PBB Sebut Staf Perempuannya Dilarang Bekerja oleh Taliban
5 April 2023
Hampir 400 perempuan Afganistan yang menjadi pegawai PBB kini telah dilarang bekerja oleh Taliban. Padahal, sebelumnya mereka dibebaskan dari larangan tersebut.
Setelah Taliban mengisyaratkan larangan tersebut pada Selasa (04/04), PBB memberikan arahan kepada hampir 3.000 stafnya di Afganistan, untuk tidak masuk kerja selama 48 jam ke depan. Dari 3.000 staf tersebut, hampir 400 di antaranya adalah perempuan.
Dalam pengarahannya di markas besar PBB di New York, Stephane Dujarric, yang menjabat sebagai juru bicara untuk Sekjen PBB Antonio Guterres,mengatakan, staf perempuan mereka di Afganistan telah menerima "perintah dari otoritas de facto.”
Menurut Dujarric, anggota PBB akan bertemu dengan pejabat Taliban di Kabul pada hari Rabu (05/04) untuk "mencari kejelasan.”
Larangan Kuliah oleh Taliban, Hak Perempuan Afganistan Dirampas
Sejak merebut kekuasaan pada pertengahan 2021, Taliban semakin membatasi hak-hak perempuan dan anak perempuan Afganistan. Kini, mereka membatasi akses perempuan ke pendidikan tinggi hingga memicu kemarahan internasional.
Foto: AFP
Perpisahan untuk selamanya?
Perempuan tidak akan diizinkan untuk kembali berkuliah. Dalam pernyataan pemerintah pada hari Selasa (20/12), Taliban menginstruksikan semua universitas di Afganistan, baik swasta maupun negeri, untuk melarang perempuan mengenyam pendidikan. Sekarang ini semua mahasiswa perempuan dilarang masuk ke universitas
Foto: AFP
Perempuan disingkirkan
Pasukan Taliban menjaga pintu masuk sebuah universitas di Kabul, sehari setelah larangan untuk perempuan berkuliah diberlakukan. Para mahasiswi diberitahu bahwa mereka tidak bisa masuk kampus. Larangan diberlakukan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, sudah ada aksi protes di universitas, di mana siswa laki-laki batal mengikuti ujian dan beberapa dosen laki-laki juga mogok mengajar.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Pendidikan tinggi hanya untuk laki-laki
Sejumlah pembatasan telah diberlakukan sebelum ini. Setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, universitas harus memisahkan pintu masuk dan ruang kuliah berdasarkan jenis kelamin. Mahasiswi hanya boleh diajar oleh dosen perempuan atau oleh pria tua. Gambar ini menunjukkan ada batas pemisah untuk mahasiswi di Universitas Kandahar.
Foto: AFP/Getty Images
Angkatan terakhir
Mahasiswi Universitas Benawa di Kandahar, masih bisa ikut wisuda Maret lalu dengan gelar di bidang teknik dan ilmu komputer. Pembatasan baru atas hak-hak perempuan di Afganistan mengundang kecaman keras dari dunia internasional. Human Rights Watch menyebut larangan kuliah bagi perempuan sebagai "keputusan yang memalukan", sementara PBB menyatakan keputusan itu melanggar hak asasi perempuan.
Foto: JAVED TANVEER/AFP
Dampaknya menghancurkan masa depan negara
Ribuan perempuan dan anak perempuan mengikuti ujian masuk universitas pada Oktober lalu, salah satunya di Universitas Kabul. Banyak yang ingin belajar kedokteran atau menjadi guru. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, larangan Taliban "tidak hanya melanggar persamaan hak perempuan dan anak perempuan, tetapi akan berdampak buruk pada masa depan negara."
