1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Partai Jerman Selisih Soal Orientasi Seksual di Konstitusi

8 Agustus 2024

Pemerintah Jerman ingin memasukkan pasal perlindungan terhadap kelompok LGBTQ ke dalam konstitusi Jerman Grundgesetz, tetapi kaum konservatif menentangnya. Perubahan konstitusi butuh dua pertiga suara mayoritas.

Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar
Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar menjadi tuntutan utama pada "Christopher Street Day" di Berlin pada 27 Juli 2024Foto: Bernd Elmenthaler/IMAGO

Ratusan ribu orang pawai di Berlin dalam acara "Christopher Street Day” pada bulan Juli lalu untuk pengakuan hak-hak kelompok LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer, dan orang-orang dengan identitas lain, seperti interseksual, aseksual, bigender, atau pangender).

Salah satu peserta pawai itu adalah Vanya Kiber. Dia berasal dari Kazakhstan dan menceritakan kepada Deutsche Welle (DW) tentang kisah hidupnya di sela-sela acara CSD itu.

"Suatu ketika kami datang ke Jerman dan saya segera coming out (Ed: penyataan pengakuan jati diri atas orientasi seksualnya). Dan reaksi pertama orang tua saya adalah: Menelan obat penenang, diam, menangis, meninggalkan percakapan. Pergilah. Bagaimana rasanya tidak bisa menceritakan hal ini kepada siapa pun, menganggap diri Anda penjahat, orang sakit?”

Christopher Street Day menuntut perubahan konstitusi

Kini, lanjut Wanja, ayahnya bahkan bangga padanya dan mendukung hak-hak LGBTQ.

Sedikit kisah sukses. Namun tidak semua orang memiliki ketekunan dan keberuntungan sebagaimana Vanya.

Inilah salah satu alasan mengapa salah satu tuntutan utama pada "Christopher Street Day" adalah: Larangan diskriminasi karena orientasi seksual seseorang harus secara eksplisit dicantumkan dalam konstitusi Jerman, Grundgesetz.

Misalnya, penyanyi pop kenamaan Jerman Herbert Grönemeyer, saat menjadi pembicara pada "Christopher Street Day” mengatakan:

"Pasal 3 Undang-Undang Dasar Jerman harus dilengkapi dengan tambahan bahwa tidak seorang pun boleh dirugikan karena gender dan identitas seksualnya”. Kita membutuhkan ketekunan dan keberanian yang besar, teriak penyanyi itu kepada penonton.

Perubahan konstitusi perlu dua pertiga suara mayoritas

Sejauh ini, Pasal 3 Grundgesetz menyatakan: "Tidak seorang pun boleh dirugikan atau diunggulkan karena jenis kelaminnya, keturunannya, rasnya, bahasanya, tanah air dan asal usulnya, keyakinannya, pandangan agama atau politiknya.”

Identitas seksual tidak disebutkan secara eksplisit. Perjanjian koalisi pemerintah federal antara SPD, Partai Hijau, dan FDP dari Desember 2021 menyatakan bahwa pemerintah bertujuan untuk melengkapi kata-kata tersebut.

Masalahnya: Perubahan konstitusi memerlukan dua pertiga suara mayoritas, baik di parlemen Jerman, Bundestag, maupun badan perwakilan negara-negara bagian, Bundesrat.

Namun suara koalisi pemerinthanan tidak mencapai dua pertiga kursi di parlemen. Oleh karena itu, mereka memerlukan persetujuan dari partai oposisi terbesar, yaitu kelompok konservatif CDU dan CSU, yang tidak terlalu memikirkan gagasan itu. CDU/CSU beranggapan, penyebutan gender dalam Pasal 3 saat ini sudah cukup. Tidak perlu ada frasa "identitas seksual” di Grundgesetz. Menurut kalangan pengamat, CDU/CSU tidak ingin memaksakan istilah ini karena pemilih mereka yang lebih konservatif.

Saat ini tidak ada suara mayoritas di Bundestag yang mengubah Undang-Undang Dasar untuk melindungi identitas seksualFoto: Christian Ditsch/epd/IMAGO

Hanya CDU Berlin yang berpendapat berbeda

Setelah tuntutan tersebut diangkat lagi pada "Christopher Street Day",Direktur Pelaksana Kelompok Parlemen CDU di Bundestag, Thorsten Frei mengatakan kepada jaringan redaksi Jerman Redaktionsnetzwerk Deutschland (RND): " Perlu ada alasan yang sangat khusus untuk menyentuh katalog hak-hak fundamental, yaitu inti dari konstitusi kita. Namun, saya juga tidak melihat alasan untuk mengubah Grundgesetz, karena perlindungan terhadap diskriminasi atas dasar orientasi seksual sudah tercakup dalam Pasal 3."

Wakil ketua fraksi SPD Dirk Wiese merespons: "Sayangnya, fraksi CDU/CSU menolak diskusi mengenai masalah ini. Oleh karena itu, patut disambut baik bahwa beberapa politisi CDU dari negara bagian memposisikan diri mereka secara berbeda." Yang dimaksud secara khusus adalah Walikota Berlin Kai Wegner yang juga dari Partai CDU.

Pemerintah kota yang dipimpinnya di Berlin telah mengumumkan inisiatif Dewan Negara Bagian untuk melengkapi Pasal 3 pada tahun 2023. Pada "Christopher Street Day" setahun lalu, Wegner berkata: "Kami ingin mengubah Pasal 3 Grundgesetz. Identitas seksual harus dicantumkan. Itu janji saya." Namun, tidak ada yang terjadi sejak saat itu.

Setelah penolakan CDU, banyak perwakilan koalisi mencoba sekali lagi untuk mengadvokasi perubahan konstitusi. Bagi kaum liberal dari FDP, perubahan terhadap konstitusi akan menjadi "tanda penting penerimaan politik dan sosial. Perubahan terhadap konstitusi sudah lama tertunda sampai saat ini," kata anggota parlemen dari FPD, Konstantin Kuhle,  kepada RND.

Kaum homoseksual didiskriminasi di Jerman hingga tahun 1994

Asosiasi Lesbian dan Gay Jerman LSVD juga telah lama menyatakan bahwa perubahan konstitusi dapat mengakhiri diskriminasi selama beberapa dekade terhadap kaum homoseksual dan biseksual di Jerman pascaperang.

Ketika Grundgesetz dirancang dan diundangkan pada tahun 1949, kaum homoseksual dan biseksual merupakan satu-satunya kelompok korban Nazi yang sengaja tidak dimasukkan dalam konstitusi. Inilah sebabnya, kaum homoseksual masih ditindas hak-haknya selama bertahun-tahun berdasarkan Pasal 175 KUHP, yang akhirnya dihapuskan pada tahun 1994.

Di satu sisi, banyak hal telah terjadi secara internasional dalam melindungi hak-hak orang yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kelompok LGBTQ. Tapi tidak di semua tempat. Di Eropa misalnya, pernikahan sesama jenis bisa dilakukan di 22 negara, namun di luar Eropa hanya di 16 negara. Pernikahan sesama jenis telah dimungkinkan di Jerman sejak 1 Oktober 2017. Itu pun setelah perdebatan sengit selama bertahun-tahun.

Hanya 20 negara di seluruh dunia yang mempunyai undang-undang penentuan nasib sendiri untuk pengakuan gender yang sah. Di sepertiga negara dunia, kelompok LGBTQ masih mengalami diskriminasi secara hukum. (ap/hp)

Jens Thurau Jens Thurau adalah koresponden politik senior yang meliput kebijakan lingkungan dan iklim Jerman.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya