Konflik, kemiskinan, perubahan iklim, dan kerawanan pangan memang telah lama menjadi kenyataan yang menyedihkan di Afganistan. Keadaannya kini dinilai lebih parah.
Iklan
Pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa ada sekitar 6 juta warga Afganistan berisiko kelaparan saat negara itu terus menghadapi kesulitan ekstrem dan ketidakpastian di bawah kepemimpinan Taliban.
Pernyataan ini dikeluarkan oleh Kepala Bidang Kemanusiaan PBB Martin Griffiths, Senin (29/08) malam, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi kemanusiaan di Afganistan. Lebih dari separuh penduduk negara itu membutuhkan bantuan kemanusiaan, ungkap Griffiths.
Berkuasanya kembali Taliban pada Agustus 2021 telah memperburuk situasi negara itu. Pengangguran dan kemiskinan ekstrem memaksa puluhan ribu warga Afganistan meninggalkan negara mereka. Keadaan bertambah buruk setelah negara itu juga dilanda gempa bumi dahsyat dan banjir bandang.
Konflik, kemiskinan, perubahan iklim, dan kerawanan pangan memang telah lama menjadi kenyataan yang menyedihkan di Afganistan. Namun, Griffiths mengatakan apa yang membuat situasi saat ini sangat kritis adalah penghentian bantuan pembangunan skala besar sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban tahun lalu.
Berapa bantuan yang dibutuhkan Afganistan?
Lebih dari setengah penduduk Afganistan, yakni sekitar 24 juta orang, membutuhkan bantuan dan hampir 19 juta dari mereka menghadapi tingkat kerawanan pangan yang akut, kata Griffiths.
"Dan kami khawatir angka tersebut akan segera menjadi lebih buruk karena cuaca musim dingin akan membuat harga bahan bakar semakin tinggi dan harga pangan meroket."
Dia mengatakan bahwa dana sebesar 614 juta dolar AS sangat dibutuhkan untuk persiapan musim dingin, termasuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tempat penampungan dan menyediakan pakaian hangat dan selimut. Selain itu, perlu juga dana bantuan tambahan sebesar US$154 juta untuk menyiapkan bahan makanan dan persediaan lainnya sebelum cuaca musim dingin memotong akses ke daerah-daerah tertentu.
Film-film Seputar Afganistan
Sejarah Afganistan yang penuh gejolak telah menjadi latar belakang banyak film internasional. Dari “Kandahar” hingga “The Kite Runner”, berikut beberapa di antaranya.
Foto: picture alliance/dpa
‘Hava, Maryam, Ayesha’ (2019)
Film terbaru dari sutradara Afganistan, Sahraa Karimi, pertama kali diputar di Festival Film Venesia pada 2019. Karya itu menceritakan kisah tiga perempuan yang tinggal di Kabul dengan konteks sosial berbeda dan menghadapi kehamilan dengan cara mereka sendiri. Karimi mengirim surat terbuka yang memperingatkan tentang Taliban hanya sesaat sebelum Kabul diambil Alih. Kini ia berada di Kiev.
Foto: http://hava.nooripictures.com
‘Osama’ (2003)
Di bawah rezim pertama Taliban (1996-2001), perempuan dilarang bekerja di sebagian besar sektor di masyarakat. “Osama” berkisah tentang seorang gadis muda yang menyamar sebagai anak laki-laki untuk membantu keluarganya. Ini merupakan film pertama yang diproduksi sepenuhnya di Afganistan sejak 1996 karena Taliban juga melarang pembuatan film.
Foto: United Archives/picture alliance
‘The Breadwinner’ (2017)
Studio asal Irlandia Cartoon Saloon membuat film animasi dengan cerita serupa: ‘The Breadwinner’. Film ini berdasarkan novel terkenal karya Deborah Ellis, yang juga mengisahkan tentang seorang gadis muda gigih yang menyamar sebagai anak laki-laki untuk membantu keluarganya. Angelina Jolie terlibat sebagai eksekutif produser pada karya yang meraih nominasi Oscar untuk kategori Film Animasi Terbaik.
Dibuat berdasarkan novel terkenal karya Khaled Hosseini dan disutradarai oleh pembuat film Jerman-Swiss, Marc Forster, ‘The Kite Runner’ membahas tema-tema universal seperti rasa bersalah dan penebusan. Namun, ceritanya fokus pada setengah abad terakhir Afganistan yang penuh gejolak, meliputi runtuhnya monarki, intervensi militer Soviet, kepergian masal pengungsi Afganistan, dan rezim Taliban.
Foto: Mary Evans Picture Library/picture-alliance
‘Kandahar’ (2001)
Karya Mohsen Makhmalbaf, salah satu sutradara besar Iran, berkisah tentang seorang warga Afganistan-Kanada yang kembali ke tanah airnya untuk selamatkan saudara perempuannya yang ingin bunuh diri. Film itu tak dapat banyak perhatian saat pertama kali tayang di Festival Film Cannes 2001. Tapi serangan 9/11 terjadi dan dunia ingin tahu lebih tentang tantangan yang dihadapi perempuan di Afganistan.
