Rahman Tolleng adalah legenda di kalangan aktivis politik Indonesia. Kepada Deutsche Welle ia menyampaikan pandangan tentang tugas Sosialisme, problem oligarki dan Sri Mulyani.
Iklan
Rahman Tolleng adalah kisah tentang cinta yang keras kepala. Tentang apa yang diinginkan dan tidak selalu tercapai. Ia terlibat dalam banyak momen penting Republik. Ia selalu bergerak karena ia punya cita-cita tentang Indonesia.
Sosoknya paradoks, ia adalah orang yang aktif sekaligus “tidak terlihat“. Rahman Tolleng tidak begitu suka tampil, ia sangat jarang bersedia diwawancara, meski pintunya selalu terbuka untuk diskusi politik.
Ya, politik adalah passion-nya, meski lebih banyak berakhir dengan kekecewaan.
Setelah ikut menjatuhkan Soekarno dan membidani orde baru, Rahman Tolleng berusaha mengubah dari dalam: ia bercita-cita membentuk Golkar menjadi partai modern.
“Tapi saya gagal, saya kalah...“ kata Rahman Tolleng menceritakan pergulatan politiknya di awal pembentukan orde baru kepada Deutsche Welle.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Deutsche Welle : Sebagai orang yang membidani orde baru apakah anda menyesal?
Rahman Tolleng : Saya tidak bisa dikatakan pendukung orde baru, ya saya ikut menegakkan tetapi dengan konsep yang berbeda. Konsep saya ingin membentuk organisasi politik menjadi partai modern, ideologis dan disiplin. Tapi yang berjalan kan konsepnya Soeharto. Saya gagal, saya kalah dalam banyak hal: misalnya dulu saya juga mengidamkan terjadinya dwi partai, sebuah partai pemerintah yang dipimpin oleh Soeharto dan partai-partai lama dibiarkan menjadi sebuah partai oposisi. Ide ini saya lemparkan melalui Ali Moertopo (Asisten Pribadi Presiden Soeharto-red), tapi Soeharto menolak.
DW : Ketika melontarkan ide ini, apakah anda dan kawan-kawan yang ingin memperbaharui Golkar mendapat cukup dukungan dari dalam?
Rahman Tolleng : Pada awalnya kami mendapat dukungan. Konsep itu saya lempar saat mewakili Golkar dalam pertemuan yang dihadiri Bakin, Golkar, ABRI. Saat itu saya uraikan bahwa Golkar ibarat satelit yang butuh bantuan agar bisa meluncur. Apa boleh buat bantuan ini berupa ABRI dan Birokrasi sebagai alat peluncur. Tapi kan seharusnya alat peluncur tidak ikut terus menerus. Saat satelit sudah berada di orbit, alat bantu itu harus dilepaskan: ABRI lepas, birokrasi juga lepas, agar Golkar menjadi partai politik modern. Tapi Jenderal Maraden Panggabean (Wakil Panglima AD-red) dalam sebuah kesempatan lain menanggapi ide itu dengan mengatakan: di sini ada orang-orang yang ingin memisahkan markas Golkar dari markas ABRI, dan ingin membuat markas sendiri. Karena itu kita harus berhati-hati. Saat itu, semua orang yang mengerti langsung melihat ke arah kami. Wah, kita sudah hancur lagi di situ…
Ilusi Kekayaan Alam Indonesia
Kekayaan alam Indonesia yang banyak dikumandangkan ternyata cuma ilusi belaka. Dari berbagai jenis komoditi mineral, jumlah cadangan dan produksi Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain
Foto: picture-alliance/dpa/Omer Saleem
1. Emas
Dari hampir 3000 ton emas yang diproduksi dunia per tahun, 450 ton di antaranya ditambang di Cina. Sementara Australia (274 ton), Rusia (247) dan Amerika Serikat (210) mengekor di lima besar. Adapun Indonesia berada di urutan ke-11 negara produsen emas terbesar di dunia dengan kapasitas produksi 69 ton per tahun.
Foto: Fotolia/Scanrail
2. Tembaga
Chile merajai pasar tembaga dunia. Saat ini negara di Amerika Selatan itu memproduksi 3,4 juta ton setiap tahunnya. Di peringkat kedua menyusul Cina, Peru dan Australia yang masing-masing memproduksi sekitar 1 juta ton per tahun. Adapun Indonesia berada di peringkat 11 dengan kapasitas produksi sekitar 400 ribu ton per tahun.
