1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPrancis

Partai Ultra Kanan Unggul di Putaran Pertama Pemilu Prancis

1 Juli 2024

Partai ultra kanan Rassemblement Nasional (RN) mendapat perolehan besar pada putaran pertama pemungutan suara pemilihan parlemen Prancis hari Minggu (30/06). Akankah hal ini mengubah haluan politik Prancis?

Marine Le Pen, tokoh sayap kanan Prancis dan kandidat partai Rassemblement National (National Rally - RN)
Marine Le Pen, tokoh sayap kanan Prancis dan kandidat partai Rassemblement National (National Rally - RN), menyampaikan pidato setelah hasil memenangkan putaran pertama pemilihan parlemen Prancis hari Minggu (30/06)Foto: Yves Herman/REUTERS

Partai Rassemblement National (RN) tokoh püolitik ultra kanan Marine Le Pen mencetak perolehan suara bersejarah dan memenangkan putaran pertama pemilihan parlemen Prancis pada hari Minggu (30/06).  

Exit polls  menunjukkan RN terlihat memenangkan sekitar 34% suara, di sisi lain hal ini dinilai menjadi kemunduran besar bagi Presiden Emmanuel Macron yang telah menyerukan pemilu baru setelah RN menang besar dalam pemilihan Parlemen Eropa awal Juni.

Tapi sistem pemerintahan di Prancis sangat kompleks tidak sebanding dengan dukungan nasional untuk sebuah partai. Sistem di Prancis mengatur pemilihan legislator berdasarkan distrik. Selain itu, dua kandidat teratas, bersama dengan kandidat lain yang mendapat dukungan lebih dari 12,5%, akan maju ke putaran kedua yang akan dilangsungkan minggu depan. 

Koalisi sayap kiri mengatakan akan menarik kandidatnya di beberapa daerah pemilihan kalau kandidat mereka berada di posisi ketiga untuk mendukung politisi lain yang menentang sayap kanan.

Aliansi sentris Presiden Emmanuel Macron juga mengatakan bahwa beberapa kandidatnya akan mundur sebelum pemilihan untuk menjegal kandidat RN. 

Seruan Emmanuel Macron Tentang Partai Sayap Kanan di Prancis

00:28

This browser does not support the video element.

Hal ini membuat hasil putaran kedua menjadi tidak pasti, meskipun jajak pendapat menunjukkan bahwa partai Rassemblement National memiliki peluang bagus untuk memenangkan mayoritas absolut, yaitu setidaknya 289 dari 577 kursi. Hasil pemilu parlemen tidak mempengaruhi posisi Presiden Macron, yang memiliki mandat kepresidenan hingga 2027, dan dia mengatakan tidak akan mundur sebelum masa jabatannya berakhir. 

Peluang Kandidat Perdana Menteri 

Jordan Bardella, presiden partai RN yang berusia 28 tahun, menyatakan siap untuk menjadi perdana menteri - jika partainya memenangkan mayoritas mutlak. Dia telah mengesampingkan upaya untuk membentuk pemerintahan minoritas. Baik kubu Presiden Macron maupun kelompok sayap kiri New Popular Front  (NPF) sudah menyatakan tidak akan membentuk aliansi dengan RN. 

"Saya akan menjadi Perdana Menteri untuk semua warga Pranis, mendengarkan suara mereka, menghormati oposisi dan memperhatikan persatuan nasional," kata Bardella. 

Suasana di Lapangan Republique di Paristampak suram, di mana beberapa ribu pengunjuk rasa anti-RN berkumpul dalam rapat umum aliansi sayap kiri pada Minggu (30/06) malam. 

Najiya Khaldi, seorang guru berusia 33 tahun, mengatakan ia merasa "jijik, sedih, dan takut" dengan hasil yang diperoleh RN

"Saya tidak terbiasa berdemonstrasi," katanya. "Saya pikir saya datang untuk meyakinkan diri saya sendiri, untuk tidak merasa sendirian." 

