Pelapor khusus PBB untuk Myanmar mengatakan bahwa junta militer masih menerima jet tempur dan kendaraan lapis baja yang digunakan untuk melawan warga sipil sejak kudeta tahun 2021.
Iklan
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar mengatakan bahwa Cina dan Rusia termasuk di antara pihak yang mempersenjatai junta militer. Thomas Andrews, mantan anggota kongres Amerika Serikat yang bertugas di pos independen, mengatakan pada hari Selasa (22/02) bahwa kedua negara menyediakan jet tempur dan kendaraan lapis baja kepada junta.
"Meskipun bukti kejahatan kekejaman junta militer dilakukan dengan impunitas sejak meluncurkan kudeta tahun lalu, anggota Dewan Keamanan PBB Rusia dan Cina terus memberikan junta militer Myanmar dengan banyak jet tempur, kendaraan lapis baja," katanya dalam sebuah pernyataan.
Andrews juga menyebut Serbia sebagai salah satu vendor senjata.
"Selama periode yang sama, Serbia telah mengizinkan roket dan artileri untuk diekspor ke militer Myanmar," katanya.
Andrews meminta dewan keamanan PBB untuk menghentikan pasokan senjata.
"Seharusnya tidak dapat disangkal bahwa senjata yang digunakan untuk membunuh warga sipil tidak boleh lagi ditransfer ke Myanmar,” tegasnya.
Dia juga mendesak agar akses militer ke minyak, gas, dan cadangan devisa dipotong, serta menyerukan untuk mencegah negara bagian dan sektor swasta membeli sumber daya, seperti kayu dan produk tanah jarang ketika dana disalurkan ke junta.
Myanmar: Aksi Protes Perahu Menentang Kudeta Militer
Warga etnis Intha di negara bagian Shan, Myanmar, melakukan protes unik terhadap junta militer dengan aksi protes perahu di Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara itu.
Foto: Robert Bociaga
Protes meluas di Myanmar
Protes terhadap kudeta militer di Myanmar 1 Februari lalu meluas ke luar kota Yangon. Pada 18 Februari, penduduk di sekitar Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara bagian Shan selatan, berdemonstrasi menentang junta militer dan menuntut pemulihan demokrasi.
Foto: Robert Bociaga
Protes dari atas perahu
Warga dari semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam aksi protes perahu. Mereka terlihat membawa megafon dan plakat-plakat, sambil melantunkan lagu-lagu revolusi.
Foto: Robert Bociaga/DW
Kudeta militer
Pihak militer awal Februari mengkudeta pemerintahan sipil dengan mengklaim terjadi penipuan yang luas dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan secara telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dari Aung San Suu Kyi, sekalipun militer ketika itu membuat partai politik untuk menang pemilu. Sejak kudeta, banyak anggota NLD dan pemerintahan sipil yang ditahan, termasuk Suu Kyi.
Foto: AP Photo/picture alliance
Pembangkangan sipil
Sejak kudeta, puluhan ribu orang melakukan protes dan kampanye pembangkangan sipil. Pihak militer menanggapi dengan keras dengan gelombang penangkapan ancaman sanksi berat.
Foto: REUTERS
Aksi protes perahu dukung sanksi Barat terhadap pelaku kudeta
Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan para tahanan politik lain. Pengunjuk rasa di Danau Inle menyambut baik sanksi tersebut dan mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk mengakhiri dominasi militer selamanya. Namun, mereka tidak mendukung rekonsiliasi dengan para jenderal, kebijakan yang diambil Suu Kyi selama ini.
Foto: Robert Bociaga
Sistem demokrasi satu-satunya jalan melindungi minoritas
Negara bagian Shan dihuni oleh warga etnis Intha, yang juga dikenal sebagai "orang danau". "Satu-satunya cara untuk melindungi tradisi minoritas adalah melalui sistem demokratis dan desentralisasi. Itulah mengapa kami membutuhkan demokrasi federal di Myanmar," kata Ko Su, seorang aktivis etnis Intha, kepada DW.
Foto: Robert Bociaga
Sektor turisme di bawah pengawasan militer
Suku Intha mengatakan, mereka belum dapat sepenuhnya memanfaatkan pariwisata karena sebagian besar hotel dan bisnis di daerah tersebut dimiliki oleh orang-orang yang memiliki koneksi dengan militer. Namun sebelum kudeta, penduduk setempat setidaknya bisa mendapatkan keuntungan dari industri pariwisata yang berkembang pesat. (hp/vlz)
Foto: Robert Bociaga
7 foto1 | 7
Bagaimana situasi di Myanmar?
Kekacauan telah mencengkeram Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021, mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif, dan memicu protes nasional yang ditekan oleh pasukan dengan kekuatan mematikan. Setidaknya 1.500 warga sipil telah tewas, menurut aktivis yang dikutip oleh PBB, yang juga mengatakan lebih dari 300.000 orang telah mengungsi.
Junta mengatakan sedang memerangi "teroris" dan menolak apa yang disebutnya campur tangan PBB.