1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB dan ASEAN Gagas Konferensi Donor Bagi Myanmar

as20 Mei 2008

Bencana badai Nargis yang melanda Myanmar dua pekan lalu, berubah dari kisah tragedi menjadi kisah kriminal. Gagasan konferensi donor membuat situasinya jadi amat ganjil.

Dua pekan setelah dilanda bencana badai Nargis, kebanyakan warga Myanmar harus berjuang sendiri mengatasi penderitaannya.Foto: picture-alliance/ dpa

Rencana untuk menyelenggarakan konferensi donor bagi para korban bencana badai Nargis di Myanmar menjadi tema komentar sejumlah harian internasional.


Harian AS The Washington Post yang terbit di Washington dalam tajuknya berkomentar :


Para diplomat PBB dan perhimpunan negara-negara Asia Tengggara ASEAN mengumumkan akan menggelar konferensi donor bagi Myanmar. Dengan itu para menteri luar negeri dari seluruh dunia akan diizinkan menjanjikan bantuan atau kredit bagi pembangunan kembali Myanmar. Akan tetapi diyakini, uang bantuan dan kredit ini justru akan semakin memperkaya rezim militer di Myanmar, sekaligus menambah kokohnya kekuasaan mereka. Dalam waktu bersamaan, tiga juta rakyat Myanmar korban badai Nargis akan tetap menderita dan semakin banyak yang tewas, karena rezim akan tetap menolak bantuan humaniter memasuki negaranya.


Sementara harian Inggris The Guardian yang terbit di London berkomentar :


Jika perhimpunan negara-negara Asia Tenggara ASEAN berhasil mendobrak pintu gerbang Myanmar, mereka jangan membuat kesalahan. Yakni hanya masuk untuk membagikan barang bantuan lalu setelah itu keluar lagi. Dimensi bencana memerlukan usaha bantuan luar biasa. Hingga kini, paling banyak 20 persen dari hampir tiga juta rakyat Myanmar korban bencana badai yang telah memperoleh bantuan. Selain itu, rakyat Myanmar memerlukan bantuan jangka panjang. Artinya jika regu penolong sudah berhasil memasuki negara itu, hendaknya mereka tetap berada di sana.


Harian Perancis La Provence yang terbit di Marseille berkomentar :


Nyaris tidak ada gambar apapun, yang menunjukan puluhan ribu rakyat Myanmar yang tewas akibat badai Nargis. Badai yang melanda Myanmar dua pekan lalu diduga menelan korban tewas sebanyak korban tsunami di Aceh. Kontras situasi juga semakin tegas. Tidak seperti gambaran bencana tsunami di Aceh yang memicu reaksi berantai dari kesediaan memberikan pertolongan dan bantuan. Junta militer Myanmar justru menutup pintu dan membiarkan rakyatnya selama dua pekan menderita tragedi kemanusiaan.


Tema lainnya yang dikomentari harian-harian internasional adalah aksi kekerasan terhadap imigran di Afrika Selatan, yang telah menewaskan puluhan orang.


Harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich dalam tajuknya berkomentar :


Pemerintah Afrika Selatan tidak mempedulikan laporan organisasi bantuan dan kelompok pembela hak warga, yang menunjukkan di kawasan pemukiman kumuh kebencian terhadap warga asing semakin marak. Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki kini baru mengakui, di negaranya kelompok dari dunia ketiga dan dari negara maju hidup secara berdampingan. Artinya, nilai-nilai demokrasi saja tidak cukup untuk mengatasi masalahnya. Barang siapa mengabaikan bom waktu yang ada di balik politik imigrasi, artinya mereka memprovokasi meledaknya bom tsb.


Dan terakhir harian Italia Corriere della Sera yang terbit di Milano berkomentar :


Warga asing dituding merebut bisnis dan pekerjaan. Mereka menjadi kambing hitam, dari krisis ekonomi dan sosial yang melanda Afrika Selatan. Dampaknya, jurang antara kaya dan miskin semakin melebar. Angka kejahatan meningkat secara eksponensial. Akibatnya, aksi perampokan dan pemerkosaan yang tidak dihukum menjadi keseharian, terutama di Johannesburg.