1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KorupsiIndonesia

Pelanggaran HAM Hambat Pemberantasan Korupsi di Dunia

25 Januari 2022

Berkurangnya tindak korupsi kecil berbanding terbalik dengan praktik rasuah kelas kakap yang semakin mewabah. Upaya pemberantasan diyakini terhambat oleh pelanggaran HAM seiring menguatnya tren autoritarianisme di dunia.

Ilustrasi pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat
Ilustrasi pelanggaran terhadap kebebasan berpendapatFoto: Reinhold Tscherwitschke/CHROMORANGE/picture alliance

Kesimpulan tersebut tercantum dalam Indeks Persepsi Korupsi 2021 yang dirilis organisasi antikorupsi, Transparency International (TI), Selasa (25/1). Dalam studinya mereka mencatat, "pengawasan dan hak sipil semakin tertekan, tidak hanya di negara-negara dengan budaya korupsi sistemik dan institusi yang lemah, tetapi juga di negara-negara demokrasi maju.”

Melemahnya perlindungan terhadap hak asasi manusia di banyak negara diyakini memperkuat tren impunitas dalam delik korupsi. Untuk itu para peneliti membandingkan data korupsi miliknya dengan rapor kebebasan sipil oleh Economist Intelligence Unit, dan data pembunuhan terhadap aktivis HAM dan antikorupsi oleh Frontline Defenders.

Hasilnya, negara-negara yang mencetak skor buruk pada Indeks Persepsi Korupsi, cendrung mencatat angka pelanggaran HAM yang tinggi. 

"Hak-hak fundamental seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul dan hukum yang adil akan menjamin partisipasi publik dan mencegah praktik korupsi,” tulis Transparency International dalam laporannya.

Organisasi nirlaba yang bermarkas di Berlin, Jerman, itu terutama menyoroti skandal software spionase, Pegasus, yang digunakan otoritas untuk memata-matai pegiat HAM, wartawan atau rival politik di seluruh dunia.

Kebebasan sipil dalam bidikan

Dalam hal ini, pandemi corona "digunakan di banyak negara sebagai alasan untuk memberangus kebebasan dasar dan mengenyampingkan pengawasan,” lanjut laporan tersebut.

"Hak asasi bukan kemewahan dalam perang melawan korupsi. Memastikan bahwa warga dan media bisa berbicara secara bebas dan mengawasi pemerintah adalah satu-satunya cara paling berkelanjutan menuju masyarakat bebas korupsi,” kata Delia Farreira Rubio, Direktur Transparency International dalam keterangan persnya, Selasa (25/1).

Satu dari sedikit kemajuan dalam penanggulangan korupsi di dunia adalah keberhasilan negara-negara Asia Pasifik untuk meredam praktik suap dalam layanan publik. Namun begitu, kesuksesan itu tidak berbanding selaras dengan skor rata-rata yang hanya berkisar 45 dari 100.

Indonesia melemah di kebebasan sipil dan penegakan hukum

Adapun Indonesia mencatat perbaikan satu poin, meski masih bertengger di bawah rata-rata dunia dengan skor 38 dari 100. Dalam keterangan persnya, Transparency International Indonesia mencatat perbaikan terjadi pada sektor ekspor-impor, perpajakan serta perizinan. 

Namun demikian, Indonesia mengalami penurunan pada sektor kebebasan sipil, demokrasi dan hukum. Sebabnya penanggulangan korupsi pada level politik dan hukum diyakini belum mencatat kemajuan berarti.

Kepada pemerintah Indonesia, TII menyarankan agar menjamin kebebasan sipil dan HAM, mengembalikan independensi lembaga pengawas keuangan dan serius menanggulangi kejahatan korupsi lintas negara.

"Namun yang penting diperhatikan oleh Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan tentu saja tetap fokus pada upaya penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel,” kata Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia.

Indeks Persepsi Korupsi mengukur penilaian pakar dan pengusaha perihal seberapa korup sebuah institusi melalui sejumlah indikator. Studi yang dirangkum secara tahunan itu sering digunakan sebagai tolak ukur prestasi penanggulangan korupsi di seluruh dunia. 

rzn/hp (ap,rtr,ti)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya