PBB: Kejahatan Perang di Myanmar Meningkat Dramatis
9 Agustus 2023
Junta militer Myanmar diklaim telah melakukan kejahatan perang yang semakin sering dan semakin berani, termasuk bom dari udara yang menargetkan warga sipil, ungkap penyelidikan PBB.
Iklan
Para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada hari Selasa (08/08) bahwa pihaknya telah mengumpulkan bukti kuat terkait meningkatnya kejahatan perang di Myanmar dan tengah menyusun berkas perkara untuk mengadili para pelaku.
Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar, IIMM, menemukan bukti kuat selama 12 bulan yang berakhir pada bulan Juni lalu, bahwa junta militer dan milisi telah menargetkan warga sipil dengan bom dari udara tanpa pandang bulu dan secara tidak proporsional.
Junta militer Myanmar juga telah mengeksekusi massal orang-orang yang ditahan selama operasi dan melakukan pembakaran rumah-rumah warga sipil dalam skala besar, tambah badan penyelidik PBB tersebut.
‘Semakin sering dan kurang ajar’
IIMM mengklaim bahwa junta militer Myanmar dan milisi yang berafiliasi dengan kelompok itu telah "melakukan kejahatan perang yang semakin sering dan kurang ajar".
Iklan
Tim investigasi juga memperingatkan dalam laporan tahunannya bahwa "jumlah insiden yang memiliki ciri-ciri kejahatan internasional yang serius" telah melonjak sejak kudeta di Myanmar.
"Setiap korban jiwa di Myanmar merupakan hal yang tragis, tetapi kehancuran yang terjadi pada seluruh komunitas melalui pemboman udara dan pembakaran desa itu sangat mengejutkan," ujar kepala penyelidik Nicholas Koumjian dalam pernyataannya.
"Bukti-bukti yang kami miliki menunjukkan adanya peningkatan yang dramatis dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di negara ini, dengan serangan yang meluas dan sistematis terhadap warga sipil, sehingga kami tengah menyusun berkas-berkas kasus yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku," tegasnya.
Negara di Asia Tenggara itu telah dilanda kekejaman mematikan sejak kudeta yang menggulingkan pemerintahan pemimpin Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 lalu, yang juga memicu pertempuran dan aksi tindakan keras di berbagai penjuru negara.
Para penentang pemerintahan militer Myanmar memilih untuk mengangkat senjata dan sebagian besar wilayah negara tersebut kini terlibat dalam konflik, di mana bagi beberapa pakar PBB menyebutnya sebagai “perang saudara”.
Myanmar: Aksi Protes Perahu Menentang Kudeta Militer
Warga etnis Intha di negara bagian Shan, Myanmar, melakukan protes unik terhadap junta militer dengan aksi protes perahu di Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara itu.
Foto: Robert Bociaga
Protes meluas di Myanmar
Protes terhadap kudeta militer di Myanmar 1 Februari lalu meluas ke luar kota Yangon. Pada 18 Februari, penduduk di sekitar Danau Inle, salah satu tujuan wisata populer di negara bagian Shan selatan, berdemonstrasi menentang junta militer dan menuntut pemulihan demokrasi.
Foto: Robert Bociaga
Protes dari atas perahu
Warga dari semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam aksi protes perahu. Mereka terlihat membawa megafon dan plakat-plakat, sambil melantunkan lagu-lagu revolusi.
Foto: Robert Bociaga/DW
Kudeta militer
Pihak militer awal Februari mengkudeta pemerintahan sipil dengan mengklaim terjadi penipuan yang luas dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan secara telak oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dari Aung San Suu Kyi, sekalipun militer ketika itu membuat partai politik untuk menang pemilu. Sejak kudeta, banyak anggota NLD dan pemerintahan sipil yang ditahan, termasuk Suu Kyi.
Foto: AP Photo/picture alliance
Pembangkangan sipil
Sejak kudeta, puluhan ribu orang melakukan protes dan kampanye pembangkangan sipil. Pihak militer menanggapi dengan keras dengan gelombang penangkapan ancaman sanksi berat.
Foto: REUTERS
Aksi protes perahu dukung sanksi Barat terhadap pelaku kudeta
Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan para tahanan politik lain. Pengunjuk rasa di Danau Inle menyambut baik sanksi tersebut dan mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk mengakhiri dominasi militer selamanya. Namun, mereka tidak mendukung rekonsiliasi dengan para jenderal, kebijakan yang diambil Suu Kyi selama ini.
Foto: Robert Bociaga
Sistem demokrasi satu-satunya jalan melindungi minoritas
Negara bagian Shan dihuni oleh warga etnis Intha, yang juga dikenal sebagai "orang danau". "Satu-satunya cara untuk melindungi tradisi minoritas adalah melalui sistem demokratis dan desentralisasi. Itulah mengapa kami membutuhkan demokrasi federal di Myanmar," kata Ko Su, seorang aktivis etnis Intha, kepada DW.
Foto: Robert Bociaga
Sektor turisme di bawah pengawasan militer
Suku Intha mengatakan, mereka belum dapat sepenuhnya memanfaatkan pariwisata karena sebagian besar hotel dan bisnis di daerah tersebut dimiliki oleh orang-orang yang memiliki koneksi dengan militer. Namun sebelum kudeta, penduduk setempat setidaknya bisa mendapatkan keuntungan dari industri pariwisata yang berkembang pesat. (hp/vlz)
Foto: Robert Bociaga
7 foto1 | 7
Bukti kejahatan internasional paling serius
IIMM dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2018 untuk mengumpulkan bukti kejahatan internasional paling serius dan menyiapkan berkas penuntutan pidana bagi para pelaku kejahatan.
Meskipun tim tersebut tidak pernah diizinkan untuk mengunjungi Myanmar, mereka telah terlibat dengan lebih dari 700 sumber dan telah mengumpulkan "lebih dari 23 juta data informasi", termasuk pernyataan saksi, dokumen, foto, video, bukti forensik, dan rekaman citra satelit.
IIMM, yang juga bekerja sama dengan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional, mengatakan bahwa timnya telah "berencana untuk mempercepat pengumpulan bukti-bukti kejahatan internasional yang paling serius tersebut".
Menurut IIMM, para komandan militer atau pejabat tinggi, memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk mencegah dan menghukum kejahatan perang yang dilakukan oleh mereka yang berada di bawah komando mereka.
"Mengabaikan kejahatan semacam itu secara berulang-ulang dapat mengindikasikan bahwa otoritas yang lebih tinggi memang menghendaki terjadinya kejahatan tersebut," ujar laporan tersebut.
Potret Warga Rohingya Rela Bertaruh Nyawa di Lautan Hingga Terdampar di Aceh
Sebanyak 99 pengungsi Rohingya ditemukan kelaparan dan kehausan di atas kapal motor rusak di perairan Aceh Utara, Rabu (24/06). Ini bukan kali pertama etnis yang terusir dari Myanmar ini terdampar di perairan Indonesia.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Terombang-ambing di lautan
Sebanyak 99 pengungsi Rohingya ditemukan terombang-ambing di atas sebuah kapal di perairan Aceh Utara, Rabu (24/06). Mereka ditemukan oleh nelayan sekitar yang kebetulan sedang melintas di sekitar lokasi. Ini bukan kali pertama sebuah kapal motor bermuatan puluhan bahkan ratusan pengungsi Rohingya terdampar di perairan Aceh Utara.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Bertaruh nyawa
Para pengungsi rela bertaruh nyawa melintasi lautan selama berminggu-minggu dengan perbekalan minim. Mereka yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak ini, berharap dapat mengadu nasib dan mencari pekerjaan di negara tujuan. Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya (PIARA) melaporkan sebanyak 15 pengungsi tewas di perjalanan dan dilarung ke laut. Diduga akan ada kapal-kapal lain yang menyusul.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Terusir dari rumah
Kaum Rohingya yang berasal dari Myanmar ini, terpaksa mencari suaka ke negara-negara Asia Tenggara lainnya karena etnis Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Mereka kerap dianiaya, dikucilkan, dan diusir ke kamp-kamp pengungsian setelah penumpasan militer tahun 2017 silam. Bahkan dalam laporan PBB tahun 2018 dilaporkan adanya pembunuhan massal 10 ribu kaum Rohingya di Rakhine.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Rasa kemanusiaan
Para pengungsi kemudian ditampung sementara di Kantor Imigrasi Lhokseumawe, Aceh. Meski dunia tengah dilanda pandemi Covid-19, tidak menyurutkan niat masyarakat setempat untuk menyelamatkan para pengungsi tersebut. "Ini tidak lebih dari rasa kemanusiaan dan bagian dari tradisi kami para nelayan Aceh Utara," ujar Hamdani salah seorang nelayan yang ikut mengevakuasi para pengungsi dilansir Reuters.
Foto: Getty Images/AFP/R. Mirza
Non-reaktif Covid-19
Dari hasil pemeriksaan cepat (rapid test) virus corona yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, dilaporkan seluruh pengungsi Kaum Rohingya yang terdampar di perairan Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh utara, Rabu (24/06), non-reaktif Covid-19. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona. Selain rapid test, pemeriksaan kesehatan secara umum juga turut dilakukan.
Foto: AFP/C. Mahyuddin
Apresiasi dunia internasional
Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia Ann Maymann mengapresiasi Indonesia yang telah menyelamatkan para pengungsi Kaum Rohingya. Organisasi non-pemerintah Amnesty International juga memuji mayarakat Aceh yang telah menunjukkan rasa solidaritas kemanusiaan mereka. Menlu RI Retno Marsudi dalam pernyataan resminya Jumat (26/06) berjanji akan penuhi kebutuhan dasar dan kesehatan 99 pengungsi Rohingya.
Foto: AFP/C. Mahyuddin
6 foto1 | 6
"Tingkat kejahatan tertinggi"
Laporan IIMM juga menyoroti bukti penggunaan tentara bayaran oleh "berbagai aktor bersenjata", dan mengatakan bahwa tim penyelidik juga melihat "semakin banyak bukti mengenai penyiksaan, kekerasan seksual, dan bentuk-bentuk penganiayaan berat lainnya di berbagai fasilitas penahanan".
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa kejahatan semacam itu "dilakukan dengan tingkat kekejaman dan kejahatan tertinggi terhadap para korban, termasuk pemerkosaan, bentuk-bentuk penghinaan lainnya, mutilasi, pemerkosaan beramai-ramai atau berantai, dan perbudakan seksual," demikian ungkap laporan tersebut.
IIMM mengatakan bahwa pihaknya juga terus menyelidiki kekerasan seksual yang dilakukan selama penumpasan berdarah terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar pada tahun 2017, yang mengakibatkan pengungsian hampir satu juta warga Rohingya.
"Kejahatan seksual dan kejahatan berbasis gender merupakan salah satu kejahatan paling keji yang sedang kami selidiki," kata Koumjian, dengan mengatakan bahwa kejahatan ini "merajalela selama operasi pembersihan Rohingya".
Kejahatan perang Myanmar
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi pemantau hak asasi manusia, mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah membunuh sedikitnya 3.900 warga sipil dan menangkap 24.236 lainnya, sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
Bahkan bulan April lalu, junta militer menjatuhkan sebuah bom yang menurut kelompok Human Rights Watch merupakan sebuah amunisi "ledakan yang disempurnakan" dalam sebuah serangan di desa Pazigyi, wilayah Sagaing, dan menewaskan lebih dari 160 orang, termasuk banyaknya korban anak-anak.
Serangan tersebut menargetkan sebuah upacara pembukaan kantor lokal Pemerintah Persatuan Nasional, organisasi oposisi nasional utama yang menganggap dirinya sebagai badan administratif yang sah di Myanmar.
Sedangkan pemerintah junta militer yang berkuasa, sering menuduh anggota Pasukan Pertahanan Rakyat yang pro-demokrasi itulah yang melakukan tindakan terorisme terhadap target-target yang berhubungan dengan pemerintah militer.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
IIMM mengatakan dalam laporannya bahwa junta militer seharusnya sudah tahu, bahwa sejumlah besar warga sipil akan hadir pada saat beberapa serangannya itu dilepaskan.
Pemerintah militer Myanmar juga menolak tuduhan bahwa pasukan keamanan mereka telah melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal serta membakar ribuan rumah warga. Bahkan, pemerintah Amerika Serikat sampai mencap tindakan kekejaman junta militer tersebut sebagai “aksi genosida”.