Pekerja Panti Jompo Jerman Overdosis Vaksin Corona
29 Desember 2020
Delapan pekerja panti jompo di utara Jerman secara tidak sengaja disuntikkan lima kali lipat dosis vaksin yang direkomendasikan. Empat orang dibawa ke rumah sakit setelah mengalami gejala mirip flu.
Iklan
Program vaksinasi COVID-19 Jerman dimulai dengan tidak mulus akhir pekan lalu, setelah delapan pekerja panti jompo di kota Stralsund mengalami overdosis vaksin, ujar pihak berwenang pada hari Senin (28/12).
Para pejabat mengatakan para pekerja di panti jompo, semuanya berusia antara 38 dan 54 tahun, menerima lima kali jumlah yang direkomendasikan dari vaksin BioNTech-Pfizer pada hari Minggu (27/12). Mereka masuk dalam kelompok prioritas dangelombang pertama yang memperoleh vaksin.
Tujuh wanita dan satu pria menerima overdosis, empat di antaranya dirawat di rumah sakit sebagai tindakan pencegahan setelah mengalami gejala mirip flu.
Penyesalan mendalam, kesalahan individu
"Saya sangat menyesali kejadian itu," kata Stefan Kerth, administrator distrik Vorpommern-Rügen di mana panti jompo itu berada. "Kasus ini disebabkan oleh kesalahan individu. Saya berharap semua yang terkena dampak tidak mengalami efek samping yang serius."
Pemerintah daerah Vorpommern-Rügen menekankan bahwa BioNtech sebelumnya telah menyatakan bahwa dosis yang lebih besar telah diberikan pada fase pertama studi vaksin tanpa konsekuensi serius.
Vaksin yang dikembangkan dalam waktu kurang dari setahun dan dirancang untuk diberikan dengan dua suntikan, dikirim dalam botol yang masing-masing berisi lima dosis sesudah diencerkan.
vlz/rzn (afp, Reuters, dpa)
Apakah Sudah Ada Obat Penyembuh Covid-19?
Euforia pecah saat vaksin corona pertama dinyatakan efektif hingga 95%. Namun banyak yang lupa, penyakit Covid-19 jika sudah menyerang tubuh, harus diobati agar pasien sembuh. Adakah obat ampuh buat melawan Covid-19?
Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance
Dexamethasone Reduksi Kematian Pasien Covid-19
Sejauh ini penyakit Covid-19 hanya diobati gejalanya. Dexamethasone adalah obat keluarga streoid yang murah dan mudah diakses. Dalam uji coba terhadap 2.100 pasien Covid-19 dengan gejala berat, obat anti inflamasi ini mampu mereduksi kematian pasien hingga 30%. Pakar epidemiologi Peter Horby dari Universitas Oxford Inggris, pimpinan riset menyebut, obat murah ini bisa cegah banyak kematian.
Foto: Getty Images/M. Horwood
Favipiravir Kurangi Beban Virus Corona
Favipiravir dikembangkan oleh Fujifilm Holdings Jepang untuk melawan virus lain, dalam kasus ini virus influenza. Dalam sebuah riset disebutkan unsur aktifnya bisa mengurangi beban virus pada tubuh pasien dan mereduksi lamanya waktu perawatan di rumah sakit. Obat yang di Jepang dikenal dengan merk Avigan ini, juga sudah mendapat izin edar di Rusia dengan nama Avifavir.
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama
Remdesivir Tidak Disarankan oleh WHO
Remdesivir sejatinya dikembangkan untuk mengobati Ebola yang dipicu virus corona jenis lain. Obat buatan Gilead Sciences AS ini mula-mula disebut ampuh melawan Covid-19 dan di AS diajukan regulasi darurat. Tapi WHO kemudian menyatakan, tidak merekomendasikan Remdesivir, karena tidak menunjukkan keampuhan signifikan pada pasien Covid-19.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Chloroquin Mencuat Akibat Politisasi
Chloroquin dan turunannya Hydroxychloroquin adalah obat anti malaria yang ampuh dan sudah digunakan luas sejak lama. Nama obat ini mencuat gara-gara presiden AS, Trump dan presiden Brazil, Bolsonaro memuji keampuhannya tanpa data ilmiah penunjang. Riset terbaru menyatakan obat antimalaria ini tidak ampuh melawan virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
WHO mula-mula menyarankan jangan mengkonsumsi obat antinyeri Ibuprofen dalam kasus infeksi virus corona. Namun beberapa hari kemudian WHO mencabut lagi saran ini. Pakar virologi Jerman Christian Drosten menyebut, asupan ibuprofen tidak membuat penyakit Covid-19 tambah parah. Sejauh ini sifat virus SARS-Cov-2 memang masih terus diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Mirgeler
Artemisia Obat Herbal Berpotensi
Tanaman Artemisia dengan unsur aktif artemisinin terbukti ampuh melawan malaria. Penemunya, ilmuwan Cina Youyou Tu dianugerahi Nobel Kedokteran 2015. Kini herbal berkhasiat ini dilirik para peneliti Jerman yang merisetnya untuk mengobati Covid-19. Namun WHO menyarankan semua pihak agar ekstra hati-hati tanggapi laporan efektifitas herbal dalam pengobatan Covid-19. (Penulis: Agus Setiawan)