Pasukan Australia Membunuh Puluhan Warga Afghanistan
19 November 2020
Seorang pejabat tinggi militer Australia telah mengakui bahwa pasukannya melakukan kejahatan di Afghanistan. Ini adalah pertama kalinya militer Australia menerima tuduhan kegiatan ilegal selama konflik Afghanistan.
Iklan
Jenderal Angus Campbell, pejabat tinggi militer Australia, mengakui pada Kamis (19/11) bahwa ada bukti di mana tentara Australia telah secara tidak sah membunuh sedikitnya 39 warga sipil dan non-kombatan (orang yang tidak boleh diserang selama pertempuran) di Afghanistan.
"Kepada rakyat Afghanistan, atas nama pasukan pertahanan Australia, saya dengan tulus dan tanpa pamrih meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan tentara Australia," kata Campbell, seraya mengungkapkan hasil awal penyelidikan konflik Afghanistan.
Inspektur Jenderal Angkatan Pertahanan Australia telah menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Australia di Afghanistan antara tahun 2005 dan 2016.
Campbell menyimpulkan bahwa temuan penyelidikan konflik Afghanistan "menuduh pelanggaran paling serius atas perilaku militer (tentara Australia) dan nilai-nilai profesional." Ia juga menyarankan langkah selanjutnya adalah mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang.
Hidup dan Perang di Afghanistan
Fotografer Majid Saeedi menunjukkan lewat karyanya, dampak perang puluhan tahun atas rakyat Afghanistan. Jejak-jejak konflik dan kekerasan terlihat jelas, bahkan di tempat yang tidak disangka.
Foto: Majid Saeedi
Anak-Anak Afghanistan
Rakyat Afghanistan sangat terpengaruh perang puluhan tahun. Saeedi merangkum hidup mereka dalam seri foto terbarunya, yang diberikan kepada DW. Banyak foto berfokus pada anak-anak, seperti anak laki-laki yang kehilangan lengannya akibat ledakan ranjau.
Foto: Majid Saeedi
Boneka Lambang Tragedi
Dua anak perempuan bermain dengan sebuah tangan palsu di Kabul. Foto seperti ini yang membuat jurnalis foto seperti Majid Saeedi dari Teheran memenangkan banyak penghargaan.
Foto: Majid Saeedi
Berharga Ribuan Kata
Majid Saeedi mulai membuat foto ketika berusia 16 tahun. Lebih dari dua dasawarsa terakhir ia memfokuskan diri pada sisi kemanusiaan pada konflik Timur Tengah dan daerah itu. Foto-fotonya dipublikasikan dalam berbagai majalah dan surat kabar bergengsi, misalnya majalah Jerman Der Spiegel, juga harian AS, Washington Post dan New York Times.
Foto: Majid Saeedi
Di Antara Reruntuhan
Tidak hanya rakyat Afghanistan yang menyuarakan masa lalu negara itu, melainkan juga banyak reruntuhan bangunan.
Foto: Majid Saeedi
Kontras Kuat
Luka-luka akibat perang dan pemandangan mengesankan. Kontras kuat antara sisi perang yang manusiawi dan tidak. Inilah salah satu topik dokumentasi foto Saeedi.
Foto: Majid Saeedi
Masalah Sehari-Hari
Kecanduan obat terlarang adalah masalah terbesar Afghanistan. Negara itu jadi penyedia sekitar 90% kebutuhan dunia akan opium. Jumlah orang yang kecanduan opium juga tinggi. Tidak ada data resmi tentang jumlah anak yang jadi pecandu, tetapi PBB menduga, jumlahnya sekitar 300.000.
Foto: Majid Saeedi
Panggilan Upacara
Di sini, para kadet berbaris di pagi hari di sebuah akademi di Kabul, untuk memulai latihan mereka. Angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr telah membantu Afghanistan melatih aparat keamanannya sejak lebih dari 10 tahun lalu. Tujuannya adalah agar Afghanistan punya sistem mililter dan kepolisian yang berfungsi untuk memastikan stabilitas negara setelah tentara asing ditarik 2014.
Foto: Majid Saeedi
Masa Kecil Menyedihkah
Di foto ini tampak seorang anak laki-laki sedang dihukum gurunya. Afghanistan tidak punya sistem pendidikan yang bagus, dan banyak anak terpaksa berhenti sekolah dalam usia dini dan mencari uang bagi keluarga mereka. Itupun jika mereka pernah bersekolah.
Foto: Majid Saeedi
Tidak Ada Akses untuk Pendidikan
Dekade sejak 1979 punya efek drastis pada pendidikan. Menurut statistik yang dipublikasikan pemerintah Jerman tahun 2011, sekitar 72% pria dan 93% perempuan tidak punya pendidikan formal. Tingkat buta huruf sekitar 70%.
Foto: Majid Saeedi
Burka dan Barbie
Foto ini menunjukkan sejumlah perempuan yang ikut pelajaran membuat boneka, yang dibiayai sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Malaysia. Setiap kelas terdiri dari sekitar 80 murid. Tujuannya untuk membuat mereka bisa berdiri sendiri.
Foto: Majid Saeedi
Dendam Taliban
Setelah serangan Taliban di awal tahun 2011, segera setelah pembunuhan Osama bin Laden, empat orang tewas dan 36 luka-luka. Foto ini menunjukkan dua dari korban cedera di rumah sakit.
Foto: Majid Saeedi
Olah Raga
Dalam foto ini tampak dua atlet beristirahat setelah berlatih. Binaragawan adalah salah satu olah raga paling populer di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Memanen Perang
30 tahun terakhir sangat mempengaruhi kehidupan warga Afghanistan. Ini kenyataan yang bisa dilihat di lokasi-lokasi yang sama sekali tidak terduga.
Foto: Majid Saeedi
Madrasah
Ini foto anak-anak di sebuah madrasah di Kandahar, tahun 2011.
Foto: Majid Saeedi
Dilatih untuk Membunuh
Adu anjing sangat populer di Afghanistan. Anjing-anjing yang diadu sebelumnya dilatih untuk agresif dan membunuh lawannya.
Foto: Majid Saeedi
Terisolasi
Mereka yang sakit psikis kerap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi, terisolasi dari masyarakat. Dalam foto ini tampak para pasien berbaring dan dirantai di kota Herat, Afghanistan barat.
Foto: Majid Saeedi
Nasib Menyedihkan
Akram kehilangan kedua lengannya. Ia menanggalkan tangan palsunya jika hendak tidur. Ia hanya satu dari banyak anak bernasib sama di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Misi Jelas
Majid Saeedi berusaha menangkap masalah sosial yang tidak dibicarakan, dalam foto-fotonya. Demikian halnya dengan kekerasan dan ketidakadilan.
Foto: Maryam Ashrafi
18 foto1 | 18
Bukti yang ditemukan dalam penyelidikan
Adapun serangkaian bukti yang mengungkap 25 pasukan khusus Australia terlibat dalam pembunuhan terhadap tahanan, petani, dan warga sipil lainnya meliputi:
Informasi kredibel mengenai 23 insiden pembunuhan di luar hukum yang menewaskan 39 orang.
Pembunuhan secara ilegal dimulai pada 2009, dengan mayoritas pembunuhan terjadi pada 2012 dan 2013.
Insiden anggota patroli baru yang menembak tahanan untuk meraih "pembunuhan pertama mereka," dan kemudian menyimpan bukti palsu.
Tidak ada satu pun pembunuhan yang terjadi saat peperangan, atau dalam keadaan di mana niat pelaku "tidak jelas, bingung, atau salah" (semua dilakukan dengan sadar).
Setiap individu yang diselidiki sangat menyadari "hukum konflik bersenjata dan aturan keterlibatan yang mereka jalankan."
Beberapa dari mereka yang diduga terlibat dalam insiden tersebut masih bertugas di militer Australia.
Laporan tersebut merekomendasikan 19 orang untuk diselidiki atas kemungkinan tuduhan kriminal, termasuk pembunuhan.
"Saya telah menerima semua temuan Inspektur Jenderal dan rencana implementasi yang komprehensif sedang dikembangkan untuk melaksanakan 143 rekomendasinya dan setiap tindakan tambahan yang diperlukan," kata Campbell.
Iklan
Dari dokumen yang bocor hingga investigasi militer
Lembaga penyiaran publik ABC mengungkapkan dugaan kekejaman setelah mendapatkan dokumen yang bocor dari Angkatan Pertahanan Australia yang dikenal sebagai "Afghan Files" yang mengungkap klaim bahwa tentara Australia telah membunuh pria dan anak-anak yang tidak bersenjata.
Polisi Australia melakukan penyelidikan terhadap jurnalis yang menerbitkan penemuan tersebut karena secara ilegal memperoleh informasi militer rahasia. Tuduhan itu kemudian dibatalkan.
Sebelum hasil penyelidikan dipublikasikan, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan bahwa setiap klaim yang terbukti akan dituntut di pengadilan, sebuah langkah yang dianggap menghalangi yurisdiksi oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Australia menarik sebagian besar pasukannya dari Afghanistan pada 2013. Presiden Donald Trump mengumumkan penarikan 2.000 tentara AS dari negara itu pada Januari 2021 menyusul pembicaraan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban.