Parlemen Jerman Peringati 70 Tahun Pembebasan Auschwitz
28 Januari 2022
Parlemen Jerman hari Kamis (27/01) mengenang korban rezim Nazi yang tewas dalam Holocaust. Anggota parlemen mendengar kisah penyintas Inge Auerbacher, yang dideportasi ke sebuah kamp di Cekoslowakia pada usia 7 tahun.
Iklan
Hari Peringatan Holocaust Internasional diperingati setiap 27 Januari. Hari itu menandai peringatan pembebasan kamp kematian Nazi di Auschwitz-Birkenau di Polandia, 70 tahun yang lalu. Nazi Hitler menggunakan kamp ini sebagai pusat pembunuhan massal, dilengkapi dengan fasilitas kamar-kamar gas, ruang-ruang krematorium untuk pembakaran mayat, gudang untuk menyimpan barang-barang yang dirampas dari korban, dan laboratorium penelitian untuk percobaan manusia pada anak-anak.
Di Jerman, 27 Januari sudah dinyatakan sebagai hari peringatan resmi bagi para korban Nazi pada tahun 1996. Sejak 2005, 27 Januari diperingati sebagai Hari Peringatan Holocaust Internasional di seluruh dunia.
Berbicara sebagai tamu kehormatan, penyintas Holocaust yang berusia 87 tahun, Inge Auerbacher, menceritakan kenangannya sebagai seorang anak kecil, sebelum dia dideportasi ke kamp konsentrasi Theresienstadt di Cekoslowakia saat berusia 7 tahun pada 1942.
Kenangan masa yang gelap
"Saya masih memiliki ingatan yang sangat jelas tentang masa gelap itu, masa teror, dan kebencian," kata Inge Auerbacher, yang sekarang tinggal di Amerika Serikat. Dia mengatakan, dia adalah yang termuda dari sekitar 1.100 orang di kereta api menuju Theresienstadt. "Orang tua saya dan saya termasuk di antara sedikit orang yang selamat."
Iklan
Berpidato di depan Bundestag, Inge Auerbacher mengingat sekitar 1,5 juta anak-anak Yahudi yang dibunuh. Dia menggambarkan kondisi mengerikan di kamp yang digunakan sebagai fasilitas transit bagi mereka yang dikirim ke kamar gas.
"Sering ada epidemi, karena kurangnya sanitasi dan kondisi tempat tinggal kami yang penuh sesak. Tifus adalah salah satu bahaya terburuk yang kami hadapi. Tikus dan kutu busuk adalah teman tetap kami." Lalu sering dilakukan deportasi, seringnya ke Auschwitz, lanjutnya.
Cuplikan Buku Harian Korban Yang Selamat dari Kamp Auschwitz
Sheindi Miller-Ehrenwald berumur 14 tahun saat dideportasi ke Auschwitz. Tulisan tentang deportasi dan kehidupannya di kamp, kini dipajang di museum sejarah Jerman di Berlin.
Foto: Yad Vashem, Jerusalem
Deportasi Auschwitz-Birkenau
Saat Nazi menduduki Hongaria bulan Maret 1944, populasi Yahudi dilucuti hak-hak sipilnya, dipersekusi, dideportasi dan pada akhirnya dibunuh. Sheindi Ehrenwald berusia 14 tahun saat itu, mencatat semuanya. Termasuk deportasi dan kehidupan di kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau. Hampir seluruh anggota keluarganya dibunuh oleh Nazi.
Foto: Holokauszt Emlékközpont, Budapest
Foto masa lalu
Foto ini kemungkinan berasal dari tahun 1935, saat semua masih normal di kehidupan keluarga Ehrenwald. Mereka pedagang dan bagian dari komunitas besar yang tinggal di kota Galanta dekat perbatasan ke Austria. Pria di barisan depan adalah ayah Sheindi, Lipot (Leopold) Ehrenwald, yang meninggal di Auschwitz.
Setelah tiba di Auschwitz-Birkenau, pendatang baru yang tidak langsung dieksekusi dipaksa untuk bekerja. Sheindi dibawa ke pabrik senjata di Niederschlesien.