Reaksi pasar terhadap hasil pemilu hari Minggu (30/06) berpengaruh pada euro yang naik sekitar 0,23% di awal perdagangan Asia-Pasifik. Fiona Cincotta, analis pasar senior di City Index London, menggambarkan kelegaan karena hasilnya "tidak terlalu mengejutkan." 

"Le Pen memiliki margin yang sedikit lebih kecil daripada yang diperkirakan oleh beberapa jajak pendapat, yang mungkin telah membantu euro sedikit lebih tinggi pada saat pembukaan," ujarnya. "Perhatian saat ini tertuju pada tanggal 7 Juli untuk melihat apakah putaran kedua akan mendukung mayoritas absolut atau tidak. Jadi rasanya kita sedikit berada dalam ketidakpastian."

Jordan Bardella, Presiden partai sayap kanan Prancis Rassemblement National (National Rally - RN).Foto: Sarah Meyssonnier/REUTERS

Partai Republik Pecah Haluan

Bagi Sophie Pornschlegel, seorang analis dari lembaga pemikir Eropa Jacques Delors, banyak hal yang dipertaruhkan oleh blok sayap kiri NPF dan partai Republik yang konservatif. 

Posisi partai Republik terhadap RN masih kurang jelas. Ketua Partai Republik Eric Ciotti, telah mendorong partainya, yang menempati posisi terakhir dengan 10% suara pada hari Minggu, untuk bekerja sama dengan RN. Presiden RN Jordan Bardella pun sempat menyebut Partai Republik dalam pidatonya. Namun Partai Republik terpecah belah mengenai apakah mereka harus bekerja sama dengan RN atau tidak. 

Pada saat yang sama, beberapa pemilih sentris akan merasa sulit untuk memilih koalisi yang dipimpin oleh politisi populis kiri Jean-Luc Melenchon, untuk menghadang kandidat RN di tingkat distrik, kata Sophie Pornschlegel. 

Para demonstran memegang spanduk bertuliskan "apa yang tidak kita dapatkan melalui kotak suara, kita akan dapatkan melalui jalan" ketika mereka mengambil bagian dalam aksi unjuk rasa setelah pengumuman hasil putaran pertama pemilihan parlemen di Nantes, Prancis barat, pada Minggu (30/06).Foto: Sebastien Salom-Gomis/AFP/Getty Images

Parlemen Prancis 'hampir tidak bisa diatur' 

Susunan sebenarnya dari Majelis Nasional di masa depan sangat sulit untuk diprediksi saat ini, kata Pornschlegel. "Ini sangat tergantung apakah akan ada semacam koalisi melawan sayap kanan, atau apakah koalisi itu akan pecah," katanya kepada DW melalui telepon. 

Menurut Mujtaba Rahman, seorang analis di Eurasia Group, tampaknya akan muncul polarisasi. "Dengan angka-angka ini, sayap kanan akan berjuang untuk memenangkan mayoritas pada hari Minggu mendatang," tulis Rahman di platform media sosial X. "Namun Majelis [Nasional] Prancis yang baru kemungkinan besar akan menjadi tempat yang gaduh dan nyaris tidak bisa diatur." 

Bagi Pornschlegel, parlemen yang menggantung memang mungkin terjadi pada tahap ini, tapi Presiden Macron akan bisa bertahan di kekuasaan. "Saya pikir Macron masih memegang cukup banyak kekuasaan, secara konstitusional, untuk mengambil keputusan tentang siapa perdana menteri berikutnya." 

Apapun yang terjadi, Sophie Pornschlegel yakin Prancis di masa depan akan menghadapi hambatan politik dalam berbagai bentuk. Situasi diprediksi bisa menjadi sangat buruk, sehingga Macron mungkin akan mengadakan pemilihan presiden lebih awal. (fr/hp)