Foto: picture-alliance/dpa
3. Perak
Tahun 2014 silam Indonesia berada di urutan 15 dalam daftar negara produsen perak terbesar di dunia. Saat ini pasar perak masih dikuasai Meksiko dengan kapasitas 5.400 ton per tahun, disusul Cina (4.000 ton) dan Peru (3.500 ton). Sementara Australia dan Rusia melengkapi daftar lima besar.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Kalaene
4. Aluminium
Cina adalah produsen aluminium terbesar di dunia dengan kapasitas 24,5 juta ton per tahun. Sementara Rusia dan Kanada menguntit di belakang dengan jumlah produksi antara 3 hingga 3,5 juta ton setiap tahunnya. Adapun Indonesia yang 2014 silam memproduksi 250 ribu ton aluminium jauh tertinggal di posisi 24 .
Foto: dapd
5. Bauksit
Seperti pada banyak komodtas mineral lain, Australia dan Cina berada di urutan teratas. Untuk produksi bauksit (bauxit) misalnya, Australia mencatat kapasitas tahunan sebesar 81 juta ton, sementara Cina 47 juta ton. Brazil melengkapi daftar tiga besar dengan produksi 32,5 juta ton pada tahun 2014 silam. Adapun Indonesia berada di urutan 13 dengan kapasitas 500.000 ton per tahun.
Foto: Getty Images/AFP/M. Vatsyayana
6. Bijih Besi
Lagi-lagi Cina menempati posisi teratas untuk komoditas bijih besi dengan kapasitas produksi 1,5 milyar ton per tahun. Australia berada di tempat kedua dengan 660 juta ton yang diikuti Brazil dengan 320 juta ton. Adapun Indonesia berada di posisi 39 dengan jumlah produksi berada di kisaran 50 ribu ton per tahun.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Y. Fangping
7. Timah
Indonesia boleh lega karena memiliki cadangan timah yang termasuk tertinggi di dunia. Tahun 2014 silam, Indonesia tercatat sebagai produsen timah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Dari sekitar 300.000 ton produksi timah dunia, 125.000 diantaranya berasal dari Cina dan 95.000 diproduksi di Indonesia.
Foto: Steven Wassenaar
7 foto1 | 7
DW : Siapa yang paling keras menghantam ide pembaharuan anda ketika itu?
Rahman Tolleng : Ini juga diwarnai persaingan antar para Jenderal. Jadi itu konflik mereka, tapi konflik itu menggunakan atau menjadikan sasaran orang-orang seperti saya. Waktu itu ada Forum Jenderal, yang sebenarnya lebih banyak dipakai untuk menghantam Ali Moertopo dan Sudjono Humardani (Keduanya adalah Aspri Soeharto-red). Pada suatu ketika sehabis pertemuan Forum Jenderal, Ali Moertopo minta kami ngumpul, ia bilang ada sesuatu yang penting. Ali Moertopo menerangkan bahwa dia baru diserang habis-habisan karena dituduh menampung PSI (Partai Sosialis Indonesia-red). Ali Moertopo bilang bahwa ia dalam forum itu mengaku memang menampung PSI, tapi PSI yang baik. Bahkan dia balik menyerang para Jenderal lainnya yang juga menampung PSI yang justru beroposisi kepada pemerintah.
DW : Lalu apa yang terjadi?
Rahman Tolleng : Dalam pertemuan dengan kami itu, Ali Moertopo membuat lima kategori: PSI terbaik adalah PSI Rahman Tolleng. Nomor dua, PSI yang masih bisa kerjasama tapi tidak sepenuh hati yaitu PSI Widjodjo Nitisastro dan Emil Salim -- ketika itu saya pikir dia PSI kan saja semua orang hehe…PSI ketiga yaitu Soemitro Djojohadikoesoemo. PSI keempat yang sudah agak jauh yaitu Soedjatmoko dan Soebadio Sastrosatomo. Kemudian PSI kelima yang benar-benar sudah musuh yakni new left seperti Arief Budiman…
Rahman Tolleng adalah tokoh bawah tanah GMSOS, organisasi mahasiswa yang berafiliasi kepada partai terlarang PSI pada era `60-an. Setelah itu ia memimpin Mahasiswa Indonesia, mingguan yang ditopang jaringan intelektual, aktivis dan penulis yang mendukung ide Negara sekuler modern.
Profesor Robert W. Hefner, dalam buku Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia mencatat bahwa Rahman Tolleng adalah satu diantara pemikir paling brilian dari generasi `66. Dalam sebuah pleno DPR-GR tahun 1969, Rahman Tolleng mengusulkan agar Indonesia menerapkan sistem pemilu distrik. Gagasan itu kandas.
Pada puncak kekuasaan orde baru awal `90-an, Rahman Tolleng bersama Gus Dur, Marsillam Simanjuntak dan sejumlah tokoh lain mendirikan Forum Demokrasi yang mengambil sikap oposisi terhadap rejim. Ia ikut memberi saham pada perjuangan reformasi `98. Kini, Indonesia berubah. Tapi lagi-lagi tidak seperti yang ia bayangkan.
“Kita seolah berada dalam situasi statelessness atau tanpa Negara,” kata Rahman Tolleng.
Pemilih Pemula, Pemilih Cerdas
Sekitar 14 juta orang adalah pemilih potensial yang bakal memakai hak pilih untuk pertama kalinya dalam pemilu 2014. Sebuah jaringan pemuda menggagas ide untuk menarik minat generasi muda agar peduli akan pemilu.
Foto: Pingkan Irwin
Inisiator AyoVote
Bermula dari keprihatinan akan banyaknya anak muda yang apolitis, Pingkan Irwin, bersama kawannya berinisiatif membangun platform AyoVote untuk mendorong minat generasi muda pada politik.
Komunisasi lewat situs AyoVote
Dunia anak muda kerap diidentifikasikan dengan internet, termasuk jejaring sosial. Pingkan membangun platform AyoVote untuk komunikasi pendidikan politik kaum muda. AyoVote juga disebarluaskan melalui Twitter dan Facebook.
Foto: www.ayovote.com
Istilah dalam gambar
Lewat gambar-gambar menarik, istilah-istilah dalam pemilu diperkenalkan. Gambar-gambar semacam ini disebar pula lewat jejaring sosial, berikut penjelasan akan istilah-istilah pemilu.
Foto: Pingkan Irwin
“Are You Smarter Than Pingkan?”
Untuk memancing ide dan mengetahui sejauh mana wawasan anak muda akan pemilu, diciptakan juga berbagai permainan bertema pemilu, lewat video “Are You Smarter Than Pingkan?” Salah satu pertanyaannya seputar sejarah pemilihan umum di Indonesia.
Foto: Pingkan Irwin
Diskusi di keramaian
Salah satu bentuk kegiatan dari AyoVote adalah diskusi soal pemilu. Diskusi diadakan di tempat-tempat terbuka yang yang marak dengan kegiatan anak muda, misalnya pusat perbelanjaan kawula muda di Jakarta.
Foto: Pingkan Irwin
Suasana dan tempat nyaman
Untuk menggaet minat anak muda, penyajian acara pun harus menarik dan memberikan suasana yang nyaman.
Foto: Pingkan Irwin
Menjadi pemilih cerdas
Menjadi pemilih yang cerdas. Anak-anak muda diharapkan dapat memberi suaranya dengan tepat dalam Pemilu 2014 yang disebut sebagai era konsolidasi demokrasi.
Foto: Pingkan Irwin
7 foto1 | 7
DW : Bagaimana anda mendefiniskan politik anda hari ini, apakah anda masih Sosialis?
Rahman Tolleng : Dalam arti longgar, saya masih Sosialis. Longgar artinya tidak dogmatis lagi pada Marxisme, karena sudah banyak perubahan. Tetapi jurang antara kaya dan miskin sekarang kan tidak berubah, bahkan semakin dalam. Saya kira memperbaiki kehidupan rakyat miskin itu apakah bukan cita-cita Sosialisme? itu memang longgar. Tapi saya tidak akan memakai teori pertentangan kelas.
DW : Jadi tugas Sosialisme bagi anda kini adalah menyelesaikan masalah kemiskinan?
Rahman Tolleng : Ya antara lain itu. Tentu juga bagaimana supaya Kapitalisme dan Globalisasi lebih dijinakkan. Saya tidak menolak globalisasi, tidak menolak kapitalis. Kalau mau saya rumuskan, Sosialisme saya sekarang mungkin tergolong Liberal Sosialis: dekat dengan gagasan Carlos Roselli di Italia, yang mencoba memadukan gagasan Liberalisme dengan Sosialisme.
