Di Jakarta dan Bandung digelar upacara megah memperingati 60 tahun Konferensi Asia-Afrika. Apa relevansi Gerakan Non Blok yang digagas Nehru, Tito, Nasser dan Soekarno masa kini? Kolom Hendra Pasuhuk.
Iklan
Konferensi Asia Afrika digelar Soekarno 60 tahun lalu dengan tujuan ambisius. Lihat saja deklarasinya, yang kemudian dikenal sebagai Dasa Sila Bandung. Isinya antara lain: Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB; Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa; Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.
Tahun 1955, delegasi dari 29 negara bertemu di Bandung. Mereka tidak mau berpihak pada blok atau kekuatan besar tertentu. Ketika itu, dunia sedang pecah antara blok Barat, dipimpin Amerika Serikat, dan blok Timur, dipimpin Uni Soviet. Kubu negara-negara Asia-Afrika ini ingin mencari jalan ketiga, dan tidak mau terlibat dalam konflik besar Barat-Timur yang sedang membayang.
Konferensi di Bandung dihadiri kepala-kepala negara dan tokoh-tokoh politik ternama. Sebut saja Gamal Abdul Nasser dari Mesir, Nyerere dari Tanzania dan Nehru dari India. Pidato pembukaannya disampaikan oleh Zhou Enlai, Perdana Menteri Republik Rakyat Cina saat itu.
Semangat Bandung
Di akhir konferensi, Presiden Soekarno dengan penuh semangat menyatakan: “Di mana-mana orang berbicara tentang 'Semangat Bandung'. Dan setiap kali mendengar itu, yakin lah: ini bukan hanya semangat, ini merupakan sebuah kekuatan. Ini kekuatan dari Bandung, ini kekuatan persatuan negara-negara Asia Afrika. Ini merupakan kekuatan kemerdekaan.”
Konferensi Asia Afrika di Bandung menegaskan penolakan terhadap penjajahan dan perlombaan persenjataan. KTT ini juga menuntut agar semua negara diperlakukan dengan sama rata.
Sekarang, 60 tahun kemudian, pernyataan-pernyataan KAA 1955 terasa seperti teriakan seorang idealis. Pada praksisnya, Indonesia sendiri bergerak jauh dari situ. Tahun 1965, sepuluh tahun kemudian, rejim Orde Baru menggalang aksi pembantaian terbesar dalam sejarah Asia. Ratusan ribu orang terbunuh, ditahan dan disiksa, dibuang ke pengasingan.
Tahun 1975, Indonesia menginvasi Timor-Timur. Di Aceh dan Papua, hak-hak asasi manusia diinjak-injak, warganya ditindas dan dibunuhi. Kini masa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh sudah berakhir. Tapi di Papua, tentara tetap menguasai setiap gerak-gerik warganya yang dianggap melenceng dari tujuan NKRI. Jika perlu dengan kekuatan senjata, seperti yang terjadi dalam kasus penembakan di Paniai. Hingga kini, tanpa tindak lanjut dan pengusutan.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
14 foto1 | 14
Papua lebih dekat daripada Palestina
Tahun 2011 di Nusa Dua, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga memperingati 50 tahu Gerakan non Blok. Gerakan ini "Harus dapat menjadi kontributor utama dalam pembangunan politik untuk mempromosikan demokrasi dan juga pengembangan pemerintahan yang baik," tandas Presiden SBY kala itu. Pemerintahannya, sekarang kita tahu, digerogoti dan membusuk dari dalam oleh berbagai kasus mega korupsi.
Lalu, apa relevansi peringatan 60 tahun Konferensi KAA bagi pemerintahan Jokowi? Mengapa mereka mau mengeluarkan begitu banyak dana untuk perayaan ini? Bisakah Indonesia menggalang diplomasi internasional untuk perdamaian dan penghormatan hak asasi? Mampukah Indonesia jadi negara bermartabat, dan pada saat yang sama mengeksekusi pembantu rumah tangga yang kepergok menyelundupkan narkoba, dan mencap dia sebagai gembong sindikat narkoba yang berbahaya?
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dilontarkan. Memang bagus mendukung kemerdekaan Palestina. Tapi Papua jauh lebih dekat, dan mendesak.