Foto: Mary Evans Arichive/imago images
‘At Five in the Afternoon’ (2003)
Pada tahun 2003 putri Mohsen Makhmalbaf, Samira, salah satu nama yang terkenal dalam “Iran New Wave”, untuk pertama kalinya menayangkan film yang berfokus pada perempuan Afganistan di Festival Film Cannes. Film yang dibuat di Kabul ini berkisah tentang seorang perempuan muda di Kabul pascaperang, yang bercita-cita jadi presiden dan berusaha mendapat edukasi setelah kekalahan Taliban.
Foto: Mary Evans Picture Library/picture alliance
‘In This World’ (2002)
“In This World” mengisahkan dua pengungsi muda Afganistan dalam perjalanan ilegal mereka dari sebuah kamp pengungsi di Pakistan menuju London. Drama yang disutradarai oleh Michael Wintterbottom ini dibuat dengan gaya dokumenter dan diperankan oleh actor-aktor non-profesional. Film ini memenangkan Golden Bear Award di Festival Film Berlin 2003 dan BAFTA untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.
Foto: Mary Evans Picture Library/picture-alliance
‘Lone Survivor’ (2013)
Film “Lone Survivor” dibuat berdasarkan pengalaman terkenal Navy SEAL AS Marcus Luttrell, yang menggambarkan keterlibatannya di operasi Red Wings, menargetkan sebuah kelompok pasukan Taliban di Provinsi Kunar, Afganistan pada tahun 2005. Luttrell, yang diperankan oleh Mark Wahlberg, adalah satu dari empat anggota SEAL dalam timnya yang selamat dari sebuah penyergapan.
Foto: Gregory E. Peters/SquareOne/Universum Film/dpa/picture alliance
‘Rambo III’ (1998)
Film ketiga dalam serial Sylvester Stallone berkisah pada masa perang Soviet-Afganistan. Rambo pergi ke Afganistan untuk menyelamatkan mantan komandannya dari tentara Soviet. Klaim bahwa film itu awalnya memiliki dedikasi “untuk para pejuang Mujahidin pemberani,” lalu diubah jadi “orang-orang gagah Afganistan” pascakejadian 9/11.
Foto: United Archives/IFTN/picture alliance
‘Charlie Wilson’s War’ (2007)
Pada masa pemerintahan Ronald Reagan, AS memang mendukung kelompok militan Mujahidin melawan Uni Soviet, yang kemudian membentuk kelompok radikal seperti Taliban dan al-Qaeda. Anggota Kongres AS Charlie Wilson (diperankan oleh Tom Hanks dalam film yang disutradarai Mike Nichols dan ditulis Aaron Sorkin), adalah pendukung utama program pendanaan rahasia, yang berlanjut hingga 1991. (vv/hp)
Foto: Mary Evans Picture Library/picture-alliance
10 foto1 | 10
Meski demikian, Griffiths menekankan bahwa bantuan kemanusiaan tidak akan bisa menggantikan tersedianya layanan oleh seluruh sistem bagi 40 juta orang di seantero negeri itu.
Dengan lebih dari 70% penduduk Afganistan tinggal di daerah pedesaan, Griffiths memperingatkan bahwa jika pertanian dan produksi ternak tidak dilindungi, jutaan jiwa dan mata pencaharian akan terancam, dan kapasitas negara untuk memproduksi pangan juga ikut terancam.
Iklan
AS, Rusia, dan Cina berdebat siapa yang harus bayar
Griffiths pun mendesak para donor untuk memulihkan dana untuk pembangunan ekonomi dan segera menyediakan dana yang dibutuhkan itu untuk membantu warga Afganistan melewati musim dingin. Namun, saat ini Amerika Serikat masih berdebat dengan Rusia dan Cina mengenai siapa yang harus membayar ongkos tersebut.
"Kemiskinan semakin dalam, populasi masih tumbuh, dan otoritas de facto tidak memiliki anggaran untuk berinvestasi bagi masa depan mereka sendiri," kata Griffiths.
Pada malam peringatan penarikan AS dari Afganistan, Rusia mengadakan pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB dan Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dengan tajam mengkritik bahwa AS dan sekutunya di NATO telah melakukan "kampanye memalukan selama 20 tahun."
Nebenzia mengklaim bahwa AS dan sekutunya tidak melakukan apa pun untuk membangun ekonomi Afganistan dan kehadiran mereka di sana hanya memperkuat status negara itu "sebagai sarang terorisme" serta tempat produksi dan distribusi narkotika.
Nebenzia juga menuduh AS dan sekutunya meninggalkan Afganistan sendirian dalam menghadapi kehancuran, kemiskinan, terorisme, kelaparan, dan tantangan lainnya.
Duta Besar Cina untuk PBB Zhang Jun juga menuduh AS dan sekutunya menghindari tanggung jawab dan mengabaikan rakyat Afganistan dengan cara memotong bantuan pembangunan, membekukan aset Afganistan, dan memberlakukan "isolasi dan blokade politik."
Sementara Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield menuduh Taliban memberlakukan kebijakan yang "menekan dan membuat kelaparan rakyat Afganistan alih-alih melindungi mereka" dan meningkatkan pajak atas bantuan yang sangat dibutuhkan.