Wartawan senior Goenawan Mohamad lewat Catatan Pinggir merekam sosok Rahman Tolleng dalam "Mikropolitik": militansi dari aksi yang terbatas. Ia bukan rencana mengubah alam semesta berdasarkan wajah sendiri. Tapi ia tak takut kepada yang mustahil.
Keberanian pada yang mustahil dan cinta yang keras kepala pula yang membuat Rahman Tolleng tidak berhenti bergerak. Sistem politik Indonesia kini, kata dia adalah perkawinan antara demokrasi dengan oligarki, dan tugas dia sebagai seorang Sosialis adalah menghabisi oligarki.
Atas alasan itulah ia ikut mendirikan partai Serikat Rakyat Independen SRI. Ia menyebut ini gerakan revolusi dari atas yang ditempuh dengan cara mencari calon presiden yang jujur, tegas, menentang oligarki dan bukan bagian dari para oligark. Figur itu ia lihat ada pada sosok Sri Mulyani yang dianggap bisa membersihkan oligarki.
Sosialisme, bagi Rahman Tolleng bukan sekedar etik, tapi tindakan: sebuah operasi.
Catatan 3 Tahun Kepemimpinan Jokowi
Sebanyak 68% penduduk mengaku puas atas kinerja Joko Widodo. Namun setelah tiga tahun berkuasa, catatan kepemimpinan Jokowi banyak menyisakan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan, terutama masalah HAM.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Terrorisme
Pemerintah mengklaim sebanyak 999 eks-jihadis berhasil mengikuti program deradikalisasi. Sejumlah pengamat juga menghargai satuan anti teror Densus 88 yang kini lebih sering menangkap terduga teroris, dan tidak lagi menembak di tempat. Pendekatan lunak ala Indonesia juga mengundang pujian dunia. Tantangan terbesar adalah RUU Anti Terorisme yang bakal melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Foto: Reuters/W. Putro/Antara Foto
Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur sejak awal menjadi jurus pamungkas Jokowi. Berbagai proyek yang tadinya mangkrak kembali dihidupkan, antara lain jalan Trans-Papua, infrastruktur kelistrikan berkapasitas 35.000 megawatt yang baru tuntas 40% dan transportasi. Di bawah pemerintahannya anggaran infrastruktur digandakan dari 177 triliun Rupiah pada 2014 menjadi 401 triliun untuk tahun anggaran 2017.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Demokrasi
Indeks demokrasi Indonesia banyak menurun di era Jokowi. Pemerintah berkilah, berlangsungnya pilkada ikut mempengaruhi peringkat Indonesia. Sejumlah pengamat menyoroti wacana Ambang Batas Kepresidenan sebesar 20% dan Perppu Ormas yang dinilai bermasalah. Selain itu Indeks Kebebasan Pers selama tiga tahun terakhir juga mencatat kemerdekaan media di Indonesia cenedrung berjalan di tempat.
Foto: picture alliance/abaca/J. Tarigan
Intoleransi
Ujaran kebencian dan kabar hoax menemani kepresidenan Jokowi sejak Pemilu 2014 dan memuncak pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sejak itu dia mulai aktif memberangus media-media hoax, mengeluarkan Perppu yang membidik organisasi intoleran seperti HTI, menggandeng Facebook dan Twitter buat menghalau fitnah dan membentuk unit anti intoleransi.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Hubungan Internasional
Sejauh ini Istana Negara banyak menitikberatkan kerjasama internasional untuk membantu program pembangunan di dalam negeri seperti diplomasi maritim. Namun tantangan terbesar Indonesia adalah menjadi poros penyeimbang antara kekuatan regional Cina dan negara ASEAN, terutama menyangkut konflik Laut Cina Selatan.
Foto: Reuters/R. A. Tongo
Hak Azasi Manusia
Ada masanya ketika Jokowi menggariskan penuntasan pelanggaran HAM sebagai prioritas utama. Namun cita-cita tersebut menyurut seiring berjalannya roda pemerintahan. RUU Penyiaran misalnya mendiskriminasi kaum minoritas seksual. Sementara rekonsiliasi pembantaian 1965 cendrung berjalan di tempat dan penggunaan hukuman mati yang masih marak menjadi catatan hitam pemerintahan Jokowi.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Ekonomi
Banyak hal positif yang dicatat dari pemerintahan Joko Widodo di bidang ekonomi, meski tidak membuahkan target pertumbuhan yang dipatok 7%. Selain 16 paket kebijakan, pemerintah juga dinilai sukses meningkatan pemasukan pajak, memperbaiki kemudahan berbisnis, rating investasi dan mempertahankan inflasi. Namun begitu rendahnya konsumsi domestik menjadi catatan muram perekonomian Indonesia.
Foto: Reuters
Lingkungan
Konflik agraria yang kian meruncing membutuhkan reformasi untuk mendamaikan kebijakan lingkungan, tanah adat dan kebutuhan industri. Tahun 2016 saja pemerintah mencatat 400 konflik yang melibatkan 1,2 juta hektar lahan, kebanyakan akibat ekspansi perkebunan. Reformasi agraria masih menjadi agenda besar Indonesia, terutama menyangkut penanggulangan perubahan iklim yang kian mendesak.
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
DW : Banyak kalangan kiri yang mengkritik anda: kenapa seorang Rahman Tolleng yang Sosialis, mau mendukung Sri Mulyani yang dicap sebagai Neolib?
Rahman Tolleng : Saya tidak membantah itu. Tapi yang saya bantah adalah: apakah benar Sri Mulyani Neolib? Di mana Neolibnya? Sebagai contoh, di Departemen Keuangan Sri Mulyani mengalokasikan dana untuk pendidikan perempuan, apakah itu faham Neolib? itu kan faham affirmative action. Kedua, ekonom dari tradisi universitas pada umumnya memang Neolib, tapi Sri Mulyani berubah. Apalagi sesudah di Bank Dunia, dia sangat memperhatikan kemiskinan. Jadi nggak benar itu! Harus dibedakan juga kalau mereka mengatakan ekonomi kerakyatan, ekonomi kerakyatan apa? Coba mereka sebutkan secara konseptual! Saya sebut ekonomi mereka itu semua populis saja… ini gratis, itu gratis…itu bukan ekonomi rakyat, yang ada malah bisa hancur ekonomi kita. Populisme bukan Sosialisme, jangan salah!
DW : Jadi Sri Mulyani menurut anda berada dalam koridor doktrin sosialisme yang anda yakini?
Rahman Tolleng : Saya rasa begitu…
DW : Apa kritik anda terhadap kelompok kiri Indonesia?
Rahman Tolleng : Mereka selalu ingin kembali kepada ortodoksi. Padahal situasi dunia sudah jauh berubah…
DW : Anda mengakui gagal: membidani Golkar tapi partai itu berkembang jauh dari bayangan anda. Ikut mendorong reformasi, tapi hasilnya adalah anarki seperti yang anda sebutkan. Apakah anda pernah kehilangan harapan?
Rahman Tolleng : Tidak, saya tetap memelihara politics of hope. Saya optimis bisa diperbaiki, pada dasarnya menusia memang serakah, tapi dalam diri manusia ada sifat-sifat baik yang masih mungkin digali.
Rahman Tolleng adalah pemimpin redaksi mingguan Mahasiswa Indonesia `66. Pendiri Golkar dan menjadi anggota DPR-GR, Pendiri Fordem awal `90. Mendirikan SRI 2011.
Apa Yang Terjadi di Indonesia Selama 2017?
Tahun 2017 ditandai dengan dinamika politik pasca Pilkada DKI Jakarta dan wara wiri seputar Setya Novanto dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Tapi apa saja yang termasuk peristiwa besar di Indonesia sepanjang 2017?
Foto: Getty Images/E. Wray
Terbakarnya Zahro Express
MV Zahro Express, perahu wisata yang membawa 184 orang terbakar saat perjalanan ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu, Jakarta. Insiden pada malam pergantian tahun ini menewaskan setidaknya 23 orang tewas dan menyebabkan 17 orang hilang.
Foto: Reuters/D.Whiteside
Pembekuan Kerjasama Militer Australia
Secara sepihak TNI membekukan kerjasama pendidikan dengan militer Australia setelah seorang prajurit menemukan buku latihan yang menghina Pancasila. PM Malcolm Turnbull segera meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan berjanji menindak pihak yang menyusun buku tersebut.
Foto: Reuters/J. Reed
Pilkada DKI Jakarta
Pilkada DKI 2017 ditandai dengan maraknya peredaran berita hoax dan ujaran kebencian di media-media sosial. Pemerintah akhirnya menggandeng penyedia jasa media sosial dan menindak kelompok yang terbukti menjajakan kabar bohong sebagai komoditas politik. Pilkada DKI sendiri dimenangkan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dengan perolehan 57.96% suara.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Vonis Penjara Ahok
Setelah takluk pada Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama divonis dua tahun penjara pada 9 Mei 2017 setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama. Dia sebelumnya mengritik penggunaan Al-Quran untuk kepentingan politik Pilkada yang mengundang aksi protes kelompok muslim garis keras. Ahok kemudian menolak mengajukan banding dan menerima vonis yang ditengarai sarat politik tersebut
Foto: Reuters/B. Ismoyo
Seribu Lilin buat Pancasila
Pada hari-hari setelah pembacaan vonis Ahok, jutaan orang di seluruh Indonesia menyalakan lilin sebagai tanda simpati. Selain menuntut pembebasan bekas gubernur itu, demonstran juga menyatakan kesetiaan pada Pancasila sebagai buntut maraknya intoleransi pada Pilkada DKI Jakarta.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. Roszandi
Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia
Organisasi Islam radikal, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menjadi sasaran pertama Perppu Ormas yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk membubarkan organisasi yang dianggap merongrong Pancasila. Namun HTI tidak tinggal diam dan melancarkan perlawanan hukum untuk menghadang niat Jokowi tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Rizieq Shihab Melarikan Diri
Pentolan Front Pembela Islam, Rizieq Syihab terbang ke Arab Saudi setelah mampir ke Malaysia seusai umrah. Ia diduga melarikan diri untuk menghindari penjemputan paksa Polisi yang mengajukan red notice ke Interpol. Menurut kuasa hukum Rizieq, Sugito Atmo Pawiro, Arab Saudi dipilih karena berada di luar ranah Interpol sehingga kliennya bisa terhindar dari penangkapan.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Raib Duit First Travel
Kasus dugaan penggelapan uang sekitar 60.000 calon jamaah umrah dan haji First Travel menjadi salah satu peristiwa yang paling hangat selama 2017. Anniesa Hasibuan, perancang yang pernah tampil di New York Fashion Week, dituding menggelapkan dana jemaah senilai 550 milyar Rupiah. Hingga kini kedua tersangka, Annisa dan suaminya Andika Surachman mengaku tidak mengetahui kemana raibnya uang tersebut
Foto: Imago/Pacific Press Agency
Kunjungan Raja Salman
Jarang Indonesia mengalami kunjungan kenegaraan yang sedemikian mewah seperti saat Raja Salman bertandang ke Jakarta. Kunjungannya tersebut merupakan lawatan pertama kepala negara Arab Saudi selama hampir 50 tahun. Raja Salman tidak hanya melakukan pertemuan resmi dengan Presiden Joko Widodo, tetapi juga menikmati liburan selama lima hari di pulau Bali.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pelantikan Gubernur DKI Jakarta
Setelah berhasil merebut kursi DKI 1 lewat Pilkada yang ditandai dengan maraknya intoleransi dan ujaran kebencian, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik di Istana Negara pada 16 Oktober 2017. Pelantikan sempat ditandai kontroversi seputar pidato pribumi Anies Baswedan yang dinilai bernuansa SARA.
Foto: Reuters/Beawiharta
Drama Setya Novanto
Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menangkap Ketua DPR Setya Novanto atas dugaan korupsi proyek eKTP. Ia sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit setelah mengalami tabrakan. Namun tim dokter menyatakan Setnov sehat dan bisa menjalani proses pengadilan.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Wara Wiri Gatot Nurmantyo
Manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo seputar pembantaian 1965 dan kedekatannya dengan kelompok Islam konservatif kian menyudutkan Presiden Joko Widodo. Ia ditengarai memiliki ambisi dalam Pemilu Kepresidenan 2019. Pada Desember Jokowi mencopot Gatot lebih dini dan menggantinya dengan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Foto: Reuters/Beawiharta
Erupsi Gunung Agung
Setelah sempat bergolak selama berpekan-pekan, Gunung Agung akhirnya meletus dan memaksa 100.000 penduduk mengungsi dari tempat tinggalnya. Akibat erupsi tersebut, geliat pariwisata Bali menyusut tajam. Terutama penutupan bandar udara I Gusti Ngurah Rai membuat sektor pariwisata di pulau dewata itu mengalami kerugian hingga 234 milyar Rupiah per hari.