Foto: Yad Vashem, Jerusalem
Menulis di kartu indeks
Sheindi diam-diam menulis kisahnya di kartu indeks yang dibuang oleh pabrik senjata. Ia berhasil menyembunyikan dan menyimpannya selama 14 bulan sebelum hari pembebasan. Buku hariannya adalah testimoni langka dari masa tersebut. (vlz/yp)
Presiden Parlemen Israel, Mickey Levy, juga berbicara di Bundestag dan mengingatkan bahaya rapuhnya demokrasi. "Menjaga ingatan Holocaust tetap hidup adalah tugas sulit yang harus dipikul oleh setiap generasi baru," kata Levy.
"6 juta orang Yahudi yang dibunuh adalah 6 juta cerita manusia. Cerita tentang kehidupan yang tidak dijalani, cerita tentang orang-orang yang tidak lagi bersama kita," kata Mickey Levy, seraya memberi penghormatan kepada Inge Auerbacher yang telah menceritakan kisahnya.
"Anda telah menggambarkan ingatan Anda tentang Holocaust, dan dengan melakukan itu Anda telah menciptakan suara yang unik. Suara ini — yang menunjukkan kekuatan kisah manusia untuk benar-benar masuk ke dalam ingatan orang-orang, dan berkomunikasi dengan cara yang begitu pedih."
"Terima kasih telah membuat yang tidak bisa dipahami menjadi bisa dipahami," lanjutnya.
Presiden Bundestag Bärbel Bas kembali menegaskan tanggung jawab sejarah yang diemban Jerman. "Negara kami memikul tanggung jawab khusus. Genosida terhadap orang Yahudi Eropa adalah kejahatan Jerman, tetapi ini juga merupakan masa lalu yang relevan untuk semua," kata Bärbel Bas. "Bersama dengan banyak orang lain di seluruh dunia, kami mengambil sikap untuk mengenang Holocaust. Sikap untuk melawan xenofobia dan antisemitisme."
Melawan Rasisme Lewat Kartun
Dari Turki, Iran hingga Belgia, kartunis dari seluruh dunia menjadikan karyanya sebagai sikap menentang diskriminasi ras.
Foto: -
Dunia penuh warna bagi semua
Dalam dunia penuh warna, beberapa orang selalu kalah. Ini yang digambarkan oleh kartunis Korea Selatan Young Sik Oh. Manusia belum berhasil memberantas rasisme yang merajalela. Diskriminasi tak hanya bagi orang berkulit gelap saja, namun kaum homoseksual, wanita atau pemeluk agama lain mengalaminya, tergantung lingkungan Anda di dunia.
Kamu bisa menggunakan lebih banyak warna
Kartun karya German Peer Wedderwille menampilkan dua burung hitam bertengger di dahan pohon, di atas lanskap hitam-putih yang suram. Sambil mengamati burung warna-warni di dahan seberangnya, burung hitam mengatakan pada burung pendatang dari visualnya saja sudah tidak sesuai.
Foto: -
Komponis rasis
“Ebony dan Ivory hidup bersama dalam harmoni yang sempurna, berdampingan di tuts pianoku, Ya Tuhan, kenapa kita tidak?” menirukan mantan personel The Beatle Paul McCartney dalam lagu terkenal “Ebony dan Ivory.” Kim Duchateau asal Belgia tentunya menanyakan hal yang sama pada dirinya saat menggambar kartun ini. Seorang pianis harus tahu, tanpa harmoni tuts hitam dan putih, hanya ada hiruk pikuk.
Ironi lagu kebangsaan Eropa
Lagu “Ode to Joy” dikenal di seluruh dunia: ditulis oleh penyair Friedrich Shciller, 1785, lalu Ludwig van Beethoven membuatnya jadi musik simfoni ke-9-nya. Telah jadi lagu resmi Uni Eropa sejak 1985. Kartun buronan yang terjebak dalam bar lagu menyerupai kawat berduri, kontras dengan kalimat “semua orang akan menjadi saudara,” menggambarkan perlakuan pengungsi di perbatasan Eropa.
Penyambutan bersyarat
Banyak alasan orang meninggalkan negaranya: perang, penindasan dan kemiskinan. Namun, pengungsi ini jarang diterima di negara lain. Mereka berusaha menuju “tanah yang menjanjikan” secara ilegal, berjalan kaki atau menggunakan perahu karet. Kartun Jan Tomaschoff menggambarkan negara yang katanya terbuka menerima pengungsi tetapi memilih-milih siapa yang layak datang.
