1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAsia

PBB: India Bakal Salip Cina Jadi Negara Terpadat

20 April 2023

Menurut perkiraan PBB, India bakal memiliki penduduk terbanyak di dunia pada pertengahan tahun ini. Dua raksasa Asia, Cina dan India, akan menyumbang angka 3 miliar penduduk dari total 8 miliar penduduk dunia.

Penduduk New Delhi bertumpukan tegah berjalan di sebuah pasar
Foto keramaian masyarakat di sebuah pasar yang ada di New Delhi, IndiaFoto: Kabir Jhangiani/ZUMA Press/picture alliance

India akan mengambil alih posisi Cina sebagai negara terpadat di Bumi dalam paruh kedua tahun ini, demikian menurut perkiraan yang diterbitkan oleh sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (19/04).

Laporan enam bulanan dari Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-bangsa (UNFPA) itu memperkirakan jumlah penduduk India bakal mencapai 1.4286 miliar di akhir Juni mendatang. Sementara Cina untuk waktu yang sama hanya akan mencapai 1.4257 miliar populasi.

Peningkatan ini akan membuat angka populasi India sekitar 3 miliar lebih besar dibanding Cina, yang mencatat tahun pertamanya tanpa pertumbuhan populasi dalam beberapa dekade pada tahun 2022.

Laporan itu juga menyebut jumlah populasi Bumi pada akhir Juni mencapai 8.045 miliar, dengan perkiraan India dan Cina menyumbang angka sekitar 2.85 miliar.

Foto keramaian jalanan di pasar Chandni Chowk pada 15 November 2022Foto: Vijay Pandey/ZUMA Press/picture alliance

Jumlah populasi masih perkiraan

Sensus resmi terakhir di India dilakukan pemerintah pada tahun 2011, artinya jumlah populasi itu masih perkiraan. Sementara untuk Cina, data resmi terbarunya juga kemungkinan masih memiliki kesalahan.

Sensus tahun 2021 di India ditunda oleh Perdana Menteri Narendra Modi. Saat itu, dia beralasan pandemi Covid-19.

Sejak saat itu, proses sensus yang tertunda kemudian dihambat oleh masalah logistik, bahkan ada dugaan pemerintah sengaja mengulur waktu setidaknya hingga Pemilu 2024 India selesai.

Sejak tahun 1950, jumlah populasi india meningkat tiga kali lipat. Dari perkiraan semula hanya 360 juta orang, kini mendekati 1,5 miliar penduduk.

Kendati demikian, pengaruh ekonomi India masih terbilang kecil dibanding Cina, dengan PDB yang hampir setara dengan Inggris dan Prancis, dua negara yang memiliki demografi setidaknya 65 juta orang.

2022, tahun pertama Cina alami penurunan populasi dalam beberapa dekade

Kurva pertumbuhan populasi Cina yang meningkat dari 580 juta dalam sebuah sensus tahun 1953 menjadi 1.4 miliar di tahun 2018, telah menunjukkan tanda-tanda mendatar selama bertahun-tahun.

Pemerintah di Beijing pun dengan gamblang melarang kebijakan satu anak, yang diterapkan saat puncak pertumbuhan populasi pada tahun 2015 dalam upaya mencoba mengendalikan jumlah penduduk. Dan kemudian menetapkan batas dua anak.

Foto: dua orang perawat di Cina tampak tengah mengurusi dua bayi yang baru lahir di rumah sakit di Yongzhou, Cina.Foto: Jiang Keqing/Xinhua/picture alliance

Dalam hampir satu abad, populasi dunia bertambah dari 2 miliar jadi 8 miliar

Peningkatan populasi di dua raksasa Asia ini menggambarkan juga percepatan pertumbuhan penduduk dunia selama kurang dari 100 tahun.

Diperkirakan populasi dunia telah mencapai angka 2 miliar di akhir tahun 1920an, sebelum lonjakan tajam di sekitar tahun 1950 hingga 2010.

Saat ini, setidaknya ada 8 miliar manusia di Bumi. PBB memprediksi jumlah itu bakal naik sedikit demi sedikit dalam beberapa dekade menjadi 10 hingga 11 miliar sebelum akhirnya mendatar.

Pada tahun 2050, PBB memprediksi 8 negara di Asia dan Afrika bakal menyumbang lebih dari setengah pertumbuhan yang tersisa. Negara tersebut adalah Kongo, Mesir, Etiopia, India, Nigeria, Pakistan, Filipina dan Tanzania.

PBB singgung narasi negatif soal kelebihan penduduk

UNFPA pada Rabu (19/04) juga memperingatkan supaya tidak memandang pesatnya pertumbuhan ini secara negatif, dengan mengatakan bahwa hal ini tak lain merupakan tanda kesuksesan umat manusia saat ini.

Mereka menyebut kekhawatiran sejumlah orang "menyebabkan kecemasan dan mendorong banyak pemerintah untuk mencoba mempengaruhi tingkat kesuburan."

Mereka mengatakan, pertanyaan pentingnya adalah bukan tentang berapa banyak anak yang dimiliki seorang perempuan atau kapan, tapi soal apakah keputusan itu benar-benar miliknya. Selain itu juga ada soal sudut pandang dari perkembangan dan kemajuan.

"Hubungan antara otonomi reproduksi dan kehidupan yang lebih sehat adalah kebenaran yang tidak bisa dibantahkan," kata Direktur Eksekutif UNFPA Natalia Kanem.

Hingga saat ini, PBB menyebut setidaknya 24% perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia mengaku mereka merasa tidak dapat menolak berhubungan seks. Sementara 11% mengatakan tidak punya keputusan soal alat kontrasepsi.

Kesetaraan gender merupakan hal yang sangat penting bagi negara dengan pertumbuhan penduduk rendah, supaya dapat memastikan lebih banyak perempuan yang tersedia untuk mengisi kekosongan di pasar tenaga kerja.

Namun, dia menyayangkan bahwa hal ini tidak menjadi tanggapan atas laporan terbaru pada bulan November tentang populasi Bumi yang mencapai 8 miliar.

"Sebaliknya, banyak tajuk berita yang memperingatkan bahwa dunia sedang mengalami kelebihan populasi," ujarnya, oleh karena itu hak-hak dan potensi individu menjadi "memudar".

mh/gtp (AFP, Reuters)