1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pelaku Pesta Gay Divonis Dua Tahun Penjara

18 Desember 2017

Sepuluh terdakwa yang mengorganisir pesta gay di Jakarta divonis dua tahun penjara karena melanggar UU Anti Pornografi. Putusan tersebut menjadi indikasi terhadap ancaman yang dihadapi kaum minoritas seksual di Indonesia

Polisi menangkap peserta dan organisator pesta gay di Jakarta Utara, 22 Mai 2017
Polisi menangkap peserta dan organisator pesta gay di Jakarta Utara, 22 Mai 2017Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana

Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada 10 terdakwa terkait pesta gay di klub fitnes Atlantis. Sepuluh terdakwa itu termasuk 141 orang yang ditangkap Mai silam, empat diantaranya adalah pengelola klub, empat orang penari dan dua pengunjung yang ikut berpesta.

Terdakwa diangap bersalah melanggar Undang-undang Anti Pornografi lantaran "menampilkan adegan telanjang dan eksploitasi seksual secara kolektif di hadapan publik," begitu bunyi keputusan hakim yang tertulis dalam dokumen pengadilan. Pengadilan juga memerintahkan terpidana membayar uang denda sebesar satu milyar Rupiah.

Sepuluh orang itu dijerat dengan UU 44/2008 tentang Pornografi dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. Sementara pengelola klub didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 4 Ayat 2 dengan hukuman maksimal enam tahun penjara.

Tak heran, oleh pegiat Hak Azasi Manusia putusan tersebut dianggap "melanggar hak kaum Gay. Apa yang mereka lakukan bukan tindak kriminal, mereka tidak merugikan siapapun," kata Andreas Harsono, Peneliti Human Rights Watch di Jakarta.

Vonis PN Jakarta Utara dibuat hanya beberapa hari setelah Mahkamah Konstitusi menolak kriminalisasi LGBT lewat gugatan uji materi terhadap pasal 284 KUHP tentang perzinahan, pasal 285 tentang perkosaan dan pasal 292 tentang pencabulan anak.

Ricky Gunawan, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, menilai putusan pengadilan tidak sesuai dengan haluan yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi. "Jika MK memutuskan norma sosial tidak bisa digunakan dalam penegakan hukum, PN Jakarta Utara justru menggunakan produk hukum yang bermasalah itu," ujarnya kepada kantor berita AFP.

Situasi kaum minoritas seksual di Indonesia semakin terdesak di era Presiden Joko Widodo. Organisasi pembela hak LGBT, Front Line Defenders, mencatat kaum gay, lesbian, biseksual dan transgender semakin sering mendapat "ancaman kekerasan." Nasib serupa dialami sebagian besar pegiat HAM yang mengadvokasi hak-hak kaum LGBT.

Menurut laporan FLD, penggerebekan terhadap pesta gay di klub Atlantis tidak lebih adalah upaya politisi mencari "kambing hitam untuk mengalihkan perhatian publik dari skandal lain, biasanya korupsi atau untuk mendulang suara."

rzn/yf (afp, vivanews, kompas, independent)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait