1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Eropa Dorong Peningkatan Hubungan dengan ASEAN

9 Maret 2023

Parlemen Eropa terus mendorong peningkatan hubungan dengan Asia Tenggara dan Majelis Parlemen ASEAN, AIPA. Selama bulan Maret dan April beberapa delegasi akan dikirim ke Asia Tenggara untuk membahas berbagai isu.

KTT UE-ASEAN di Brussel, Desember 2022
KTT UE-ASEAN di Brussel, Desember 2022Foto: Geert Vanden Wijngaert/AP/picture alliance

Uni Eropa (UE) selama bertahun-tahun mendorong strategi jangka panjang untuk meningkatkan hubungan lebih luas di Asia Tenggara, dan dengan ASEAN, tidak hanya dalam hal kesepakatan perdagangan, tetapi juga kerja sama politik. Rencana utamanya adalah pembentukan majelis bersama Uni Eropa-ASEAN.

Komite Urusan Luar Negeri parlemen Eropa telah berkunjung ke Indonesia dan Vietnam akhir bulan lalu, sementara subkomite hak asasi manusia berada di Filipina. Tiga delegasi terpisah lainnya diperkirakan akan mengunjungi wilayah tersebut pada bulan April.

Hubungan antara UE dan ASEAN sejak 2020 telah ditingkatkan menjadi "kemitraan strategis", dan para pemimpin dari semua pihak turut menghadiri pertemuan puncak pada bulan Desember lalu. Pentingnya Asia Tenggara sebagai mitra dagang semakin meningkat, dan kawasan ini terletak banyak jalur persinggungan geopolitik penting.

"Kemitraan strategis antara ASEAN dan UE bukan hanya urusan pemerintah. Pertukaran reguler antara anggota parlemen di kedua sisi adalah kunci untuk meningkatkan hubungan di tengah perbedaan prioritas regional,” kata David McAllister, Ketua Komite Urusan Luar Negeri di Parlemen Eropa kepada DW.

KTT ASEAN di Phnom Penh November 2022 dan serah terima kepemimpinan ASEAN dari Kamboja ke IndonesiaFoto: Tang Chhin Sothy/AFP/Getty Images

Mitra strategis

Rencana aksi UE-ASEAN terbaru untuk 2023-2027 menyebutkan, kedua belah pihak akan terus "mendorong hubungan" antara Parlemen Eropa dan masing-masing parlemen negara anggota ASEAN, serta hubungan dengan Majelis Antar-Parlemen ASEAN, AIPA. Ini pertama kalinya hubungan antar-parlemen disebut dalam rencana aksi semacam itu.

"Karena itu, Parlemen Eropa sekarang akan makin giat mengirimkan delegasi berikutnya ke Asia Tenggara dalam beberapa bulan mendatang", tambah David McAllister. Pada bulan April, delegasi Komite Pasar Internal dan Perlindungan Konsumen akan melakukan perjalanan ke Singapura, sedangkan Komite Urusan Hukum akan berada di Malaysia, dan Subkomite Hak Asasi Manusia akan mengunjungi Vietnam. Sebulan kemudian, delegasi dari Komite Transportasi dan Pariwisata akan berangkat ke Indonesia.

Selain itu, "Parlemen Eropa telah memutuskan untuk mengirim pejabatnya sendiri untuk menangani urusan parlementer…, sebagai cara untuk meningkatkan dimensi parlementer kemitraan strategis UE-ASEAN," kata McAllister.

Siti Rozaimeriyanty Dato Haji Abdul Rahman, Sekretaris Jenderal AIPA, mengatakan bahwa ada banyak optimisme di kalangan masyarakat Asia Tenggara mengenai hubungan parlementer yang lebih baik. "Sementara para diplomat secara dominan mengarahkan kebijakan luar negeri suatu negara, anggota parlemen memainkan peran penting dalam mempengaruhi prioritas kebijakan negara, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan memberikan landasan yang lebih kuat untuk pemerintahan yang baik,” katanya.

"Diplomasi parlementer berfungsi melengkapi upaya diplomasi eksekutif untuk memajukan kepentingan nasional di tingkat regional dan internasional”, tegas Sekjen AIPA itu

Beberapa hambatan yang harus diatasi

Siti Rozaimeriyanty Dato Haji Abdul Rahman mengatakan, ada "konsensus dari semua Anggota AIPA" untuk meningkatkan hubungan. Tetapi diakui, saat ini memang ada beberapa masalah yang masih harus diatasi.

Vuong Dinh Hue, ketua Majelis Nasional Vietnam, bulan lalu menyampaikan kepada McAllister bahwa dia akan mendukung pembentukan majelis parlemen Uni Eropa-ASEAN. Tetapi di Eropa sendiri masih ada perdebatan tentang siapa yang akan mengarahkan politik luar negeri Uni Eropa: Parlemen Eropa? Komisi Eropa? atau Dewan Eropa? yang terdiri dari 27 kepala pemerintahan negara anggotanya.

Parlemen Eropa memang masih sering mengeritik Asia Tenggara karena dianggap gagal menegakkan standar demokrasi yang baik. Parlemen Eropa juga sering mengambil posisi lebih tegas ketimbang Komisi Eropa. Misalnya Parlemen Eropa menetapkan resolusi yang menuntut pengusiran Filipina dari skema perdagangan GSP atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan selama "perang melawan narkoba" yang dilancarkan mantan Presiden Rodrigo Duterte.

"Parlemen Eropa didirikan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum," kata David McAllister. "Dalam keterlibatan eksternal kami, termasuk dengan negara-negara anggota ASEAN, kami memastikan untuk mencerminkan nilai-nilai ini.”

Sementara Komisi Eropa lebih banyak  berhubungan dan berbicara dengan para diplomat atau pejabat pemerintahan, diskusi antar parlemen akan memungkinkan lebih banyak dialog dengan anggota parlemen Asia Tenggara, juga dari partai oposisi yang pro-demokrasi.

"Dalam konteks UE-ASEAN, kerja sama parlemen antar kawasan yang lebih kuat menghadirkan beragam peluang, mulai dari memfasilitasi negosiasi dan mengawasi pelaksanaan perjanjian perdagangan, hingga memungkinkan diskusi yang lebih terbuka dan jujur tentang isu-isu kritis,” pungkas Siti Rozaimeriyanty Dato Haji Abdul Rahman.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait