1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIrak

Paus Fransiskus Kunjungi Irak Membawa Pesan Damai

5 Maret 2021

Dalam kunjungan bersejarah itu, Sri Paus ingin menggandeng pemerintah dan pemuka Syiah untuk merajut damai. Misinya adalah menyelamatkan salah satu komunitas Kristen paling tua yang terancam punah oleh persekusi.

Paus Fransiskus disambut Perdana Menteri Mustafa al-Kadhmi di ibu kota Baghdad, 5/3.
Paus Fransiskus disambut Perdana Menteri Mustafa al-Kadhmi di ibu kota Baghdad, 5/3.Foto: Andrew Medichini/AP/dpa/picture alliance

Jumat (5/3), pesawat Alitalia yang ditumpangi Paus Fransiskus bersama 75 orang wartawan bertolak dari bandar udara Leonardo da Vinci di Roma, Italia, menuju Baghdad. Kunjungan bersejarah itu adalah lawatan pertama seorang Sri Paus ke Irak.

Pemerintah di Baghdad menerjunkan ribuan personil keamanan untuk mengamankan delegasi Vatikan. Kekhawatiran perihal isu keamanan meningkat pasca terjadinya dua serangan roket dan bom bunuh diri pada Rabu (3/2) pagi. 

Setidaknya 10 roket dikabarkan menghantam sebuah pangkalan udara yang menampung serdadu AS dan Irak. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab atas serangan tersebut. Hanya beberapa jam berselang, Vatikan memastikan peristiwa tersebut tidak mengubah rencana kunjungan Sri Paus.

Fransiskus dijadwalkan mengunjungi empat kota di Irak, termasuk bekas ibu kota Islamic State, Mosul, dan situs bersejarah Ur, yang diyakini sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Irak memiliki salah satu komunitas Katolik paling tua di dunia.

Paus juga akan menyambangi Najaf, kota suci umat Syiah. Di sana dia direncanakan menemui Ayatollah Besar, Ali al-Sistani. Ulama berusia 90 tahun itu adalah salah satu tokoh Syiah paling berpengaruh di Irak dan Timur Tengah.

Bertemu 'penggembala Irak' di Najaf

Pertemuan Paus Fransiskus dan Ayatollah Sistani dinantikan sebagai simbol perdamaian antarumat di Timur Tengah. Ulama kelahiran Iran itu berpengaruh besar, namun selalu menjaga jarak dari pusat kekuasaan di Baghdad.

"Sistani melambangkan Irak, melebihi para pemimpin Irak sendiri,” kata Hayder al-Khoei, peneliti Irak dan Syiah, yang berulangkali bertatap muka dengan Sistani.

Sri Paus dikabarkan membawa misi pribadi ketika menyambangi rumah sederhana al-Sistani di Najaf. Dia ingin agar sang mujtahid menandatangani deklarasi "persahabatan manusia” yang mengecam ekstremisme.

Plakat pengumuman pertemuan antara Paus Fransiskus dan Ayatollah Besar Ali Sistani di Najaf, Irak.Foto: Anmar Khalil/AP Photo/picture alliance

Dokumen itu sebelumnya sudah ditandatangani Imam Besar al-Azhar, Syeikh Ahmed al-Tayeb, saat Fransiskus melawat ke Kairo, Februari 2019.

Namun menurut Marsin Alshamry, peneliti di Brookings Institute, AS, Sistani akan cendrung "berhati-hati” dalam menyikapi deklarasi damai yang diajukan Fransiskus., lantaran sikapnya yang apolitis.

Paus sudah menegaskan dokumen "persahabatan manusia” lebih merupakan "ajakan dialog,” untuk mengupayakan damai, ketimbang manuver diplomasi.

Di Irak, tidak ada figur lain yang lebih didengar ketimbang al-Sistani. Dia dianggap berjasa karena berulangkali menyelamatkan negara, antara lain menyerukan aliansi Syiah menumpas ISIS, dan mendorong demokratisasi lewat pemilu.

"Tidak seorang pun akan bisa menduduki posisi seperti yang dimilikinya,” kata Alshamary. "Dia menggembalakan Irak melalui masa-masa yang sangat sulit.”

Komunitas Kristen dalam ancaman

Kunjungan dari Vatikan dirasa penting bagi kaum Kristen Irak yang jumlahnya kian menyusut dari 1,5 juta orang pada 2003, menjadi kurang dari 400.000 saat ini. Mereka tergolong minoritas yang paling sering menjadi korban persekusi atau kekerasan sektarian.

"Kami berharap Paus akan menjelaskan kepada pemerintah bahwa kami membutuhkan bantuan mereka,” kata seorang warga Kristen di utara Irak kepada AFP. "Kami sudah terlalu banyak menderita, kami butuh bantuan.”

Selama lawatannya, Fransiskus akan memimpin Misa di berbagai gereja, termasuk di utara provinsi Nineveh. Pada 2014 silam, jihadis ISIS memaksa minoritas Kristen memeluk Islam, atau terancam hukuman mati.

"Warga cuma punya waktu beberapa menit untuk memutuskan apakah ingin melarikan diri, atau dipenggal,” kata Karam Qacha, seorang pastor Katolik Kaldea. "Kami meninggalkan semuanya, kecuali keyakinan kami.”

Sekitar 100.000 warga Kristen di Nineveh dipaksa melarikan diri menyusul pendudukan Islamic State. Hingga kini, hanya 36.000 pengungsi yang sudah kembali, menurut organisasi bantuan Katolik, "Aid to the Church in Need.”

Eksodus warga minoritas Kristen merupakan kehilangan besar bagi Irak, kata Kardinal Leonardo Sandri. Dia memimpin Kongregasi Vatikan untuk Gereja Timur dan akan menemani Fransiskus selama perjalanannya.

"Timur Tengah tanpa kaum Kristen ibarat memanggang roti dengan tepung, tapi tanpa ragi atau garam,” kata dia. Kunjungan Sri Paus diharapkan bisa mendorong kaum Kristen Irak untuk menetap di negeri sendiri, atau untuk pulang dari pelarian.

"Sudah ada terlalu banyak syuhada di Irak,” kata dia merujuk pada korban di kalangan warga Kristen. "Saya datang sebagai peziarah, seorang peziarah yang menyesal dan ingin mengajak ke arah rekosiliasi setelah tahun-tahun penuh peperangan dan teror,” kata Paus Fransiskus dalam sebuah pesan video jelang keberangkatannya ke Irak.

rzn/hp (rtr,afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait