Laporan terbaru PBB menyebutkan, tahun 2017 di seluruh dunia ada 68,5 juta pengungsi. Gelombang pengungsi baru terutama muncul karena krisis di Myanmar, Kongo dan Suriah.
Iklan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa (19/6) mengatakan, tahun 2017 jumlah pengungsi karena perang, kekerasan dan persekusi mencapai 68,5 juta orang.
Kawasan krisis yang menyebabkan arus pengungsi antara lain Sudan Selatan, Kongo dan Suriah. Selain itu, banyak pengungsi juga berasal migrasi besar-besaran kaum Rohingya keluar dari Myanmar.
Sekitar 70 persen pengugnsi yang ada saat ini datang hanya dari 10 negara, kata Komisaris Tinggu PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi. Jumlah pengungsi global itu termasuk sekitar 40 juta pengungsi domestik yang terutama ada di Kolumbia, Suriah dan Republik Demokratik Kongo.
Satu pengungsi setiap dua detik
"Jika saja konflik di sepuluh negara ini bisa diselesaikan, atau setidaknya beberapa dari konflik itu, angka pengungsi mungkin bisa turun lagi, dan bukannya naik setiap tahunnya," kata Filippo Grandi.
Menurut laporan PBB tentang situasi pengungsi global, tahun lalu saja ada 16,2 juta pengungsi baru. Setiap hari ada sekitar 44.400 pengungsi baru yang harus meninggalkan rumah dan kampung halamannya. Itu berarti, setiap dua detik ada satu pengungsi baru, kata PBB.
Sementara jumlah pengungsi yang 2017 bisa kembali ke kampung halamannya mencapai 667.400 orang, atau sekitar 3 persen dari keseluruhan pengungsi.
Penampungan Imigran di Jakarta Membludak Lebihi Kapasitas
Rumah penampungan imigran di Jakarta Barat ini seharusnya hanya bisa memuat puluhan orang. Kenyataannya yang ditampung kini luber hingga ratusan orang.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Tumpang tindih
Rumah detensi imigrasi merupakan tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dianggap melanggar undang-undang imigrasi. Karena terlalu penuh, terpaksa mereka tidur seadanya. Dikutip dari Getty, rumah penampungan ini kini dibanjiri sekitar 440 orang, Mereka berasal dari berbagai negara. Terbanyak dari Nigeria.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Terbanyak, tersandung masalah administrasi
Karena kelebihan daya tampung di lima blok yang ada, rumah detensi imigrasi Jakarta bahkan memberdayakan ruang aula untuk menampung para warga negara asing yang sebagian besar menghadapi masalah administrasi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Terbanyak dari Nigeria
Di antara mereka, lebih dari 200 orang menghadapi masalah dokumen. Lebih dari 100 orang mencari suaka sementara puluhan orang lainnya merupakan pengungsi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Menunggu nasib
Beralas tikar dengan atap terpal, mereka yang menunggu kepastian nasib ini tinggal dalam kondisi berdesakkan bersama ratusan pencari suaka lainnya. Dikutip dari Suara.com, bagi yang berkeluarga, mereka memberi pembatas berdinding kain. Karena tak ada lemari, mereka menggantungkan baju menggunakan tali di sepanjang pagar rumah detensi.
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
Berkoordinasi dengan IOM
Selain di tempat penampungan ini, pemerintah juga menampung 900-an pencari suaka di Community House di Tangerang Selatan, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Demikian dikutip drai Suara.com. Untuk mencari solusinya, pemerintah berkoordinasi dengan International Ogranization for Migration (IOM), bandan PBB yang mengurus pengungsi. (Ed.: ap/ml, Sumber: getty/Suara.com)
Foto: picture-alliance/abaca/E. Permana
5 foto1 | 5
Dampaknya terasa di Eropa
Laporan PBB menyebutkan, 85 persen pengungsi berasal dari negara berkembang, dan kebanyakan pengungsi berada dalam kondisi "sangat miskin". Mereka terutama berasal dari Suriah, Afghanistan, Sudan Selatan, Sudan, Myanmar, Somalia dan Congo.
PBB mengatakan, arus pengungsi tahun 2015 dan 2016 sangat terasa di Eropa. Di negara-negara yang membuka diri bagi pengungsi, jumlah kedatangan melonjak tajam. Di Jerman, jumlah pengungsi secara keseluruhan dalam kurun waktu dua tahun meningkat 45 persen.
Penampungan Khusus Bagi Janda dan Anak Rohingya di Bangladesh
Sejak Agustus lalu, sekitar 600 ribu warga Rohingya mengungsi dari kekerasan di Myanmar ke Bangladesh. Badan Pengungsi PBB UNHCR mendirikan penampungan khusus bagi pengungsi janda dan anak Rohingya.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Wajah derita pengungsi
Inilah Roshid Jan. Salah satu perempuan Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dengan lima anaknya. Setelah militer Myanmar membakar desanya, mereka menempuh perjalanan selama sepuluh hari untuk mencapai perbatasan. Sekarang mereka ditampung di Cox's Bazar, di sebuah penampungan khusus bagi janda dan anak.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Suaminya ditahan entah di mana
Roshid Jan tidak tahu suaminya ada di mana. Suaminya adalah pemimpin agama di desa Phansi, dekat negara bagian Rakhine di Myanmar. Militer di tempat itu menuduh suami Rosyid Jan sebagai anggota kelompok militan sehingga ia pun ditahan sebelas bulan lalu. Sejak itu Roshid Jan tidak pernah melihat suaminya lagi.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Penampungan Janda
Tempat penampungan Balukhali berada di kota perbatasan Cox's Bazar. Tempat ini memang khusus dibuat untuk menampung para janda dan anak Rohingya. Badan Pengungsi PBB UNHCR dan organisasi lain menyumbang tenda. Sekitar 230 perempuan dan anak-anak sekarang ditampung di sini. Mereka menyebut tempat ini "Penampungan Janda".
Foto: Reuters/D. Sagolj
Saling memberi semangat
Di tempat penampungan ada dapur bersama. Para perempuan bisa bertemu, saling berkenalan dan memasak bersama-sama. Kontak sosial ini penting. Mereka bisa saling memberi semangat dan mengelola pengalaman buruk dan trauma kekerasan yang mereka alami. Makanan dan minuman di penampungan ini merupakan sumbangan dari lembaga-lembaga bantuan internasional.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Momen menyenangkan
Memasak bersama anak-anak. Ibu dan anak ini kelihatan menikmati momen yang menyenangkan di tempat penampungan. Mereka sekarang bebas dari rasa takut, sekalipun tempat tinggalnya hanya sementara dan masa depan mereka masih belum jelas.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Korban sindikat perdagangan manusia
Tidak semua perempuan bisa diterima di penampungan ini. Karena penampungan ini disediakan bagi mereka yang membutuhkan perlindungan khusus. Kebanyakan perempuan dan anak-anak yang ada di sini adalah korban eksploitasi seksual. Reporter DW Arafatul Islam mengunjungi penampungan pengungsi di Cox's Bazar ini dan berbicara dengan para korban dan wakil-wakil lembaga bantuan.
Foto: DW/Arafatul Islam
Penampungan bagi warga Rohingya
Myanmar dan Bangladesh telah mencapai kesepakatan mengenai pemulangan para pengungsi ke Myanmar. Namun kapan hal itu dilaksanakan masih belum jelas. Uni Eropa akan membantu para pengungsi yang memang ingin pulang, sehingga mereka bisa hidup layak, kata pejabat urusan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini. (Foto dan teks: Arafatul Islam/hp/ts)