1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Partai Pemerintah Turki Khawatir Akan Dilarang

8 Juni 2008

Sengketa soal pelarangan jilbab di Turki memuncak. AKP menuduh mahkamah konstitusi melanggar UUD. Sebelumnya hakim memutuskan dihentikannya pelonggaran larangan jilbab. Kini anggota AKP khawatir partainya dilarang.

Demonstran memprotes penetapan larangan jilbab (07/06)Foto: AP

Walaupun pertandingan sepak bola Turki melawan Portugal dalam rangka Piala Eropa Sabtu, 7 Juni sempat menyebabkan euforia, negara itu tetap dibayangi masalah. Keputusan mahkamah konstitusi Kamis lalu (05/06), bahwa larangan jilbab kembali ditetapkan di semua universitas dampaknya semakin luas. Sejumlah besar surat kabar menilai keputusan hakim, yang merupakan pukulan terhadap Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan, sebagai keputusan politik. Selain itu semakin banyak dugaan, bahwa partai pemerintah AKP juga akan dilarang. Larangan itu sedang diproses di pengadilan.

Langkah Yang Akan Diambil

Di dalam partai AKP sendiri keadaan tampaknya sedang darurat. Pimpinan partai bersidang hingga malam hari (06/06), dan mempertimbangkan langkah yang dapat diambil. Di antaranya, kemungkinan diadakannya jajak pendapat soal larangan jilbab, atau juga pemilihan umum baru.

Kemungkinan pertama, jika benar-benar diadakan, dianggap bisa berhasil, karena setiap dua dari tiga perempuan Turki mengenakan jilbab. Kemungkinan kedua, yaitu pemilu baru, tidak mendapat dukungan dari Perdana Menteri Erdogan.

Kritik terhadap Keputusan Hakim

Pemimpin partai AKP itu sendiri sampai saat ini tidak menyatakan pendapat tentang penetapan larangan jilbab oleh mahkamah konstitusi. Sedangkan wakil pimpinan partai, Dengir Mir Mehmet Firat mengatakan setelah pertemuan enam jam bersebut, dengan keputusan itu, para hakim juga melanggar konstitusi dan prinsip pemisahan kekuasaan.

Organisasi kemanusiaan Human Rights Watch kini juga mengeritik keputusan mahkamah konstitusi tersebut. Dengan adanya larangan mengenakan jilbab di universitas, perempuan-perempuan muda Turki dipaksa untuk memilih antara agama atau pendidikan. Dan itu bertentangan dengan peraturan-peraturan dasar negara yang sekuler. Demikian dinyatakan Human Rights Watch.

Politik Dalam Negeri Terancam Krisis

Jika partai AKP, yang memerintah dengan suara mayoritas, dilarang, dan juga jika orang-orang penting di partai tersebut dilarang aktif dalam dunia poltik, sesuai tuntutan kejaksaan, maka stagnasi pada politik dalam negeri Turki bisa menajam menjadi krisis yang serius.

Sejak beberapa bulan terakhir sengketa antara kalangan agama di kubu Erdogan dan pendukung oposisi Kemalis menghambat perkembangan politik dalam negeri Turki. Sementara itu reformasi yang dijanjikan oleh pemerintah, dalam rangka pendekatan dengan Uni Eropa, tidak dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dan perekonomian di negara itu juga tidak selaju dulu. (ml)