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Tutup peluang pendidikan untuk perempuan
Larangan untuk perempuan berkuliah adalah satu lagi pembatasan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan. Selama lebih dari setahun, gadis remaja hanya bisa bersekolah sampai kelas tujuh di sebagian besar provinsi. Gadis-gadis yang berjalan ke sekolah di Afganistan timur ini beruntung karena beberapa provinsi yang jauh dari pusat kekuatan Taliban mengabaikan larangan tersebut.
Foto: AFP
Negeri tanpa kehadiran perempuan
Perempuan dan anak perempuan sekarang disingkirkan dari sebagian besar aspek kehidupan publik Afganistan. Mereka tidak diizinkan mengunjungi gym atau taman bermain di Kabul selama berbulan-bulan. Taliban membenarkan larangan tersebut dengan berkilah, peraturan tentang pemisahan jenis kelamin tidak dipatuhi, dan banyak perempuan tidak mengenakan jilbab seperti yang diwajibkan oleh mereka.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Realitas distopia
Sejumlah perempuan mengumpulkan bunga safron di Herat. Ini adalah pekerjaan yang boleh mereka lakukan, tidak seperti kebanyakan profesi lainnya. Sejak berkuasa, Taliban telah memberlakukan banyak peraturan yang sangat membatasi kehidupan perempuan dan anak perempuan. Misalnya, mereka dilarang bepergian tanpa pendamping laki-laki dan harus mengenakan hijab di luar rumah setiap saat.
Foto: MOHSEN KARIMI/AFP
Sebuah aib yang memalukan
Banyak perempuan Afganistan menolak penghapusan hak-hak mereka dan berdemonstrasi di Kabul pada November lalu. Sebuah plakat bertuliskan "Kondisi Mengerikan Perempuan Afganistan Merupakan Noda Aib bagi Hati Nurani Dunia." Siapapun yang ikut protes perlu keberanian besar. Demonstran menghadapi risiko represi kekerasan dan pemenjaraan. Para aktivis hak-hak perempuan juga dianiaya di Afganistan.
Foto: AFP
9 foto1 | 9
PBB: Larangan semacam itu ‘tidak dapat diterima'
Pada bulan Desember 2022, Taliban telah memerintahkan semua LSM asing dan domestik untuk melarang karyawan perempuan mereka bekerja.
Iklan
Staf perempuan PBB saat itu dikecualikan dari aturan tersebut.
Namun, Misi Bantuan PBB di Afganistan (UNAMA) mengatakan pada Selasa (04/04), staf perempuan mereka di provinsi Nangarhar telah dilarang untuk bekerja.
"Perintah yang kita lihat hari ini, melanggar hak dasar perempuan dan melanggar prinsip non-diskiriminasi,” ujar Dujarric.
Dia menambahkan, PBB saat ini bekerja untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi hampir 23 juta orang, lebih dari setengah populasi Afganistan. Dan keberadaan star perempuan sangat penting untuk operasi bantuan di lapangan, terutama dalam mengindentifikasi perempuan lain yang membutuhkan bantuan.
Sekjen PBB Antonio Guterres juga ikut mengecam larangan bekerja di Nangarhar itu. Melalui cuitan di Twitter, ia menuliskan bahwa larangan itu "pasti akan merusak kemampuan kami untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkannya.”
Tindakan Taliban mungkin sama dengan ‘persekusi gender'
Taliban berhasil merebut kembali kekuasaan pada Agustus 2021 setelah pasukan internasional pimpinan AS menarik diri dari Afganistan.
Sejak itu, kepemimpinan Taliban pun memberlakukan aturan keras khususnya untuk perempuan.
Tidak hanya itu, semua perempuan dilarang bepergian tanpa didampingi saudara laki-laki dan diperintahkan untuk mengenakan burqa di luar rumah.
Para perempuan juga tidak diizinkan untuk memasuki taman atau kebun.
Richard Bennet, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di Afganistan dalam pidatonya baru-baru ini di Jenewa mengatakan, tindakan Taliban terhadap perempuan berpotensi masuk kategori "kejahatan persekusi gender.”