Pasukan Serikat Nasional Karen Rebut Pos Militer Myanmar
27 April 2021
Pasukan dari kelompok Serikat Nasional Karen (KNU) dilaporkan telah menyerang dan merebut sebuah pos militer di Myanmar timur. KNU tengah mendata korban luka maupun korban jiwa dari peristiwa ini.
Iklan
Pasukan Serikat Nasional Karen (KNU) pada Selasa (26/04), dilaporkan menyerang dan merebut pos militer di Myanmar timur, dekat perbatasan dengan barat laut Thailand.
"Tentara kami merebut kamp militer Burma," kata kepala urusan luar negeri KNU Padoh Sah Taw Nee kepada kantor berita AFP.
Pertempuran terjadi di dekat Sungai Salween yang memisahkan Myanmar dan Thailand. Penduduk Thailand disebut bisa mendengar bunyi suara tembakan dari bentrokan tersebut.
Taw Nee mengatakan bahwa KNU tengah mengumpulkan data terkait jumlah korban luka maupun korban tewas dalam pertempuran. Hingga berita ini diturunkan, pihak militer Myanmar belum mengomentari serangan itu.
Siapakah kelompok pemberontak Karen?
Tentara Pembebasan Nasional Karen, kelompok bersenjata dari Serikat Nasional Karen, telah berperang melawan pemerintah Myanmar sejak tahun 1949. Para nasionalis dari etnis minoritas Karen Myanmar ingin menentukan nasib budayanya sendiri dan membangun negaranya sendiri berbasis etnis. Para pemberontak juga menyerukan sistem pemerintahan federal.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Myanmar berada di bawah kendali militer sejak kudeta pada 1 Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Pemimpin de facto Myanmar sekarang adalah Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Militer Myanmar secara brutal menindak pengunjuk rasa anti-kudeta. Tindakan ini menuai kecaman luas dari negara Barat dan negara tetangga. Dilaporkan lebih dari 750 warga sipil tewas dalam bentrok dengan militer.