PBB Minta ASEAN Berperan Intensif Damaikan Myanmar
1 Februari 2023
Dua tahun setelah kudeta, militer Myanmar makin sering melancarkan serangan udara terhadap kelompok perlawanan, kata organisasi Myanmar Witness. PBB mengecam keras “semua bentuk kekerasan” dan berharap pada ASEAN.
Iklan
Militer Myanmar semakin sering melakukan serangan udara dengan hasil yang mematikan untuk mencoba menghancurkan perlawanan bersenjata, dua tahun setelah merebut kekuasaan, kata kelompok pemantau hak asasi manusia Myanmar Witness dalam sebuah laporan hari Selasa (31/1). 460 warga sipil, kebanyakan anak-anak, telah kehilangan nyawa mereka dalam serangan udara. Selanjutnya Myanmar Witness mengatakan, militer sangat bergantung pada jet tempur dan helikopter tempur yang dipasok oleh sekutunya Rusia dan Cina.
Militer "menempatkan penduduk Myanmar dalam posisi genting, menghancurkan rumah, sekolah, dan tempat ibadah – situs yang seharusnya aman bagi warga sipil,” kata laporan itu.
Menurut kelompok perlawanan "Pemerintah Persatuan Nasional", yang menyebut dirinya pemerintahan sah Myanmar dan berfungsi sebagai organisasi payung bagi penentang kekuasaan militer.
Sekjen PBB dukung "aspirasi demokratis" dan kecam kekerasan
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Senin (30/1) menyuarakan dukungan untuk aspirasi demokrasi rakyat Myanmar dan memperingatkan bahwa pemilu yang direncanakan rezim militer di tengah tindakan keras terhadap warga sipil "berisiko memperburuk ketidakstabilan."
Iklan
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, sekretaris jenderal mengecam keras semua bentuk kekerasan di Myanmar. Dia mengatakan krisis di negara itu bisa memburuk "dan memicu implikasi regional yang serius."
Dewan Keamanan PBB pada Desember 2021 menuntut segera diakhirinya kekerasan dan mendesak penguasa militer Myanmar membebaskan semua tahanan yang "ditahan secara sewenang-wenang”, termasuk Aung San Suu Kyi, dan memulihkan institusi demokrasi. Sekretaris Jenderal PBB menganggap resolusi itu "langkah penting dan menggarisbawahi urgensi untuk memperkuat persatuan internasional,” kata Stephane Dujarric.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Utusan Khusus PBB akan berkoordinasi dengan ASEAN
Militer merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 dari pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi, menangkapnya dan anggota tertinggi partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang memerintah. Partai itu sebelumnya meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum November 2020.
Setelah melancarkan kudeta, pasukan keamanan menekan secara brutal aksi protes terhadap pengambilalihan militer, membunuh hampir 2.900 warga sipil dan menangkap ribuan orang lainnya yang terlibat dalam protes tanpa kekerasan.
Militer sekarang memberlakukan undang-undang baru tentang pendaftaran partai politik, yang mempersulit kelompok oposisi untuk mengajukan calon sendiri menghadapi kandidat yang didukung tentara dalam pemilihan umum yang dijadwalkan akhir tahun ini.
Sekjen PBB Antonio Guterres "prihatin dengan niat militer menyelenggarakan pemilu di tengah gencarnya pengeboman udara dan pembakaran rumah warga sipil, bersamaan dengan penangkapan, intimidasi, dan pelecehan terhadap pemimpin politik, aktor masyarakat sipil, dan jurnalis,” kata seorang juru bicara Dewan Keamanan PBB.
Selanjutnya PBB mengatakan, Utusan Khusus untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, akan berkoordinasi erat dengan ASEAN untuk menanggapi seruan Dewan Keamanan agar " terlibat secara intensif dengan semua pihak terkait di Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan mendukung kembalinya demokrasi." Sejak 1 Januari 2023, Indonesia mengamil alih kepemimpinan ASEAN dari Kamboja.