PBB: 345 Juta Orang di Dunia Mengalami Kelaparan Akut
7 Juli 2022
Sebuah laporan baru PBB menunjukkan bahwa jumlah kelaparan akut di seluruh dunia meningkat seiring dengan melonjaknya harga bahan bakar dan makanan. Perang di Ukraina telah meningkatkan krisis kemanusiaan.
Iklan
Seorang pejabat tinggi PBB mengatakan pada Rabu (06/07) bahwa terdapat 345 juta orang yang saat ini dalam kondisi sangat lapar, di tengah melonjaknya harga bahan bakar dan makanan. David Beasley, Kepala Program Pangan Dunia PBB, mengatakan "rekor 345 juta orang yang sangat lapar berbaris menuju ambang kelaparan."
Ini merupakan peningkatan 24% dari 276 juta pada awal 2022. Pada awal 2020, sebelum pandemi COVID-19, angkanya adalah 135 juta. Secara total, antara 702 juta dan 828 juta orang terkena dampak kelaparan pada tahun 2021, 46 juta lebih banyak dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar 722 juta.
Apa kata PBB?
Beasley berbicara pada pertemuan untuk merilis laporan terbaru tentang kelaparan global oleh Program Pangan Dunia (World Food Program) dan empat badan PBB lainnya.
"Ada bahaya nyata, itu akan naik lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan," kata Beasley. Ia juga menambahkan "yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika kelompok rentan, yakni 50 juta orang di 45 negara hanya selangkah lagi dari kelaparan."
Menurut PBB, masalah pasokan makanan sangat parah terjadi di Afrika dan Timur Tengah.
Mengapa kelaparan dunia meningkat?
Laporan PBB mengatakan tantangan untuk mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi tumbuh karena pemulihan yang tidak merata setelah pandemi COVID-19, konsekuensi dari perubahan iklim. dan konflik bersenjata. Perang di Ukraina memiliki dampak yang parah terkait ketahanan pangan global setelah rantai pasokan berada di bawah tekanan akibat pandemi COVID-19.
Baik Ukraina maupun Rusia adalah pengekspor utama biji-bijian pokok dan minyak bunga matahari. Bersama-sama, kedua negara menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai dunia dan setengah dari ekspor minyak bunga matahari dunia.
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)
Foto: PIUS UTOMI EKPEI/AFP via Getty Images
9 foto1 | 9
Rusia dan sekutunya Belarus adalah dua pengekspor kalium terbesar, bahan utama pupuk. Beasley mendesak solusi politik untuk memungkinkan gandum dan biji-bijian dari Ukraina, yang disebutnya "keranjang roti dunia," untuk masuk kembali ke pasar global.
Beasley juga menyerukan pendanaan baru bagi kelompok-kelompok kemanusiaan untuk menangani "tingkat kelaparan yang meroket," bagi pemerintah untuk menolak langkah-langkah proteksionis dan investasi untuk membantu negara-negara termiskin di dunia. Menurut Beasley, jika langkah-langkah tersebut telah dilaksanakan, "perang di Ukraina tidak akan memiliki dampak global yang membawa bencana seperti hari ini."