Pasangan Muda Pelanggar Qanun Dihukum Cambuk di Aceh
1 Maret 2016
Disaksikan ribuan warga, 18 orang pelanggar hukum Syariat dihukum cambuk di Banda Aceh. Pasangan muda berusia 19 dan 21 tahun dicambuk 8 kali karena dianggap melakukan perbuatan tidak patut.
Iklan
Kejaksaan Aceh hari Selasa (01/02) melakukan eksekusi hukuman cambuk di kota Banda Aceh kepada 18 orang yang terbukti melanggar Qanun Syariat Islam.
Eksekusi hukuman cambuk dikawal ketat oleh Polisi dan Polisi Pamong Praja dilaksanakan di Kecamatan Syiah Kuala.
Ribuan warga menyaksikan pelaksanaan hukuman cambuk itu. Hadir juga para pejabat tinggi, antara lain Walikota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal, Kepala Kejaksanaan Negeri Banda Aceh Husni Thamrin dan para pejabat Pemerintah Kota Banda Aceh.
Hukum cambuk 40 kali dilakukan pada enam orang yang dihukum karena terlibat masalah khamar atau minuman keras. Inilah hukum cambuk tertinggi yang pernah dijatuhkan.
10 terpidana yang terbukti melakukan maisir atau perjudian dihukum delapan kali cambuk potong masa penahanan masing-masing dua kali cambuk.
Dua terpidana muda, mahasiswa pria berusia 21 tahun dan perempuan 19 tahun masing-masing dihukum 10 kali cambuk dikurangi dua kali cambuk sebagai pemotongan masa tahanan. Keduanya dihukum karena terbukti berkhalwat atau melakukan perbuatan tidak patut.
Sebelum eksekusi hukuman cambuk, Walikota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal sempat meminta pelajar yang ingin menyaksikan agar kembali ke sekolah.
"Ini bukan tontonan. Tolong anak-anak yang berseragam kembali ke sekolah. Tapi, kalau ada guru pendamping kalian, tolong jumpai saya," kata Hj Illiza Saaduddin Djamal, seperti dikutip Kantor Berita Antara.
Para pelajar akhirnya dibolehkan menonton hukuman cambuk itu dengan didampingi guru mereka.
"Hukuman ini bentuk pembelajaran dan efek jera. Karena itu, masyarakat yang menyaksikan hukuman ini tidak boleh meniru perbuatan mereka yang terlanjur bersalah melanggar syariat Islam," kata Walikota Banda Aceh.
Karena banyaknya terpidana, pihak kejaksaan menghadirkan enam juru cambuk.
Tsunami Aceh Dulu dan Sekarang
Aceh adalah kawasan yang terparah diterjang tsunami 2004. Masyarakat internasional langsung menyalurkan bantuan. Bagaimana kemajuan pembangunan di sana? Bandingkan foto dulu dan sekarang.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Paling parah
Provinsi Aceh di utara Pulau Sumatra adalah kawasan terparah yang dilanda tsunami. Sedikitnya 130.000 orang tewas di kawasan ini saja. Gambar ini diambil 8 Januari 2005 di Banda Aceh, dua minggu setelah amukan tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Rekonstruksi
Sepuluh tahun kemudian, Banda Aceh bangkit kembali. Jalan-jalan, jembatan, pelabuhan sudah dibangun lagi. Bank Dunia menyebut Aceh sebagai "upaya pembangunan kembali yang paling berhasil". Gambar ibukota provinsi Aceh ini dbuat Desember 2014.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pengungsi
Setelah diguncang gempa berkekuatan 9,1 skala Richter dan diterjang gelombang raksasa yang tingginya lebih sepuluh meter, banyak penduduk Aceh jadi pengungsi. Di seluruh Asia Tenggara, 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Gambar ini menunjukkan penduduk yang melihat puing-puing rumahnya beberapa hari setelah bencana tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun kembali
Bencana tsunami Natal 2004 mengundang perhatian besar warga dunia yang ramai-ramai memberikan bantuan. Banyak bangunan yang akhirnya diperbaiki, banyak kawasan yang berhasil dibangun kembali. Gambar ini dibuat Desember 2014 di Lampulo, Banda Aceh. "Kapal di atas rumah" jadi peringatan tentang peristiwa mengerikan itu.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Kehancuran di sekitar Masjid
Gelombang raksasa yang melanda Aceh menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan mengakibatkan kerusakan parah. Gambar ini dibuat Januari 2005 dan menunjukkan kawasan Lampuuk di Banda Aceh yang hancur, kecuali Masjid yang bertahan dari terjangan air.
Foto: AFP/Getty Images/Joel Sagget
Sepuluh tahun kemudian
Masjid di Lampuuk dipugar dan kawasan sekitarnya dibenahi. Rumah-rumah penduduk dibangun kembali di sekitar Masjid. Gambar ini diambil sepuluh tahun setelah kehancuran akibat tsunami.
Foto: AFP/Getty Images/Chaideer Mahyuddin
Gempa bumi hebat
Sebelum tsunami muncul, gempa hebat mengguncang kawasan utara Sumatra, 26 Desember 2004. Gempa itu memicu munculnya gelombang raksasa yang mencapai sedikitnya 11 negara, termasuk Australia dan Tanzania. Gambar ini menunjukkan kerusakan di Banda Aceh.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun lebih baik setelah perdamaian
Bantuan internasional yang berdatangan ke Aceh membuka peluang bagi masyarakat membangun kembali kawasannya dengan lebih baik. Tahun 2005, perundingan antara pemerintah Indonesia dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan kesepakatan damai, setelah ada mediasi dari Eropa.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pemandangan mengerikan
Jurnalis AS Kira Kay menuliskan pengalamannya ketika tiba di Banda Aceh setelah tsunami: "Mayat-mayat bergelimpangan, terkubur di bawah reruntuhan. Lalu mayat-mayat itu diangkut dengan truk ke lokasi penguburan massal. Bau mayat menyengat". Gambar ini menunjukkan suasana Masjid Raya di Banda Aceh setelah tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Masjid Raya
Suasana Masjid Raya sekarang. Aceh kini menikmati status sebagai daerah otonomi khusus, dengan wewenang luas melakukan pemerintahan sendiri. Berdasarkan kewenangan itu, Aceh kini menyebut dirinya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan memberlakukan Syariat Islam.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
10 foto1 | 10
Jaksa Penuntut Umum memanggil para terpidana satu per satu lalu para juru cambuk mengeksekusi mereka. Seorang eksekutor mencambuk 20 kali tiap satu terpidana. Setelah itu, ia menyerahkan rotannya ke eksekutor lain.
Hukum pidana Islam di Aceh yang diresmikan tahun 2014 antara lain melarang seks di luar nikah, perjudian, konsumsi alkohol dan berduaan dengan seseorang dari lawan jenis saat belum menikah.
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang diijinkan menerapkan hukum syariah Islam untuk wilayahnya.
Pemerintah Indonesia tahun 2005 menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemberontak separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 2005, mengakhiri konflik berdarah selama puluhan tahun, yang diduga menewaskan lebih dari 15.000 orang.