1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB: Umat Kristen Irak Jadi Korban Kejahatan Perang ISIS

2 Desember 2022

Tim investigasi PBB mengatakan, sejumlah bukti yang dikumpulkan memperkuat temuan awal bahwa ekstremis Negara Islam ISIS di Irak melakukan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang terhadap komunitas Kristen.

Melarikan diri dari serangan ISIS
Foto: Depo Photos/ABACAPRESS/picture-alliance

Laporan tim investigasi PBB yang dirilis pada Kamis (01/12) mengungkap telah terjadi kejahatan kemanusiaan oleh kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) di Irak, termasuk pengusiran paksa dan penganiayaan terhadap warga Kristen, penyitaan properti, kekerasan seksual, perbudakan, hingga tindakan yang tidak manusiawi lainnya, seperti pemaksaan pindah agama serta penghancuran situs budaya dan agama.

Tim telah mengidentifikasi para pemimpin dan anggota terkemuka dari kelompok ekstremis ISIS yang terlibat dalam serangan dan pengambilalihan tiga kota dengan penduduk mayoritas Kristen yakni Hamdaniyah, Karamlays dan Bartella, yang berada di dataran Niniwe di utara kota terbesar kedua Irak, Mosul, pada Juli dan Agustus 2014.

Laporan setebal 26 halaman itu diserahkan oleh tim investigasi PBB untuk mempromosikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh kelompok Negara Islam, yang juga dikenal sebagai IS, ISIL, dan Daesh.

Bukti penggunaan senjata kimia dan biologi

Tim investigasi PBB juga memperbarui penyelidikannya terhadap pengembangan dan penggunaan senjata kimia dan biologi oleh para ekstremis dalam serangan terhadap komunitas Yazidi dan Sunni, eksekusi massal para tahanan di penjara Badush dekat Mosul pada Juni 2014, dan kejahatan di dan sekitar Tikrit.

Pada Desember 2021, Kepala Tim Investigasi PBB Christian Ritscher mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa ekstremis ISIS melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di penjara di Badush.

Pada Mei 2021, pendahulu Ritscher, Karim Khan, memaparkan kepada DK PBB bahwa penyelidik telah menemukan bukti yang jelas dan meyakinkan dari ekstremis ISIS yang melakukan genosida terhadap minoritas Yazidi pada 2014. Khan juga mengatakan kelompok militan tersebut berhasil mengembangkan senjata kimia dan menggunakan gas mustard.

Laporan baru itu menyebut tim Ritscher telah menemukan bukti pembayaran kepada keluarga anggota ISIS yang terbunuh karena menyebarkan senjata kimia dan catatan pembayaran untuk pelatihan operasi senior tentang penggunaan senjata kimia dan perangkat untuk menyingkirkan senjata semacam itu.

"Bukti menunjukkan bahwa ISIS membuat dan memproduksi roket dan mortir kimia, amunisi kimia untuk granat berpeluncur roket, hulu ledak kimia, dan alat peledak rakitan,” kata laporan itu. "Selain itu, program ISIL melibatkan pengembangan, pengujian, persenjataan, dan penyebaran berbagai agen, termasuk aluminium fosfida, klorin, clostridium botulinum, sianida, nikotin, risin, dan talium sulfat.”

Situs budaya dan agama sengaja dihancurkan

Adapun penghancuran situs budaya dan agama oleh milisi Negara Islam, tim investigasi mengatakan pihaknya memperluas penyelidikan ke komunitas Irak yang berbeda dan berfokus pada beberapa daerah di Niniwe dan Mosul.

Inventarisasi awal mengungkap lebih dari 150 situs Kaka'i, Shabak, dan Shia Turkmen "diduga telah dihancurkan oleh ISIL, bersama dengan pengusiran paksa, penghilangan, dan terkadang pembunuhan anggota komunitas tersebut," bunyi laporan tim PBB.

"Bukti yang diperoleh sejauh ini menunjukkan bahwa situs keagamaan dan budaya sengaja dihancurkan atau diambil alih dan diduduki oleh ISIL, terkadang untuk tujuan militer, yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran yang parah,” katanya. "Sementara motif dan metode yang diadopsi oleh ISIL masih ditinjau, tampaknya bahan peledak dan alat berat digunakan untuk menghancurkan banyak situs.”

Penyelidikan atas pelaku kejahatan kemanusiaan

Sehubungan dengan serangan terhadap komunitas Yazidi di Sinjar, tim tersebut mengatakan telah memperluas daftar pelaku yang teridentifikasi menjadi 2.181 nama, termasuk 156 personel asing.

"Berkas kasus mendalam telah dikembangkan sehubungan dengan 30 orang utama yang berkepentingan,” katanya.

Tim mengatakan telah memperluas penyelidikannya atas kejahatan yang dilakukan ISIS terhadap komunitas Sunni di Anbar, mengutip kemajuan dalam penyelidikan eksekusi ratusan anggota suku Albu Nimr antara 2014 dan 2016.

Investigasi PBB atas eksekusi massal tahanan di penjara Badush pada 10-11 Juni 2014 berlanjut, kata tim tersebut, termasuk wawancara dengan saksi tambahan dan penyintas.

Upaya tersebut menghasilkan "bukti baru dan menguatkan fakta tentang keadaan di mana sekitar 1.000 tahanan yang didominasi Syiah menjadi sasaran dan dieksekusi oleh ISIS di dalam penjara dan di berbagai lokasi lain," katanya.

Tim tersebut mengatakan pihaknya juga terus menyelidiki kejahatan terhadap warga sipil di Tikrit dan Alam pada 2014 dan 2015, seraya mengumpulkan bukti lebih lanjut tentang pembunuhan massal taruna dan personel militer tak bersenjata dari Akademi Udara Tikrit pada Juni 2014.

Dalam beberapa bulan mendatang, para penyelidik mengatakan mereka berencana untuk fokus pada transisi penyelidikan kasus dan berbagi informasi dengan Irak untuk mendorong penuntutan dan pertanggungjawaban.

ha/hp (AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait