PBB Peringatkan Krisis Kemanusiaan Parah di Afganistan
Sou-jie van Brunnersum
24 November 2021
Para pekerja kemanusiaan di Afganistan berpacu dengan waktu untuk mengirimkan bantuan seiring datangnya musim dingin. Kepada DW, pejabat PBB mengatakan situasi di lapangan memprihatinkan dan akan menjadi lebih buruk.
Iklan
Meningkatnya kelaparan dan terhentinya pengiriman bantuan menciptakan "krisis yang teburai dengan cepat" di Afganistan, UNICEF memperingatkan pada hari Selasa (23/11).
"Sekitar setengah dari populasi negara - 23 juta orang - membutuhkan bantuan, jadi skalanya luar biasa dan ini adalah krisis yang cepat terburai untuk semua," ujar Samantha Mort, kepala komunikasi untuk UNICEF Afganistan, kepada DW dalam sebuah wawancara.
Badan-badan atau organisasi bantuan, termasuk UNICEF, berpacu dengan waktu untuk mengirimkan bantuan sebelum awal musim dingin.
"UNICEF membawa bantuan melalui penerbangan sewaan dan melalui perbatasan Pakistan sehingga kami mendapatkan bantuan, tetapi setiap hari semakin dingin," katanya.
"Salju sudah ada di pegunungan, daerah pedesaan terputus dan ini benar-benar berpacu dengan waktu untuk menempatkan persediaan tersebut sebelum tidak dapat diakses," tegas Mort.
Iklan
'Bencana kemanusiaan'
Pekan lalu, perwakilan khusus PBB untuk Afganistan memperingatkan bahwa Afganistan tengah "di ambang bencana kemanusiaan," dengan 22% dari negara berpenduduk 38 juta itu terancam kelaparan dan 36% lainnya menghadapi kerawanan pangan akut dan kelaparan setiap hari karena orang-orang tidak mampu membeli makanan.
"Kami memiliki tingkat kemiskinan yang berada di luar grafik dan itu berarti bahwa keluarga-keluarga dipaksa untuk membuat keputusan nekat," kata Mort.
Ia menambahkan bahwa orang tua harus mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah dan menyuruh mereka bekerja.
Afganistan: Perubahan Keseharian di Bawah Kekuasaan Taliban
Terlepas dari semua drama seputar pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban di Afganistan, kehidupan sehari-hari terus berlanjut. Namun kehidupan sehari-hari itu telah berubah drastis, terutama bagi kaum perempuan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Dunianya laki-laki
Foto dan video yang muncul dari Afganistan menunjukkan kembalinya aktivitas di jalanan perkotaan, seperti restoran di Herat ini yang sudah menerima pelanggan lagi. Tapi ada satu perbedaan mencolok dari sebelumnya: di meja hanya ada laki-laki saja, sering kali mengenakan pakaian kurta tradisional, tunik selutut. Perempuan di ruang publik menjadi hal langka di perkotaan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Harus terpisah
Di sebuah universitas swasta di Kabul. Ada tirai yang memisahkan mahasiswanya. Pemisahan antara perempuan dan laki-laki ini sekarang menjadi kebijakan resmi dan kemungkinan akan terus menyebar. "Pembelajaran campur, lelaki-perempuan, bertentangan dengan prinsip Islam, nilai-nilai nasional, adat dan tradisi," kata Abdul Baghi Hakkani, Menteri Pendidikan Taliban di Kabul.
Foto: AAMIR QURESHI AFP via Getty Images
Kebebasan yang hilang
Seperti para perempuan ini yang sedang dalam perjalanan mereka ke masjid di Herat, setelah 20 tahun pasukan sekutu memerangi Taliban, kebebasan yang dulu didapatkan perempuan dengan cepat terhapus. Bahkan olahraga akan dilarang untuk pemain perempuan, kata Ahmadullah Wasik, wakil kepala Komisi Kebudayaan Taliban.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Pos pemeriksaan di mana-mana
Pemandangan di jalan juga didominasi oleh pos pemeriksaan Taliban. Ketika orang-orang bersenjata berat mengintimidasi warga, warga berusaha keras untuk berbaur. Pakaian gaya Barat menjadi semakin langka dan pemandangan tentara bersenjata lengkap semakin umum.
Foto: Haroon Sabawoon/AA/picture alliance
Menunggu pekerjaan
Di Kabul, buruh harian laki-laki duduk di pinggir jalan, menunggu tawaran pekerjaan. Afganistan, yang sudah berada dalam situasi ekonomi yang genting bahkan sebelum pengambilalihan Taliban, sekarang terancam "kemiskinan universal" dalam waktu satu tahun, menurut PBB. 98% warganya tahun depan akan hidup dalam kemiskinan, dibandingkan dengan 72% pada saat ini.
Foto: Bernat Armangue/dpa/picture alliance
Tetap mencoba melawan
Perempuan Afganistan, meskipun ditindas secara brutal, terus menuntut hak mereka atas pendidikan, pekerjaan, dan persamaan hak. Namun PBB memperingatkan bahwa protes damai juga disambut dengan kekerasan yang meningkat. Para Islamis militan menggunakan pentungan, cambuk dan peluru tajam membubarkan aksi protes. Setidaknya empat orang tewas dan banyak lainnya yang cedera.
Foto: REUTERS
Ada juga perempuan yang 'pro' Taliban
Perempuan-perempuan ini, di sisi lain, mengatakan mereka senang dengan orde baru. Dikawal oleh aparat keamanan, mereka berbaris di jalan-jalan mengklaim kepuasan penuh dengan sikap dan perilaku Taliban, dan mengatakan bahwa mereka yang melarikan diri dari negara itu tidak mewakili semua perempuan. Mereka percaya bahwa aturan Islam menjamin keselamatan mereka.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
Menyelaraskan arah
Demonstrasi pro-Taliban termasuk undangan bagi wartawan, berbeda dengan protes anti-Taliban. Yang terakhir, wartawan melaporkan mereka telah diintimidasi atau bahkan dilecehkan. Ini adalah tanda yang jelas dari perubahan di bawah Taliban, terutama bagi perempuan. (kp/hp)
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Peter Maurer, presiden Komite Internasional Palang Merah, mengatakan pada pekan lalu bahwa kelompok bantuan tengah berjuang untuk membayar dokter, perawat dan, pekerja kemanusiaan lain di lapangan karena saat ini tidak ada cara untuk mentransfer gaji mereka ke rekening bank di Afganistan.
Ekonomi Afganistan diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 40% sejak Taliban mengambil alih kendali pada bulan Agustus lalu. PBB telah memperingatkan bahwa runtuhnya ekonomi negara itu juga meningkatkan risiko ekstremisme.
'Permintan bantuan kemanusiaan terbesar dalam sejarah'
Richard Trenchard, perwakilan untuk Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) di Afganistan, telah memperingatkan bahwa situasi di negara itu sangat memprihatinkan.
"Apa yang benar-benar mengkhawatirkan kami adalah bahwa sepertinya itu akan menjadi lebih buruk," katanya kepada DW, menambahkan bahwa kelaparan akut telah menyebar dari daerah pedesaan ke sembilan dari sepuluh kota terbesar di Afganistan.
"Tahun depan saya pikir komunitas kemanusiaan di sini akan meminta lebih dari US$ 4 miliar (Rp56 triliun), itu akan menjadi permintaan bantuan kemanusiaan terbesar, saya pikir, dalam sejarah negara mana pun," katanya.