Fasad sipil
Masyarakat demokratis dilarang bertindak rasis atau diskriminatif dalam konstitusi. Namun, beberapa orang yang terlihat “terhormat” menyembunyikan ide-ide sayap kanan di balik fasad manusia biasa, tergambar dalam kartun Bern Phlenz. Terlihat dalam kepala seorang peria berjas, ada pria lebih kecil dengan gaya skinhead, memegang tongkat bisbol, mengintip, seolah-olah matanya adalah lubang intip.
Foto: -
Kelompok rahasia yang rasis
Kartun karya Saaed Sadeghi, Iran, tampikan jejeran pensil, namun ada satu yang bertudung putih runcing lengkap dengan mata: merupakan pakaian Ku Klux Klan. Kelompok rahasia ini tidak terima kenyataan bahwa sistem perbudakan dihapuskan di AS setelah Perang Saudara Amerika (1861-1865). Anggotanya secara terencana memburu orang kulit hitam, yahudi, komunis dan homoseksual.
Penghormatan untuk Rosa Parks
Seniman AS Loren Fishman hormati ikon kulit hitam Amerika, Rosa Parks, dalam melawan segregasi ras. Dia ditangkap karena menolak menyerahkan kursinya di bus untuk penumpang kulit putih. Hampir 70 tahun, rasisme jadi isu utama di AS. Kartun ini, seorang perempuan kulit hitam berdiri di depan mesin cuci dengan pilihan mencuci warna dan putih, serta berpikir: “Persetan dengan ini…”
Hidup ini penuh warna
Keberagaman membuat hidup penuh warna. Kartunis Guido Kühn mengilustrasikan ini dalam “Gadis dengan Anting Mutiara” dari lukisan terkenal Johannes Vermeer. Di gambar ini, kecantikan “Mona Lisa dari Utara” terlihat dengan tiga perempuan lainnya tersenyum dengan warna kulit yang berbeda. Tulisan di bawahnya menjelaskan semuanya.
Foto: -
Pelukan yang utopis
Kartunis Turki, Burak Eergin, serukan toleransi yang lebih besar di masyarakat. Sementara rekaman polisi memukuli demonstran sering jadi berita utama. Dalam kartun ini, petugas polisi dan demonstran membawa bunga dan saling berpelukan. Namun, kenyataannya berbeda, kartun ini hanya keinginan utopis untuk keharmonisan.
Warna di dunia
Di Brasil, negara asal kartunis Freelah, ada istilah “warna etno”, begitu sebutnya. Orang dari berbagai negara telah menikah dengan penduduk asli di sini, dan orang Brasil dengan berbagai warna kulit merupakan kekayaan budaya negara itu. Namun rasisme terhadap orang kulit hitam atau gelap menjadi kebiasaan di sini.
Yin dan Yang
Rasisme mungkin tidak akan jadi masalah jika masyarakat menghayati prinsip Cina, yin dan yang: dua kekuatan berlawanan yang saling tarik menarik, namun tak ada yang lebih unggul satu sama lain. Mereka seimbang dan tidak terpisahkan sebagai dua bagian dari satu kesatuan, bersatu dalam harmoni. Kartunis Kuba, Miguel Moraloes dengan jelas menyerukan “katakan tidak pada rasisme.” (mh/hp)
12 foto1 | 12
Tugas untuk menjaga ingatan tetap hidup
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier sehari sebelumnya telah menyerukan agar memori kejahatan perang Nazi tetap diingat.
"Kami ingat jutaan orang yang dideportasi ke kamp-kamp konsentrasi, disiksa dan dibunuh di sana," katanya saat berkunjung ke bekas kamp konsentrasi Sachsenhausen dekat Berlin.
"Mereka dipenjara di sini karena mereka adalah lawan politik rezim, karena mereka orang Yahudi, karena mereka termasuk di antara kelompok Sinti dan Roma, karena mereka homoseksual, atau karena mereka adalah tawanan perang."
Tanggung jawab hari ini, kata Steinmeier, adalah dengan tegas melawan segala bentuk anti-Semitisme, rasisme, dan diskriminasi.
Di kamp konsentrasi Sachsenhausen, lebih dari 200.000 orang dipenjarakan 1936 dan 1945. Puluhan ribu orang meninggal karena kelaparan, penyakit, kerja paksa, eksperimen medis, perlakuan buruk, atau pemusnahan sistematis.