Setelah Arab Saudi putuskan hubungan diplomatik dengan Iran, situasi makin membara. Aksi kekerasan marak dan beberapa tewas dalam bentrokan. Perkembangan ini dikhawatirkan ancam upaya internasional damaikan Suriah.
Iklan
Hubungan Iran dan Arab Saudi mencapai titik nadir setelah Riyadh memutuskan hubungan diplomatik menyusul serangan terhadap kedutaannya di Teheran. Serangan tersebut adalah reaksi atas eksekusi mati terhadap salah seorang ulama Syiah oleh Arab Saudi.
Setelah pemutusan hubungan diplomatik, dilaporkan serangan tembakan terhadap polisi di desa Awamiya, tempat kelahiran ulama Syiah Nimr al-Nimr yang diekesusi mati sebelumnya. Sedikitnya seorang warga sipil tewas dan seorang anak terluka. Polisi Arab Saudi menyebut ini serangan teroris. Juga dari Irak dilaporkan aksi kerusuhan serupa.
Saling usir diplomat
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, menyatakan pihaknya memberikan waktu selama 48 jam kepada diplomat Iran untuk hengkang dari negaranya. Semua diplomat Arab Saudi sebelumnya telah dipanggil pulang menyusul amuk massa di gedung kedutaan dan konsulat di Teheran.
Ketegangan teranyar antara kedua negara berawal dari eksekusi mati terhadap Syeikh Nimr al-Nimr yang didakwa lantaran menggalang protes terhadap pemerintah Arab Saudi menuntut persamaan hak untuk minoritas Syiah. Al-Nimr dipancung bersama 46 terpidana lain dengan dakwaan terorisme.
Eskalasi dalam hubungan kedua negara menjadi bukti kebijakan garis keras yang diambil Raja Salman. Selama kekuasaannya sejak Januari 2015 silam, Ia membentuk koalisi multinasional buat mengganyang pemberontak Syiah, Houthi di Yaman.
Arab Saudi juga aktif menentang kesepakatan nuklir antara Iran dan negara anggota Dewan Keamanan PBB yang ditandatangani Oktober silam di Vienna, Austria.
Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mewanti-wanti Arab Saudi atas "pembalasan tuhan" atas pembunuhan Al-Nimr. Sebaliknya Riyadh menuding Iran mendukung "terorisme" di Suriah dan Irak.
Menlu Al-Jubeir juga menuduh Iran memiliki "catatan panjang pelanggaran misi diplomasi luar negeri." Ia merujuk pada pendudukan Kedutaan AS di Teheran, 1979 dan beberapa insiden yang merupakan "pelanggaran terhadap perjanjian internasional."
Sebelumnya massa yang berjumlah ribuan menyerang Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran. Mereka melemparkan baru dan bom minyak, serta membakar beberapa ruang di dalam gedung. Sebanyak 40 orang diamankan oleh aparat keamanan.
Retaknya hubungan Arab Saudi dan Iran antara lain membahayakan upaya koalisi internasional mendamaikan Suriah. Washington melalui Jurubicara Kementerian Luar Negeri, John Kirby, mendesak kedua negara untuk "mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan."
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.