1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAfganistan

PBB: 6 Juta Warga Afganistan Terancam Kelaparan

31 Agustus 2022

Konflik, kemiskinan, perubahan iklim, dan kerawanan pangan memang telah lama menjadi kenyataan yang menyedihkan di Afganistan. Keadaannya kini dinilai lebih parah.

Seorang perempuan duduk di sebuah pasar di Kabul, Afganistan
Ilustrasi kemiskinan dan kelaparan merajalela di Kabul, AfganistanFoto: DW

Pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa ada sekitar 6 juta warga Afganistan berisiko kelaparan saat negara itu terus menghadapi kesulitan ekstrem dan ketidakpastian di bawah kepemimpinan Taliban.

Pernyataan ini dikeluarkan oleh Kepala Bidang Kemanusiaan PBB Martin Griffiths, Senin (29/08) malam, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi kemanusiaan di Afganistan. Lebih dari separuh penduduk negara itu membutuhkan bantuan kemanusiaan, ungkap Griffiths.

Berkuasanya kembali Taliban pada Agustus 2021 telah memperburuk situasi negara itu. Pengangguran dan kemiskinan ekstrem memaksa puluhan ribu warga Afganistan meninggalkan negara mereka. Keadaan bertambah buruk setelah negara itu juga dilanda gempa bumi dahsyat dan banjir bandang.

Konflik, kemiskinan, perubahan iklim, dan kerawanan pangan memang telah lama menjadi kenyataan yang menyedihkan di Afganistan. Namun, Griffiths mengatakan apa yang membuat situasi saat ini sangat kritis adalah penghentian bantuan pembangunan skala besar sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban tahun lalu.

Berapa bantuan yang dibutuhkan Afganistan?

Lebih dari setengah penduduk Afganistan, yakni sekitar 24 juta orang, membutuhkan bantuan dan hampir 19 juta dari mereka menghadapi tingkat kerawanan pangan yang akut, kata Griffiths.

"Dan kami khawatir angka tersebut akan segera menjadi lebih buruk karena cuaca musim dingin akan membuat harga bahan bakar semakin tinggi dan harga pangan meroket."

Dia mengatakan bahwa dana sebesar 614 juta dolar AS sangat dibutuhkan untuk persiapan musim dingin, termasuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tempat penampungan dan menyediakan pakaian hangat dan selimut. Selain itu, perlu juga dana bantuan tambahan sebesar US$154 juta untuk menyiapkan bahan makanan dan persediaan lainnya sebelum cuaca musim dingin memotong akses ke daerah-daerah tertentu. 

Meski demikian, Griffiths menekankan bahwa bantuan kemanusiaan tidak akan bisa menggantikan tersedianya layanan oleh seluruh sistem bagi 40 juta orang di seantero negeri itu.

Dengan lebih dari 70% penduduk Afganistan tinggal di daerah pedesaan, Griffiths memperingatkan bahwa jika pertanian dan produksi ternak tidak dilindungi, jutaan jiwa dan mata pencaharian akan terancam, dan kapasitas negara untuk memproduksi pangan juga ikut terancam.

AS, Rusia, dan Cina berdebat siapa yang harus bayar

Griffiths pun mendesak para donor untuk memulihkan dana untuk pembangunan ekonomi dan segera menyediakan dana yang dibutuhkan itu untuk membantu warga Afganistan melewati musim dingin. Namun, saat ini Amerika Serikat masih berdebat dengan Rusia dan Cina mengenai siapa yang harus membayar ongkos tersebut.

"Kemiskinan semakin dalam, populasi masih tumbuh, dan otoritas de facto tidak memiliki anggaran untuk berinvestasi bagi masa depan mereka sendiri," kata Griffiths.

Pada malam peringatan penarikan AS dari Afganistan, Rusia mengadakan pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB dan Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dengan tajam mengkritik bahwa AS dan sekutunya di NATO telah melakukan "kampanye memalukan selama 20 tahun."

Nebenzia mengklaim bahwa AS dan sekutunya tidak melakukan apa pun untuk membangun ekonomi Afganistan dan kehadiran mereka di sana hanya memperkuat status negara itu "sebagai sarang terorisme" serta tempat produksi dan distribusi narkotika.

Nebenzia juga menuduh AS dan sekutunya meninggalkan Afganistan sendirian dalam menghadapi kehancuran, kemiskinan, terorisme, kelaparan, dan tantangan lainnya.

Duta Besar Cina untuk PBB Zhang Jun juga menuduh AS dan sekutunya menghindari tanggung jawab dan mengabaikan rakyat Afganistan dengan cara memotong bantuan pembangunan, membekukan aset Afganistan, dan memberlakukan "isolasi dan blokade politik."

Sementara  Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield menuduh Taliban memberlakukan kebijakan yang "menekan dan membuat kelaparan rakyat Afganistan alih-alih melindungi mereka" dan meningkatkan pajak atas bantuan yang sangat dibutuhkan.

ae/ha (dpa, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait