Keceriaan Paskah meredup oleh “penderitaan” akibat konflik yang berkecamuk di penjuru Bumi. Di Hari Kebangkitan, Paus Fransiskus memohonkan damai dan mewanti-wanti dunia terhadap kepunahan peradaban.
Pidatonya disampaikan usai Misa Paskah, Minggu (17/04), yang untuk pertama kalinya digelar secara terbuka sejak pandemi Covid-19. "Saya mohon, agar kita tidak menormalisasi perang,” kata Sri Paus.
"Mari kita berkomitmen mewujudkan damai, dari balkon-balkon rumah, dari jalan-jalan kota,” imbuhnya. "Semoga para pemimpin bangsa-bangsa mau mendengar permohonan rakyatnya untuk perdamaian.”
Sri Paus tidak mengritik Rusia secara langsung. Namun dia mengutip manifesto damai oleh filsuf Inggris, Bertrand Russel, dan fisikawan Yahudi, Albert Einstein, yang meramal kiamat nuklir di awal Perang Dingin pada 1955. "Haruskah kita punah sebagai umat manusia atau sebaliknya mengakhiri perang?”
Dia juga menyempatkan untuk mengalihkan perhatian dunia kepada perang di belahan Bumi lain. "Semoga konflik di Eropa membuat kita cemas terhadap konflik, penderitaan dan kepedihan lain di seluruh dunia. Situasi yang tidak bisa kita biarkan atau ingin lupakan,” ujarnya.
"Bangsa Israel, Palestina dan semua penduduk Kota Suci, bersama para peziarah, agar bisa menikmati keindahan perdamaian, persaudaraan dan akses terhadap situs suci, umat beragama."
Dia juga mendoakan damai dan rekonsiliasi bagi warga Lebanon, Suriah, Irak dan Libya. Fransiskus terutama mengingatkan dunia terhadap Yaman, "yang menderita di bawah konflik yang dilupakan oleh kita semua, dengan korban yang terus berjatuhan.”
Krisis Yaman Memburuk, Organisasi Kemanusiaan Kehabisan Uang
Perang di Yaman terus berlanjut. Namun, sejumlah organisasi kemanusiaan saat ini terancam kehabisan uang. Invasi Rusia di Ukraina berpotensi memperburuk keadaan di Yaman.
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
Kurangnya bantuan kemanusiaan
Krisis kemanusiaan di Yaman yang dilanda perang semakin memburuk. Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), 13 juta orang di sana terancam kelaparan, lantaran perang saudara yang berkepanjangan dan kurangnya bantuan kemanusiaan.
Foto: Khaled Ziad/AFP/Getty Images
Sangat bergantung pada bantuan
Sejak awal pandemi COVID-19, semakin banyak orang yang kelaparan. Yaman adalah salah satu negara yang paling membutuhkan bantuan, dengan lebih dari 40% populasi bergantung pada bantuan WFP.
Foto: Khaled Abdullah/REUTERS
WFP kehabisan uang
"Kami memberi makan 13 juta orang dari negara berpenduduk 30 juta orang dan kami kehabisan uang," kata David Beasley, Kepala WFP, kepada Associated Press belum lama ini. "Jadi, apa yang akan saya lakukan untuk anak-anak di Yaman? Mencurinya dari anak-anak di Etiopia, atau Afganistan, atau Nigeria, atau di Suriah? Itu tidak benar," katanya.
Foto: Giles Clarke/UNOCHA/picture alliance
Paket bantuan tidak lengkap
Saat ini sekitar lima juta orang terancam mati akibat kelaparan, kata Corinne Fleischer, Direktur WFP untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Sumbangan bantuan kemanusiaan sejauh ini hanya mencakup 18% dari hampir $2 miliar (Rp28,6 triliun) yang dibutuhkan WFP untuk misinya di Yaman.
Foto: Mohammed Mohammed/XinHua/dpa/picture alliance
Perang Ukraina memperburuk krisis kelaparan
Invasi Rusia berpotensi memperburuk keadaan di Yaman karena WFP memperoleh sekitar setengah dari gandumnya dari Ukraina. Bahkan sebelum perang dimulai, harga gandum telah meningkat tajam. Bank Dunia mengingatkan bahwa perang Ukraina akan mendorong krisis kelaparan yang lebih buruk.
Foto: AHMAD AL-BASHA/AFP/Getty Images
Perang saudara yang berkepanjangan
Perang saudara di Yaman telah berlangsung selama tujuh tahun. Sejak 2015, koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran, yang saat ini menguasai sebagian besar wilayah di Yaman, termasuk ibu kota, Sanaa.
Foto: imago images/Xinhua
Kekacauan di Aden
Wilayah selatan Aden dikendalikan sepenuhnya oleh separatis sejak 2020 dan telah menjadi basis pemerintah yang diakui secara internasional, dipimpin oleh Abed Rabbo Mansour Hadi, sejak Houthi menyingkirkannya keluar dari Sanaa.
Foto: Wael Qubady/AP Photo/picture alliance
Tidak ada tempat berlindung
Kota Marib dianggap strategis karena merupakan benteng terakhir dari pemerintah yang diakui secara resmi di utara. Pertempura tengah berlangsung di sini, di mana Saudi terus-menerus mengebom daerah tersebut. Warga sipil terpaksa terus memindahkan kamp pengungsi mereka karena garis depan terus bergeser.
Foto: AFP /Getty Images
Rumah sakit penuh
Sistem kesehatan di Yaman bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Perang yang sedang berlangsung dan pandemi COVID-19 hanya membuat segalanya lebih mengerikan di negara termiskin di semenanjung Arab itu.
Foto: Abdulnasser Alseddik/AA/picture alliance
Sekolah dibom
Dalam laporan tahun 2021, UNICEF mengatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu korban terbesar perang Yaman. Lebih dari 2 juta anak perempuan dan laki-laki usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan. Banyak sekolah hancur dibom.
Foto: Mohammed Al-Wafi /AA/picture alliance
Rangkaian kesengsaraan
Listrik, air bersih, dan bahan bakar - selalu ada sesuatu yang kurang di Yaman. Antrean di SPBU semakin panjang. Tanpa dana kemanusiaan yang lebih banyak, rangkaian kesengsaraan ini hanya akan berlanjut. (ha/yf)
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
11 foto1 | 11
Dalam kesempatan yang sama, Sri Paus juga mengutuk gelombang "serangan teror” di Afrika, terutama di "kawasan Sahel,” serta mendoakan "rekonsiliasi bagi Myanmar, di mana skenario dramatis terkait kebencian dan kekerasan masih bertahan.”
Dia memohonkan kemudahan bagi warga di Etiopia dan Afganistan yang menghadapi bencana kelaparan, atau bagi penduduk Kongo yang kembali dilanda perang saudara.
Kehadiran Paus Fransiskus dalam Misa Paskah sempat diragukan lantaran gangguan pada lutut yang diidapnya. Dia terlihat terpincang-pincang ketika menaiki altar di awal prosesi misa di Basilika Santo Petrus, Minggu (17/04).
Setelah ritual pagi hari itu, Fransiskus menaiki Mobil Paus dan berkeliling Lapangan Santo Petrus untuk menyapa puluhan ribu jemaat yang hadir.