1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Olahraga

Akankah Hooligans Rusia jadi Ancaman?

13 Juni 2018

Citra pendukung sepakbola Rusia di dunia barat tergolong negatif, terutama setelah kerusuhan di kota Marseille selama Piala Eropa 2016. Ketika itu, seorang polisi Perancis dikeroyok secara brutal.

UEFA EURO 2016 England - Russland
Foto: Reuters/Y. Herman

Di Rusia sendiri, aparat keamanan terjun mengawasi kelompok-kelompok fans dengan ketat, khususnya menjelang penyelenggaraan Piala Dunia. "Sebelumnya, kelompok fans masih sering berkomunikasi dengan polisi. Namun saat ini situasinya sudah lain", kata Ketua Persatuan Fans Rusia Aleksandr Shprygin kepada DW.

Fenomena hooliganisme di stadion sepakbola sudah ada di Rusia sejak tahun 1970-an. Ketika Uni Soviet runtuh akhir 1990-an, jumlah fans fanatik sepakbola meningkat, termasuk mereka yang sering terilibat dalam perkelahian massal. Baku hantam massal antara kelompok ultras adalah pemandangan biasa di pusat-pusat kota Rusia pada saat itu.

"Gerakan fans mencapai titik puncaknya sekitar pergantian abad," tutur Shprygin. Pada saat yang sama, pemerintah Rusia mulai membentuk otoritas anti-ekstremisme dalam olahraga untuk mengatasi masalah hooliganisme, katanya.

Proses pidana pertama digelar setelah perkelahian massal antara fans dari klub Moskow Spartak dan fans dari CSKA akhir Januari 2016. Sebelumnya, fans yang terlibat perkelahian biasanya hanya dikenakan hukuman denda.

Alexander Schprygin, Presiden Persatuan Fans Sepakbola RusiaFoto: Vitaliy Bezrukih/Sputnik/dpa

Didekati pemerintah

Dalam bukunya "All the Kremlin's Men," wartawan Rusia Mikhail Zygar menggambarkan hubungan antara kelompok fans sepakbola dan gerakan pemuda pendukung pemerintahan Putin "Nashi" yang dipimpin oleh Vladislav Surkov. Mereka juga menjaga hubungan dekat dengan pemerintah.

Tapi setelah tahun 2005, situasinya berubah. Kelompok fans mulai menghindari pasukan keamanan. Mereka sering melakukan kegiatan di hutan di pinggiran kota, agar tidak terpantau aparat keamanan. Tradisi perkelahian mulai menyebar, biasanya diikuti 10 sampai 30 orang di satu kubu. Jadi yang terlibat perkelahian bisa mencapai 50 orang.

Tapi banyak juga fans yang menghindari kekerasan dan hanya ingin menikmati pertandingan sepakbola. Organsisasi dan koordinasi antar kelompok fans juga menjadi lebih baik.

"Menteri olahraga selalu berhubungan dengan kami, dan Persatuan Fans Rusia ketika itu dimasukkan menjadi bagian dari Federasi Sepakbola Rusia. Putin bertemu dengan kami dua kali, bahkan presiden UEFA dan FIFA datang untuk bertemu dengan kami. Saya sendiri bagian dari panitia penyelenggara untuk Piala Dunia 2018 di Moskow, "kata Shprygin.

Kerusuhan Marseille jadi titik balik

Menurut Shprygin, peristiwa yang terjadi di Marseille pada musim panas 2016 menjadi sebuah  titik balik. "Persatuan Fans Rusia ketika itu bertanggung jawab atas perilaku penggemar sepakbola Rusia di Perancis. Kami dikeluarkan dari Federasi Sepakbola Rusia," tuturnya.

Seiring dengan itu, badan anti ekstremisme dan dinas rahasia Rusia FSB juga melakukan pertemuan dengan beberapa kelompok fans sepakbola untuk membahas langkah-langkah pencegahan Hooliganisme.

Namun Aleksandr Shprygin berpendapat, citra buruk para fans sepakbola Rusia juga berkaitan dengan trend yang sedang berkembang. Banyak kelompok fans sepakblola yang memang ingin terjadi perkelahian dan sengaja merencanakan itu. Mereka menganggap, dalam kerumunan orang mereka akan sulit dilacak dan ditangkap, sehingga mereka lebih berani  beraksi di keramaian

Menjelang penyelenggaraan Piala Dunia 2018, para fans yang dikenal cenderung melakukan kekerasan mendapat peringatan dari polisi, bahkan banyak juga yang dilarang bepergian. Pemerintah Rusia tidak ingin ada gangguan dalam pelaksanaan ajang olahraga akbar ini.

Anastassia Boutsko/hp/as