Pelanggar Karantina di Korsel Wajib Pakai Gelang Elektronik
24 April 2020
Pemerintah Korea Selatan mengharuskan orang-orang yang melanggar karantina mengenakan gelang elektronik mulai minggu depan untuk meredam penyebaran virus corona.
Iklan
Dalam upaya meredam penyebaran virus COVID-19, pemerintah Korea Selatanmenetapkan, orang-orang yang melanggar karantina mulai minggu depan harus mengenakan gelang elektronik. Lewat gelang elektronik itu, pemerintah bisa melacak keberadaan pemakainya.
Wakil Menteri Kesehatan Kim Gang-lip mengatakan, orang-orang yang menolak mengenakan gelang elektronik setelah melanggar peraturan karantina, akan dikirim ke sebuah tempat penampungan. Mereka kemudian diminta untuk membayar biaya akomodasinya.
Menurut pihak berwenang, saat ini sekitar 46.300 orang sedang berada dalam karantina sukarela. Jumlahnya bertambah pesat setelah pemerintah memulai karantina 14 hari bagi semua penumpang pesawat yang tiba dari luar negeri tanggal 1 April lalu, setelah semakin buruknya situasi penyebaran wabah di Eropa dan Amerika Serikat.
Pelanggar Karantina
Pemerintah Korea Selatan menetapkan "nol toleransi” terhadap mereka yang melanggar peraturan karantina. Yang melanggar bisa dikenakan hukuman setahun penjara atau denda 10 juta Won (sekitar 127 juta Rupiah). Warga asing yang melanggar akan dideportasi.
Orang-orang yang diharuskan berada dalam karantina telah diwajibkan mengunduh aplikasi untuk ponsel pintar, yang bisa digunakan pihak berwenang untuk melacak keberadaan mereka. Namun sejumlah orang sudah tertangkap sengaja meninggalkan telepon genggam mereka di rumah.
Anda Harus Bayar Denda Tinggi Jika Langgar Social Distancing di Negara Ini
Cegah penyebaran virus corona, sejumlah negara telah mengambil kebijakan lockdown dan menerapkan social distancing. Hukuman bagi yang melanggar pun tidak main-main, mulai dari denda jutaan rupiah hingga ancaman penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Zea
Malaysia
Pemerintah Malaysia akan menjatuhkan hukuman kepada warga yang kedapatan keluar rumah untuk alasan selain membeli makanan, pergi ke rumah sakit atau mencari obat-obatan, berupa denda sebesar 1.000 ringgit atau 3,7 juta rupiah dan/atau hukuman penjara selama enam bulan.
Foto: Reuters/Lim Huey Teng
Singapura
Pemerintah Singapura mengumumkan bahwa siapapun yang sengaja duduk dengan jarak kurang dari 1 meter dari orang lain di tempat umum atau berdiri dalam antrean berjarak kurang dari 1 meter di belakang orang lain akan dikenakan denda maksimal S$10.000 atau 114 juta rupiah dan/atau hukuman penjara enam bulan.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Maverick Asio
Australia
Di negara bagian New South Wales, undang-undang baru yang diterbitkan pada Senin (6/4) menyebutkan, pemerintah akan mengenakan denda hingga $11.000 atau 110 juta rupiah dan/atau enam bulan penjara bagi mereka yang meninggalkan rumah tanpa alasan yang masuk akal, ditambah denda tambahan $ 5.500/hari jika pelanggaran diulang.
Foto: Getty Images/P. Parks
Hong Kong
Pemerintah Hong Kong pada Selasa (31/3) memperingatkan warga untuk mematuhi perintah karantina di rumah dan aturan social distancing jika tidak ingin menghadapi tuntutan pidana penjara enam bulan atau denda hingga HK$25.000 atau setara 52,5 juta rupiah. Sementara perusahaan yang menolak untuk mematuhi dikenakan denda hingga sebesar HK$50.000 atau senilai 105 juta rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/D. de la Rey
Korea Selatan
Korea Selatan memberlakukan sanksi pidana dan denda untuk warga yang menolak tes dan karantina. Mereka dapat dikenai sanksi sekitar 3 hingga 10 juta won atau setara 40 juta hingga 133,8 juta rupiah. Pemerintah setempat juga menggunakan aplikasi dan CCTV untuk memantau pasien Covid-19. Selain itu, proses pelacakan dapat dipermudah dengan meneliti pergerakan transaksi kartu debit/kredit seseorang.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Jerman
Pemerintah Jerman memberlakukan aturan denda sebesar 500 euro atau 8,8 juta rupiah bagi warga yang melanggar aturan menjaga jarak di tengah pandemi virus corona. Kanselir Jerman Angela Merkel memerintahkan warga untuk tetap tinggal di rumah dan tidak beraktivitas keluar, kecuali untuk alasan tertentu seperti berbelanja bahan makanan, berolahraga, atau keperluan tindakan medis.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/E. Contini
Belanda
Pemerintah Belanda menerapkan kebijakan karantina masyarakat yang didukung dengan penutupan pertokoan, fasilitas pendidikan, hingga tempat wisata. Hukuman berupa denda sebesar 400 euro atau 7 juta rupiah juga akan dikenakan terhadap mereka yang melanggar aturan menjaga jarak 1,5 meter atau berkumpul tanpa alasan jelas.
Foto: SW/S. Derks
Italia
Pemerintah Italia pun telah memberlakukan aturan lockdown demi menyelamatkan warganya dari wabah corona. Bagi yang kedapatan melanggar aturan ini akan dikenai hukuman kurungan penjara selama tiga bulan atau denda sebesar 206 euro atau 3,6 juta rupiah.
Foto: Reuters/D. Mascolo
Prancis
Negara ini menjadi salah satu negara yang terparah terpapar virus corona di Eropa. Kebijakan lockdown benar-benar dijalankan oleh pemerintah Prancis. Bagi warga yang melanggar ketetapan ini akan dikenai denda sebesar 135 euro atau 2,3 juta rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/AFP/B. Guay
Spanyol
Pemerintah Spanyol menerapkan sanksi berupa denda minimal 200 euro atau sekitar 3,5 juta rupiah bagi siapa saja yang keluar rumah di masa kebijakan lockdown untuk mencegah penularan Covid-19. (ha/yf)
Foto: picture-alliance/dpa/A. Zea
10 foto1 | 10
Misalnya, seorang mahasiswa asing meninggalkan rumahnya untuk melihat bunga-bunga musim semi, dan meninggalkan telepon genggamnya. Ketika ditelpon dan tidak menjawab, apparat berwenang mendatangi tempat tinggalnya. Mahasiswa asing itu kemudian dideportasi.
Gelang elektronik yang kini digunakan untuk pelanggar karantina akan berkomunikasi dengan aplikasi ponsel pintar lewat Bluetooth, dan memberikan informasi kepada pihak berwenang, jika orang itu meninggalkan rumah, atau berusaha mencopot gelang tersebut.
Pelanggaran HAM?
Awalnya pemerintah berniat mengharuskan pemakaian gelang elektronik kepada semua orang yang dikarantina. Ketika rencana itu diperkenalkan tanggal 7 April, sejumlah kritik dilontarkan. Misalnya, Asosiasi Pengacara Korea menyatakan, langkah itu tidak punya dasar hukum apapun, dan melanggar hak privasi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan informasi pribadi. Dikemukakan juga, dengan langkah itu, mereka yang dikarantina diperlakukan seolah berpotensi jadi penjahat.
Oleh sebab itu, pemerintah merundungkan niat untuk mewajibkan semua orang yang dikarantina untuk memakai gelang elektronik, dan hanya mengharuskannya bagi mereka yang melanggar.
Di lain pihak, menurut sebuah jajak pendapat yang diadakan Departemen Kebudayaan, Olah Raga dan Pariwisata tanggal 8 dan 9 April, 80% warga Korea Selatan mendukung penggunaan gelang elektronik.
ml/vlz (ap, business insider, Nikkei Asian Review)