Parlemen Eropa Minta Garda Revolusi Masuk Daftar Teroris
19 Januari 2023
Parlemen Eropa mengusulkan agar Garda Revolusi Iran dimasukkan dalam daftar organisasi teroris. Iran memperingatkan, itu akan berarti Uni Eropa “menembak kakinya sendiri”, dan mengancam akan ada langkah balasan.
Iklan
Iran hari Kamis (19/1) memperingatkan bahwa Uni Eropa akan "menembak dirinya sendiri" dengan mendaftarkan Garda Revolusi Iran sebagai entitas teroris. Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian menyampaikan hal itu kepada Perwakilan Tinggi Uni Eropa Urusan Luar Negeri, Josep Borrell, kata media pemerintah Iran.
"Kami telah berulang kali mengatakan Garda Revolusi adalah organisasi formal dan berdaulat yang perannya sangat penting untuk menjamin keamanan Iran. Langkah yang diambil oleh Parlemen Eropa untuk mendaftarkan organisasi tersebut sebagai organisasi teroris merupakan tembakan di kaki Eropa sendiri," katanya.
"Penting untuk menghormati keamanan bersama di dunia diplomasi dan meningkatkan rasa saling percaya, alih-alih mengikuti bahasa ancaman dan tindakan tidak bersahabat. Dalam kasus daftar teroris apa pun, Iran akan mengambil tindakan timbal balik,” kata Hossein Amirabdollahian.
Sanksi baru terhadap Iran
Parlemen Eropa di Strassbourg Rabu (18/1) meminta agar Uni Eropa memasukkan anggota Garda Revolusi Iran ke dalam daftar organisasi teroris, karena melakukan penindasan terhadap pengunjuk rasa di dalam negeri dan memasok drone ke militer Rusia yang digunakan untuk menyerang Ukraina.
Iklan
Parlemen Eropa mengecam tindakan keras terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan keamanan Iran, termasuk Garda Revolusi, sebagai "brutal". Teks tersebut menyerukan agar negara-negara anggota Uni Eropa memasukkan IRGC ke dalam daftar teroris "mengingat aktivitas terorisnya, penindasan terhadap pengunjuk rasa, dan penyediaan drone ke Rusia".
Uni Eropa sedang menyiapkan serangkaian sanksi berikutnya sebagai tanggapan atas penindasann terhadap protes publik. Brussel sedang mendiskusikan putaran keempat sanksi terhadap Teheran. Sumber-sumber diplomatik mengatakan, anggota Garda Revolusi akan ditambahkan ke daftar sanksi Uni Eropa minggu depan.
Jika Garda Revolusi masuk daftar organisai teroris, maka semua asetnya yang ada di Uni Eropa akan dibekukan. Organisasi itu juga tidak akan dapat menerima dana dari warga atau bisnis UE.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Penindasan brutal pengunjuk rasa dan eksekusi mati
Demonstrasi anti-pemerintah meluas di Iran setelah Jina Mahsa Amini meninggal dalam tahanan polisi. Dia ditahan karena dianggap melanggar aturan berpakaian untuk kaum perempuan, karena tidak menggunakan kerudungnya dengan benar.
Kematiannya menyebabkan gerakan protes yang melibatkan para perempuan muda. Awalnya gerakan protes menentang kewajiban mengenakan jilbab bagi perempuan. Namun aksi terus meluas dan akhirnya menuntut reformasi politik dan diakhirinya kekuasaan para Mullah.
Pemerintah dan aparat keamanan Iran bereaksi keras. Banyak orang ditangkap, beberapa orang dijatuhi hukuman mati dan langsung dieksekusi.