang. Mereka juga ditengarai menggunakan air raksa dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang dampaknya ditanggung penduduk setempat
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Persaingan Timpang
Konflik antara penambang antara lain disebabkan persaingan yang timpang. Ketika penduduk lokal masih mengais emas dengan kuali atau wajan, banyak pendatang yang bekerja dengan mesin dan alat berat. Berbeda dengan penambang kecil, penambang berkocek tebal bisa meraup keuntungan hingga 10 juta Rupiah per hari.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Bisnis Gelap di Timika
Pertambangan rakyat di sungai Ajkwa turut menciptakan struktur ekonomi sendiri. Karena banyak pihak yang diuntungkan, termasuk bandar yang menampung hasil dulangan emas penduduk di Timika dan oknum pemerintah lokal yang menyewakan lahan penambangan secara ilegal. Situasi tersebut mempersulit upaya penertiban pertambangan rakyat di Papua. Penulis: Rizki Nugraha/ap (dari berbagai sumber)
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
10 foto1 | 10
Mengukur kebutuhan rakyat Papua
Militer lama ditengarai melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Papua termasuk pembunuhan di luar jalur hukum terhadap aktivis dan pemrotes yang damai. Pengamat militer Aris Santoso mengatakan aksi kekerasan dari kelompok sipil bersenjata di Nduga, bisa jadi merupakan respons atas tindakan elite Jakarta sebelumnya: "Kekerasan dibalas dengan kekerasan, sementara aspirasi rakyat Papua sendiri tidak diproses."
Pengamat masalah Papua, Made Supriatma menyebutkan pemerintah seharusnya memulai proses perdamaian dengan tidak menurut definisi Jakarta dalam mengangkat martabat Papua: "Kalau sekarang kita lihat orang Jakarta (termasuk Presiden Jokowi) percaya bahwa martabat orang Papua itu bisa dicapai dengan pembangunan, khususnya infrastruktur. Jakarta percaya, kalau isolasi daerah-daerah di Papua dibuka, ekonomi akan jalan, barang-barang akan murah, dan dari situ ekonomi akan tumbuh dan martabat orang Papua terangkat. Padahal, pembukaan infrastruktur itu juga berarti masuknya pesaing ekonomi. Mereka yang punya akses pasar lebih baik dari orang Papua. Makanya sekarang, kalau ditanya, siapa diuntungkan? Orang Papua akan mengatakan, infrastruktur itu bukan untuk kami."
Menurut Made pengembalian martabat itu bisa dimulai dengan menuntaskan semua persoalan HAM. Memberikan orang Papua keadilan yang menjadi haknya. Kemudian, perbaiki akses kesehatan. Lalu masih ada masih ada persoalan besar sebelum soal hak asasi manusia, yakni plesibt: "Tidak ada keadilan di sini. Mungkin tidak perlu mengulang Pepera. Tapi membuat semacam plsesibit, bukan menanyakan apakah Papua mau bergabung dengan RI tapi apakah mau otonomi yang lebih luas atau tidak. Kemudian, bagaimana otonomi itu akan dikelola, seharusnya buat saja plebisit soal itu.”
Berbagai sumber menyebutkan, Papua mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka pada tanggal tersebut pada tahun 1961. Indonesia mengambil alih wilayah kaya sumber daya alam itu dua tahun kemudian dan secara resmi menguasai Papua pada tahun 1969 dengan suara yang didukung PBB.
Mumi di Suku Dani Papua
Suku Dani di Papua mempunyai metode tersendiri dalam pemakaman jenazah. Di antaranya dengan mengawetkannya sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Pengawetan dengan pengasapan
Tradisi pemakaman jenazah di dunia berbeda-beda. Demikian pula tradisi yang dipegang teguh suku Dani di pelosok Papua. Mereka menggunakan metode pengasapan untuk mengawetkan jenazah nenek moyangnya.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Sang kepala suku
Di Desa Wogi, Wamena, kepala suku Dani, Eli Mabel tampak mengangkat jasad leluhurnya Agat Mamete Mabel, yang diawetkan. Jenazah yang digendong ini merupakan kepala suku yang pernah memimpin Desa Wogi di Wamena, sekitar 250 tahun yang lalu.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Jasadnya nyaris utuh
Jasad yang diawetkan nyaris utuh meskipun telah dilakukan berabad lalu. Tampak jenazah Agat Mamete Mabel yang diawetkan seperti mumi ini, terlihat kecil, menggelap dan menyusut, akibat proses pengawetan jenazah.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Penghormatan leluhur
Meskipun kini sudah tak lagi melakukan pengawetan jenazah dengan teknik pengasapan, suku Dani masih menyimpan beberapa mumi yang diyakini sudah berusia ratusan tahun. Mereka menyimpannya sebagai bentuk penghormatan mendalam terhadap para leluhur mereka.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Melestarikan tradisi
Suku Dani terus melestarikan tradisi adat mereka. Misalnya perang antarsuku yang merupakan bagian dari seremonial adat. Seperti antara suku Lani dan Yali. Atraksi ini menarik perhatian para wisatawan mancanegara.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Penguasa Lembah baliem
Warga suku Dani dan suku-suku lain di sekitarnya diketahui berada di Lembah Baliem sekitar ratusan tahun lalu. Banyak eksplorasi di dataran tinggi pedalaman Papua dilakukan. Salah satu di antaranya ekspedisi Lorentz pada tahun 1909-1910. Namun kontak pertama dilakukan pakar Amerika Serikat, Richard Archbold, saat melakukan ekspedisi ke bumi Papua pada tahun 1938. Ed ap/vlz (berbagai sumber)