1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasca Pemilu di Moldavia dan Politik Luar Negeri Obama

9 April 2009

Harian internasional menyoroti situasi politik di Moldavia pasca pemilu dan kiprah Presiden AS Barack Obama di kancah politik internasional.

Harian Hungaria Nepzabadsag yang terbit di Budapest menyoroti kerusuhan pasca pemilu di Moldavia.

"Partai Komunis berhasil memenangkan hampir setiap pemilu karena merupakan satu-satunya partai yang mengusung 'identitas Moldavia' yang diterima baik semua lapisan masyarakat. Walau mereka menguasai bahasanya, mayoritas warga Moldavia tak ingin dikatakan bersifat Rumania dan lebih memilih untuk mengikuti Moskow. Rakyat menilai kerusuhan Selasa (07/04) lalu dipicu sikap ikut campur Bukarest. Itu salah besar. Latar belakang kerusuhan ini adalah motif yang sangat sederhana. Kaum muda Moldavia yang terlibat kekisruhan itu, ingin menjadi warga Eropa. Mereka percaya ilusi bahwa jalan pintas untuk itu adalah peleburan dengan Rumania, yang adalah anggota Uni Eropa."

Harian Romania Libera yang terbit di Bukarest mengomentari latar belakang politis dan keragaman kepentingan di Moldavia:

"Rusia tidak menginginkannya, Eropa tak membutuhkan negara yang sakit dan Rumania tak pernah paham, bagaimana cara membantu Moldavia. Sekarang pun, Rumania berdiam diri, karena perasaan was-was, takut atau juga prasangka. Bendera Rumania yang berkibar dari gedung-gedung pemerintah di Chisinau mengejutkan para pemimpin di Bukarest. Moldavia bukan milik siapa-siapa. Pihak komunis berpendapat, mereka menguasai Moldavia dan bertindak seperti pemilik tanah tanpa otak di peternakan yang bangkrut, sementara Moldavia menerima saja statusnya sebagai korban yang tak berdaya. Rusia bosan mendanai suatu negara yang tidak memperluas kekuasaan maupun kekayaan negara beruang merah. Uni Eropa bersikap hati-hati dan sedikit tidak peduli, dan bagi Rumania, Moldavia tak lagi patut diperjuangkan."

Topik sorotan lainnya adalah kiprah Presiden AS Barack Obama di kancah politik internasional.

Harian Spanyol El Pais yang terbit di Madrid mengomentari hubungan AS dan UE dengan Turki. Selanjutnya harian ini menulis:

"Sebagai jembatan antara Eropa dan Asia, Turki adalah mitra penting bagi Amerika Serikat. Turki punya pengaruh di Timur Tengah dan kawasan Kaukasus dan adalah mitra bicara yang menjadi pilihan pertama AS menyoal konflik dengan dunia Islam. Ankara memiliki kontak yang tidak dimiliki AS. Hanya saja, Turki terus menerus menunjukkan sikap anti-Amerika.

Amerika Serikat menaruh harapan tinggi pada Turki. Sebagai balasannya, Presiden AS Barack Obama kemungkinan besar berpaling dari janji kampanyenya, yaitu mengkategorikan tindakan Turki terhadap warga Armenia di tahun 1915 sebagai genosida. Obama mendesak Uni Eropa untuk menerima Turki sebagai anggotanya, padahal ada tanda-tanda jelas kerenggangan Brüssel dan Ankara. Turki juga mencatat penurunan semangat untuk menjalankan reformasi demokrasi. Karena itu, Jerman dan Prancis merasa pantas untuk tetap mengulur-ulur waktu."

Sementara harian Inggris The Independent menyoroti hubungan antara AS dan Kuba. Surat kabar berhaluan liberal kiri yang terbit di London ini menulis:

"Konon, larangan berpergian ke Kuba bagi warga AS keturunan Kuba akan segera dicabut, begitu juga pembatasan dalam transfer uang. Dua kebijakan ini adalah bagian janji kampanye Obama. Keduanya adalah jawaban yang sedikit terlambat atas berkurangnya ketegangan, terutama dalam perdagangan, sejak Raul Castro mengambil alih tampuk pemerintahan dari saudara laki-lakinya. Normalisasi hubungan baru akan tercapai bila embargo perdagangan AS dicabut. Hal ini kontroversial dan memerlukan persetujuan Kongres. Namun, dengan niat baik kedua pihak ada peluang salah satu konflik berkepanjangan sisa zaman perang dingin dapat berakhir."(zer)