1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB: Dunia Harus Pangkas Emisi Secepatnya demi Cegah Bencana

22 November 2023

Polusi emisi gas rumah kaca yang ada saat ini terlampau tinggi, menurut Laporan Kesenjangan Emisi PBB. Enam tahun ke depan dianggap kritis bagi upaya manusia mencegah kenaikan suhu melampaui 1,5 derajat Celcius.

Aksi iklim di Puncak Jungfrau, Alpen, Swiss.
Sebuah aksi iklim di Puncak Jungfrau, Alpen, Swiss.Foto: Valentin Flauraud/AP/picture alliance

Ketika suhu global dan emisi gas rumah kaca mencapai rekor tertinggi, ilmuwan iklim PBB memperingatkan betapa komitmen emisi yang ada saat ini tidak cukup untuk mencegah kenaikan suhu global yang krusial untuk menghentikan dampak terburuk perubahan iklim.

Laporan Kesenjangan Emisi tahunan PBB menemukan, langkah-langkah yang dijanjikan oleh negara-negara peserta Perjanjian Paris akan menghasilkan kenaikan suhu rata-rata global antara 2,5 dan 2,9 derajat Celcius di atas suhu pra-industri pada akhir abad ini.

PBB menilai, janji untuk mencapai nol-emisi oleh negara produsen emisi "tidak kredibel." Pasalnya, tidak satu pun negara G20 yang bersedia mengurangi emisi dengan cukup cepat untuk memenuhi target tersebut. Peluang  mencapai target iklim dan "membatasi pemanasan di batas 1,5 derjat Celsius hanya sebesar 14 persen,” menurut laporan tersebut.

Stop bahan bakar fosil

Satu-satunya cara membatasi laju kenaikan suhu global adalah memangkas 42 persen dari jumlah emisi gas rumah kaca yang akan diproduksi manusia hingga 2030. Artinya, transformasi energi terbarukan harus dikebut dan semua rencana pembangunan infrastruktur energi fosil dibatalkan.

Laporan tersebut menyerukan para pemimpin dunia untuk secara serius meningkatkan ambisi iklim demi memangkas kesenjangan emisi pada konferensi iklim PBB, COP28, di Dubai pada bulan Desember.

"Tidak ada  satu orang pun atau sebuah perekonomian di planet ini yang belum terdampak oleh perubahan iklim,” kata Inger Andersen, direktur eksekutif Program Lingkungan PBB, UNEP, dalam sebuah pernyataan. "Kita harus menghilangkan kebiasaan lama, yaitu ambisi setengah hati dan tindakan yang tidak memadai, serta mulai berusaha membuat rekor lain dalam pengurangan emisi, dalam transisi yang ramah lingkungan dan adil, serta dalam pendanaan iklim.”

Untuk tetap mencapai target iklim, negara-negara perekonomian terbesar harus segera mengurangi emisi bahan bakar fosil. Analisa PBB menyebutkan, jika kita membakar semua minyak dan gas yang sedang direncanakan akan diekstraksi, suhu dunia akan meningkat melampaui batas 1,5 C.

Peluang lewat energi terbarukan

Kabar baiknya adalah, menurut catatan PBB, energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin berkembang pesat. Di Cina, misalnya, produksi listrik dari sumber non-fosil "telah melampaui 50% dari seluruh kapasitas pembangkit, sehingga Cina mencapai target pada tahun 2025 lebih awal.”

"Kita memiliki banyak teknologi yang sudah terbukti. Teknologi ini hemat biaya dan bisa bersaing dengan bahan bakar fosil. Tapi pengadaannya harus dalam skala kecepatan yang belum pernah dilihat sebelumnya,” kata penulis utama, Anne Olhoff, kepada DW.

Menurut laporan tersebut, energi hijau tidak hanya akan menghasilkan udara yang lebih bersih dan memperlambat perubahan iklim. Ia juga bisa menjadi "peluang besar bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah” untuk membuka sumber pendapatan baru dan lapangan kerja bagi masyarakat.

Sebabnya, penting bagi negara-negara miskin untuk mendapatkan dukungan "mempercepat transisi hijau dan menurunkan biaya modal," pungkasnya.

rzn/hp

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait