1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialCina

Pekerjaan Kaum Muda Cina Terancam Diambil Teknologi AI

24 September 2024

Cina investasikan miliaran untuk memimpin teknologi global. Namun, AI, robotika, dan komputasi kuantum bukanlah sektor padat karya. Lalu, jutaan anak muda di Cina kerja apa?

Seorang laki-laki muda dan dua buah robot di International Big Data Industry Expo 2024, Cina
International Big Data Industry Expo 2024 di CinaFoto: Liu Xu/Xinhua/picture alliance

Tingkat pengangguran pemuda Cina mencapai rekor tertinggi sebesar 21,3% pada tahun lalu. Beijing pun melakukan apa yang dilakukan pemerintah otoriter setiap kali kabar buruk muncul: berhenti menerbitkan data.

Setelah mengutak-atik metodologinya selama enam bulan, Biro Statistik Nasional Cina mengeluarkan komponen mahasiswa dari data tersebut. Lalu, pada bulan Desember, angka pengangguran di kalangan pemuda tiba-tiba anjlok hampir sepertiganya!

Memanipulasi data, seperti yang diduga banyak pengamat, tidak membuat masalah tersebut hilang. Pada bulan Juli, setelah beberapa bulan mengalami sedikit penurunan, angka pengangguran pemuda meningkat tajam lagi menjadi 17,1%.

Jiayu Li, rekan senior di firma penasihat kebijakan publik Global Counsel yang berkantor di Singapura, mengatakan kepada DW bahwa data sebelumnya bahkan tidak memasukkan jutaan pekerja di pedesaan, yang menurutnya "menghadapi tantangan lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan penuh waktu," daripada mereka yang tinggal di pusat kota.

Ekonomi Cina diprediksi tidak lagi tumbuh dua digit per tahunnya, seperti yang terjadi pada awal tahun 2000-an. Namun, Cina masih diproyeksikan tumbuh 5% tahun ini, sebuah angka yang hanya bisa diimpikan sebagian besar negara Barat.

Jadi, mengapa Cina tidak bisa menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk sekitar 12 juta lulusan perguruan tinggi dan jutaan orang yang "drop out" kuliah dan memasuki dunia kerja setiap tahun?

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Penyebab utama di masa sebelumnya adalah masalah struktural, COVID-19, lambannya pemulihan pascapandemi, dan ketegangan perdagangan dengan Barat. Namun, yang sama melumpuhkannya bagi pertumbuhan ekonomi, serta prospek pekerjaan banyak anak muda, adalah kebijakan keras Presiden Xi Jinping menentang sektor teknologi, real estat, dan pendidikan swasta pada tahun 2020/21.

Perusahaan teknologi raksasa dari Cina, yang nyaris memonopoli pasar, menjadi sasaran reformasi Xi, dan telah merugi lebih dari satu triliun dolar dalam nilai pasar. Sektor properti kolaps beserta itu lenyap pula dana yang sebagian besar berasal dari tabungan seumur hidup puluhan juta orang.

Sektor edukasi di Cina yang berkembang pesat, terutama di sektor pendidikan swasta dengan 75 juta mahasiswanya, juga diobrak-abrik. PHK massal menjadi konsekuensi yang tak terelakkan, dan banyak dari mereka yang terdampak adalah pekerja muda.

Kaum muda Cina ogah pekerjaan kerah biru

Masalah lainnya adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan. Kaum muda terus menghindari pekerjaan kerah biru untuk bersaing mendapatkan posisi kerah putih bergaji tinggi.

Secara logika, kaum muda akan menjadi mayoritas tenaga kerja kerah biru karena kebugaran dan ketangkasan mereka. Namun, media Cina mengutip sebuah studi tahun 2023 oleh Capital University of Economics and Business di Beijing menemukan bahwa sekitar setengah dari 400 juta pekerja manual di negara itu berusia di atas 40 tahun.

Pasar kerja di Cina sudah sangat kompetitif bahkan sebelum meningkatnya pengangguran di kalangan pemuda.Foto: Avalon.red/Imago Images

"Keterampilan kejuruan sering kali sangat diminati, tetapi jalur dan pekerjaan ini dianggap kurang diminati (oleh pekerja muda)," Nicole Goldin, peneliti senior nonresiden, di lembaga pemikir Atlantic Council yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, mengatakan kepada DW. 

Industri AI tidak padat karya

Akibat para petinggi politik di Beijing mengarahkan visi mereka kepada dominasi teknologi global, sektor ekonomi juga terus diarahkan pada penciptaan nilai yang lebih tingi. Investasi besar dalam kecerdasan buatan (AI), produksi chip, dan energi hijau diharapkan berkontribusi mengurangi ketergantungan Cina pada Barat. Namun, sektor-sektor ini tidak terlalu butuh banyak pekerja baru.

"Fokus negara adalah pada sektor-sektor yang sedang berkembang seperti AI dan kendaraan listrik, yang kecil dan tidak padat karya, yang menawarkan penciptaan lapangan kerja yang terbatas," kata Li dari Global Counsel. "Ini menghambat inovasi dan terobosan teknologi. Ironisnya, hal ini justru ingin diandalkan Beijing untuk mendorong pertumbuhan di masa depan."

Li mengatakan ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung dengan Barat, juga membuat industri ekspor di Cina tertekan karena harus "mengganti pesanan bernilai tinggi dari Barat, dengan pesanan bernilai rendah dari Global Selatan," yang pada akhirnya berdampak pada lapangan kerja. 

Hustle culture dan 'generasi rebahan' di Cina

Pekerjaan gig economy, yang sering kali difasilitasi oleh platform digital untuk pengiriman makanan, berbagi tumpangan, atau pengaruh media sosial, telah menjadi sangat jenuh. Sekitar 200 juta orang Cina mencari nafkah lewat cara ini, sehingga banyak anak muda yang menyerah bekerja lebih keras, demi mencari pekerjaan yang lebih baik.

"Pemuda yang lebih kaya memilih untuk menempuh pendidikan lebih tinggi dan banyak yang memilih untuk 'rebahan saja'," kata Goldin.

Ia merujuk pada gerakan sosial yang berkembang yang dikenal dalam bahasa Mandarin sebagai Tang Ping, di mana kaum muda menolak tekanan masyarakat untuk berprestasi lebih dan mencari gaya hidup yang tidak terlalu materialistis.

Ia juga menjelaskan bagaimana semakin banyak pemuda Cina menjadi "anak atau cucu profesional." Kerjanya yakni menyediakan perawatan bagi kerabat yang lebih tua, menimbang demografi yang terus menua dan terus naiknya ongkos.

Pengusaha Cina cenderung hindari risiko

Dengan mengekang sektor swasta secara ketat, Xi telah menghambat investasi pada perusahaan rintisan dan keinginan pengusaha muda untuk mengambil risiko. Jumlah perusahaan rintisan baru di Cina menurun hingga 97% selama enam tahun terakhir, Financial Times melaporkan pada minggu ini. Jumlahnya mencapai lebih dari 51.000 perusahaan startup pada tahun 2018 menjadi sekitar 1.200 tahun lalu.

Diana Choyleva, kepala ekonom di Enodo Economics yang berbasis di London, mengatakan kepada DW bahwa pengusaha dan perusahaan modal ventura bersikap "sangat berhati-hati" karena peraturan baru yang ketat telah memaksa sektor swasta untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai Partai Komunis. Menurutnya, ini adalah "kontradiksi serius terhadap agenda pemerintah."

"Bagaimana sektor swasta dapat mendorong inovasi sementara pengusaha tidak mau mengambil risiko untuk memulai bisnis? Dalam jangka panjang, Anda akan kehilangan perusahaan yang dapat menyediakan lapangan kerja besar-besaran bagi kaum muda, dan efek yang akan mereka bawa bagi negara," katanya.

Jika Cina ingin berada di jalur yang berpotensi untuk menyalip Amerika Serikat sebagai ekonomi terbesar di dunia, seharusnya talenta muda memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan itu, ujarnya.

Diadaptasi dari artikel DW Inggris

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait