Pekerja Budaya dan Kurator Seni Jerman Diculik di Baghdad
22 Juli 2020
Kurator seni Hella Mewis yang pernah bertugas di Goethe Institut di Irak diculik dekat kantornya di Baghdad. Belakangan terjadi serangkaian penculikan aktivis hak asasi di Bagdad oleh pelaku tak dikenal.
Iklan
Warga Jerman Hella Mewis yang sedang melaksanakan program seni dengan kelompok seni Irak diculik di luar kantornya di pusat kota Baghdad, kata Ali al-Bayati, anggota Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Irak, Selasa (21/07). Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Irak mengkonfirmasi penculikan Mewis kepada kantor berita Jerman, DPA.
Hella Mewis meninggalkan kantornya dan sedang mengendarai sepeda "ketika dua mobil, salah satunya truk pickup putih yang sering digunakan oleh beberapa pasukan keamanan, terlihat menculiknya," kata sebuah sumber kepada kantor berita Prancis, AFP.
Aktivis lain yang tidak mau disebut namanya mengatakan, ponsel Hella Mewis tidak dapat dijangkau lagi dan aparat keamanan Irak sekarang mulai mencarinya.
Dhikra Sarsam, seorang teman Hella Mewis, menulis di media sosial bahwa petugas polisi menyaksikan aksi penculikan itu tetapi tidak melakukan intervensi. "Hella kemungkinan besar diculik, karena kita semua bisa mengalami nasib yang sama," tulisnya.
Makin banyak aktivis diculik di Baghdad
Hella Mewis, adalah kurator seni kelahiran Berlin. Dia pernah bekerja dengan Goethe Institut di Baghdad, dan telah tinggal di Irak selama beberapa tahun. Dia bekerja untuk membangun sebuah grup seni yang bertujuan mempromosikan karya-karya seniman muda Irak.
Dhika Sarsam mengatakan bahwa Mewis memang khawatir setelah pembunuhan Hisyam al-Hashemi, seorang ilmuwan dan penasihat pemerintah Irak yang telah menyuarakan dukungan kepada protes anti-pemerintah.
"Saya berbicara dengannya (Hella Mewis) minggu lalu dan dia memang solider dengan protes itu, jadi dia khawatir setelah terjadi pembunuhan itu," kata Dhika Sarsam kepada AFP.
Aksi protes tahun lalu meluas menentang kebijakan pemerintah Irak, yang oleh beberapa kritikus dituduh korup dan terlalu dekat dengan Iran. Sejak itu, ratusan orang tewas dalam kekerasan terkait aklsi protes itu. Puluhan aktivis ditembak mati oleh orang tak dikenal, dan puluhan lainnya diculik.
2019: Aksi Demonstrasi di Seluruh Dunia
Jutaan orang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena diskriminasi etnis, korupsi, kurangnya demokrasi, hingga perubahan iklim. Dari Cina ke Chili, Sudan ke Prancis, orang-orang menuntut perubahan.
Foto: Reuters/T. Siu
Stabilitas Hong Kong terguncang
Aksi protes terjadi di seluruh Hong Kong pada bulan Juni akibat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang diajukan pemerintah daerah Hong Kong kepada Cina. Meskipun RUU itu ditarik pada bulan September, unjuk rasa terus berlangsung dan menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan terhadap aksi kekerasan yang dilakukan polisi.
Foto: Reuters/T. Peter
Lebih satu juta orang turun ke jalan
Besarnya gerakan protes warga telah menempatkan para pemimpin Hong Kong dan Beijing dalam krisis politik, di tengah tuduhan bahwa Cina merusak status khusus wilayah itu di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem". Terkadang, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Di tengah gejolak, pemilu Hong Kong berlangsung. Kubu pro-demokrasi memperoleh kemenangan besar untuk pertama kalinya.
Foto: Reuters/T. Siu
Greta berang, dunia mendengarkan
Beberapa bulan setelah Greta Thunberg melakukan protes seorang diri di depan parlemen Swedia, sejumlah aksi juga terjadi di seluruh dunia, diikuti hingga jutaan orang. Demonstrasi meluas dan dikenal dengan nama Fridays for Future (Jumat untuk Masa Depan), menyebabkan 4.500 aksi mogok di lebih dari 150 negara. Pendekatan langsung Thunberg memaksa pemerintah untuk mengumumkan krisis iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
Menentang diskriminasi agama di India
Parlemen India meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara yakni Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Langkah ini memicu protes nasional karena adanya diskriminasi berdasarkan agama di dalam RUU tersebut. PM India Narendra Modi bersikeras RUU itu menawarkan perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Foto: Reuters/D. Sissiqui
Warga Irak merasa "hidup lebih buruk" setelah era Saddam Hussein
Pada Oktober, rakyat Irak turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran, dan pengaruh Iran terhadap pemerintahan negara itu. Demonstrasi berlangsung memburuk, mengakibatkan 460 orang tewas dan 25.000 lainnya terluka. PM Irak Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri, yang kemudian kembali memicu kemarahan lebih lanjut.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Tinju solidaritas di Beirut
Pengunjuk rasa di berbagai penjuru Lebanon mengecam pemerintah yang dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi. Meskipun PM Lebanon, Saad Hariri mengundurkan diri, para pemimpin protes menolak untuk bertemu dengan pengganti sementaranya dan menuntut pencabutan rencana kenaikan pajak bensin, tembakau, dan panggilan telepon Whatsapp.
Foto: Reuters/A. M. Casares
Protes kenaikan BBM Iran meluas di 21 kota
Pada bulan November, kerusuhan di Iran dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 50 persen. Lebih dari 200 ribu orang turun ke jalan hingga aksi demonstrasi ini meluas di 21 kota. Departemen Luar Negeri AS mengatakan lebih dari seribu orang terbunuh, menjadikan tragedi ini periode paling berdarah di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Foto: Getty Images/AFP
Revolusi Sudan
Pengunjuk rasa di Sudan meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 113 orang. Pada Agustus lalu, perwakilan rakyat dan pihak militer menandatangani deklarasi konstitusi untuk membentuk pemerintahan transisi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP
Amerika Latin mengutuk kebijakan penghematan pemerintah
Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan, pensiun dan pendidikan. Tidak hanya Chili, beberapa negara Amerika Latin terjadi protes serupa pada tahun 2019, termasuk Bolivia, Honduras dan Venezuela, di mana upaya untuk menyingkirkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro memuncak pada bulan Mei.
Foto: Reuters/I. Alvarado
Prancis goyah
Akhir 2018, massa gerakan rompi kuning melakukan aksi unjuk rasa. Mereka berasal dari daerah pedesaan yang mengeluhkan wacana kenaikan pajak bahan bakar. Sejak itu gerakan rompi kuning telah meluas ke semua kelompok. Pada bulan Desember, serikat pekerja Prancis melakukan aksi mogok di jalan, menentang reformasi sistem pensiun.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pertarungan kemerdekaan Catalonia
Setelah sembilan pemimpin separatis Catalonia dipenjara oleh Mahkamah Agung Spanyol, gelombang kemarahan baru meletus hingga melumpuhkan kota Barcelona. Lebih dari setengah juta orang terlibat dalam demonstrasi ini. Aksi mogok dan kerusuhan di berbagai daerah melumpuhkan arus transportasi publik hingga memaksa penundaan pertandingan sepakbola Barcelona vs Real Madrid. (Teks: Leah Carter/ha/hp)
Foto: REUTERS/J. Nazca
11 foto1 | 11
Kekerasan politik meningkat
Pekan lalu, Hisham al-Hashemi, seorang pakar terorisme, ditembak mati di luar rumahnya di Baghdad oleh dua pria tak dikenal dengan sepeda motor. Dukungannya untuk aksi protes membuat marah kelompik-kelompok pro-Iran di jaringan militer Irak.
"Pasukan bersenjata dari berbagai afiliasi telah membunuh para pengunjuk rasa dan aktivis lain yang secara terbuka mengkritik pemerintah dan angkatan bersenjata," kata Belkis Wille, peneliti senior di organisasi Human Rights Watch (HRW).
"Beberapa kelompok (pro-pemerintah) telah menjadi begitu berani karena impunitas total.., sehingga mereka dapat membunuh siapa pun yang mereka inginkan tanpa khawatir terkena sanksi," katanya.