1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Paus Kecam Gaya Hidup "Destruktif" Umat Manusia

19 Juni 2015

Paus Fransiskus mengimbau manusia agar menjaga bumi demi generasi masa depan. Surat edarannya itu dinilai akan mampu menggerakkan agama untuk berperan dalam mengurangi kerusakan alam.

Sarajevo Kosevo Stadion Papst Franziskus
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Bandic

"Bumi rumah kita, kian lama semakin menjadi onggokan sampah raksasa." Dalam ensiklik yang dipublikasikan Vatikan, Paus Fransiskus mengecam gaya hidup konsumtif dan kehancuran lingkungan yang disebabkan oleh masyatakat modern.

Dalam tulisan berjudul "Laudato Si" itu, Sri Paus mewanti-wanti "semua manusia di planet ini," bahwa konsumsi, pemborosan dan pengrusakan lingkungan telah melampaui kapasitas planet dan "gaya hidup seperti ini cuma akan berujung pada bencana."

Pesan Fransiskus muncul saat dunia sedang menanti terobosan besar pada konferensi iklim yang akan digelar Desember mendatang di Paris. Menurutnya umat manusia harus mengembangkan program untuk mengurangi efek gas rumah kaca. "Perubahan iklim adalah tantangan terpenting saat ini buat kemanusiaan."

"Perintah untuk Advokasi"

Dalam dalih teologinya, Sri Paus mengusung konsep "ekologi integral," yang menempatkan isu lingkungan ke dalam agenda utama ajaran Katolik. Pandangan tersebut menautkan kehancuran alam dengan ketidakadilan sosial seperti kemiskinan dan kelaparan yang merendahkan martabat manusia.



Ketua umum konfrensi keuskupan AS, Joseph Kurtz menyebut Laudato Si sebagai "perintah untuk advokasi." Selama proses penulisan, Fransiskus melibatkan lusinan peneliti iklim, termasuk Hans Joachim Schellnhuber dari Institut Penelitian Dampak Perubahan Iklim di Potsdam, Jerman.

Menurutnya surat edaran setebal 200 halaman itu mencerminkan semua temuan ilmiah teranyar. "Mereka yang paling sedikit diuntungkan dari eksploitasi minyak dan pengrusakan alam, justru yang paling parah terkena dampaknya," ujar Schellnhuber mengamini surat Paus.

"Tidak ada nilai tambah"

Surat Paus secara umum ditanggapi positif. "Inilah yang kita butuhkan selama ini," kata ilmuwan Texas Institute of Technology, Katherine Hayhoe yang beragamakan Protestan. "Kita membutuhkan pemimpin yang berbicara soal nilai, menghubungkan titik antara nilai dan perubahan iklim," tuturnya.

Banyak pula yang memuji, Ensiklik Fransiskus "memiliki kekuatan untuk mentransformasi gereja dan menata ulang kebijakan politik," kata Austen Ivereigh, penulis biografi Sri Paus.

Tapi upaya Fransiskus memulai debat serius soal iklim di kalangan rohaniawan juga mendulang kritik. Terutama politisi konservatif AS dari Partai Republik menilai agama tidak memiliki tempat dalam kebijakan iklim.

"Tidak, maaf, ini adalah isu politik," kata Rob Bishop, Ketua Komite Sumber Daya Alam di parlemen. "Sebagian besar orang telah memiliki opininya sendiri terhadap isu ini. Jadi lebih banyak retorika sebenarnya tidak memiliki nilai tambah apapun."

Paus Fransiskus diyakini akan mengangkat isu lingkungan saat berpidato di depan Kongres AS, November mendatang.

rzn/vlz (ap,dpa,rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait