Pelanggaran HAM Hambat Pemberantasan Korupsi di Dunia
25 Januari 2022
Berkurangnya tindak korupsi kecil berbanding terbalik dengan praktik rasuah kelas kakap yang semakin mewabah. Upaya pemberantasan diyakini terhambat oleh pelanggaran HAM seiring menguatnya tren autoritarianisme di dunia.
Iklan
Kesimpulan tersebut tercantum dalam Indeks Persepsi Korupsi 2021 yang dirilis organisasi antikorupsi, Transparency International (TI), Selasa (25/1). Dalam studinya mereka mencatat, "pengawasan dan hak sipil semakin tertekan, tidak hanya di negara-negara dengan budaya korupsi sistemik dan institusi yang lemah, tetapi juga di negara-negara demokrasi maju.”
Melemahnya perlindungan terhadap hak asasi manusia di banyak negara diyakini memperkuat tren impunitas dalam delik korupsi. Untuk itu para peneliti membandingkan data korupsi miliknya dengan rapor kebebasan sipil oleh Economist Intelligence Unit, dan data pembunuhan terhadap aktivis HAM dan antikorupsi oleh Frontline Defenders.
Hasilnya, negara-negara yang mencetak skor buruk pada Indeks Persepsi Korupsi, cendrung mencatat angka pelanggaran HAM yang tinggi.
'Ngerinya' Hukuman Bagi Pelaku Korupsi di Negara Lain
Berbagai macam hukuman dijatuhkan bagi para pelaku korupsi di berbagai penjuru dunia. Tak sedikit yang membuat ciut nyali. Simak daftarnya.
Foto: picture-alliance/K. Ohlenschläger
Hukuman Mati di Cina
Cina dikenal sebagai salah satu negara yang paling keras dalam menindak pelaku korupsi. Mereka yang terbukti merugikan negara lebih dari 100.000 yuan atau setara 215 juta rupiah akan dihukum mati. Salah satunya Liu Zhijun, mantan Menteri Perkeretaapian China ini terbukti korupsi dan dihukum mati. Vonis ini marak diberlakukan semenjak Xi Jinping menjabat sebagai presiden negeri tirai bambu tersebut
Foto: Reuters/M. Schiefelbein
Hukum Gantung di Malaysia
Sejak tahun 1961, Malaysia sudah mempunyai undang-undang anti korupsi bernama Prevention of Corruption Act. Kemudian pada tahun 1982 Badan Pencegah Rasuah (BPR) dibentuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Pada 1997 Malaysia akhirnya memberlakukan undang-undang Anti Corruption Act yang akan menjatuhi hukuman gantung bagi pelaku korupsi.
Foto: Imago/imagebroker
Bunuh Diri di Jepang
Jepang tidak mempunyai undang-undang khusus mengenai korupsi. Di sini pelaku korupsi akan diganjar hukuman maksimal 7 tahun penjara. Namun karena budaya malu di negeri matahari terbit ini masih sangat kuat, korupsi bak aib besar bagi seorang pejabat negara. Tahun 2007 silam Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Toshikatsu Matsuoka melenyapkan nyawa sendiri di tengah skandal korupsi.
Foto: AP
Jerman Minta Balik Dana Korupsi
Korupsi juga terjadi di negara-negara maju di Eropa, salah satunya Jerman. Negeri di jantung Eropa ini sebetulnya sudah memiliki sistem transparansi keuangan yang baik. Namun, jika seseorang terbukti korupsi ia wajib mengembalikan seluruh uang yang dikorupsi dan mendekam rata-rata lima tahun di penjara.
Foto: Getty Images/M. MacMatzen
Dikucilkan di Korea Selatan
Di negeri ginseng ini para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Salah satu contohnya mantan presiden Korea Selatan, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan oleh keluarganya dan tak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih bunuh diri dengan lompat dari tebing.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Jin-man
Denda Raksasa di Amerika
Amerika tidak menerapkan hukuman mati bagi para pelaku koruptor di negaranya karena alasan hak asasi manusia. Biasanya para pelaku koruptor akan divonis 5 tahun penjara plus membayar denda sebesar 2 juta dollar. Adapun mereka yang masuk kedalam kategori kasus korupsi berat, terancam hukuman kurung maksimal 20 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/O. Kose
Hukuman Ringan Ditambah Remisi di indonesia
Indonesia diketahui terus berbenah dalam memerangi tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2002. Di Indonesia pelaku korupsi divonis maksimal 20 tahun penjara, namun terkadang itu juga tidak diterapkan sampai akhir. Nantinya mereka akan mendapatkan remisi. Tak sedikit juga yang divonis dengan hanya tiga atau empat tahun penjara. (rap/rzn)
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
"Hak-hak fundamental seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul dan hukum yang adil akan menjamin partisipasi publik dan mencegah praktik korupsi,” tulis Transparency International dalam laporannya.
Organisasi nirlaba yang bermarkas di Berlin, Jerman, itu terutama menyoroti skandal software spionase, Pegasus, yang digunakan otoritas untuk memata-matai pegiat HAM, wartawan atau rival politik di seluruh dunia.
Kebebasan sipil dalam bidikan
Dalam hal ini, pandemi corona "digunakan di banyak negara sebagai alasan untuk memberangus kebebasan dasar dan mengenyampingkan pengawasan,” lanjut laporan tersebut.
"Hak asasi bukan kemewahan dalam perang melawan korupsi. Memastikan bahwa warga dan media bisa berbicara secara bebas dan mengawasi pemerintah adalah satu-satunya cara paling berkelanjutan menuju masyarakat bebas korupsi,” kata Delia Farreira Rubio, Direktur Transparency International dalam keterangan persnya, Selasa (25/1).
Fenomena Hilangnya Orang Terkenal di Cina Selama Bertahun-tahun
Setelah membuat tuduhan penyerangan seksual terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, petenis Peng Shuai tidak terlihat selama dua minggu. Berikut beberapa tokoh Cina lainnya yang menghilang secara misterius.
Foto: Andy Brownbill/AP Photo/picture alliance
Peng Shuai
Pada 2 November 2021, Peng Shuai membagikan postingan di platform media sosial Weibo, menuduh mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli, telah melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Setelah mengunggah hal tersebut, dia tidak terlihat selama dua minggu. Shuai akhirnya muncul kembali di Beijing dan mengadakan panggilan video dengan Presiden IOC Thomas Bach.
Foto: Bai Xue/Xinhua/picture alliance
Ren Zhiqiang
Pada Februari 2020, Ren Zhiqiang, mantan taipan real estat dan pengkritik Presiden Xi Jinping, menulis esai yang mengkritik otoritas Cina atas kegagalan mereka menanggapi pandemi COVID-19 dan menyebut Xi sebagai "badut." Setelah postingan itu, ia menghilang dari pandangan publik dan pada akhir tahun 2020 dijatuhi hukuman 18 tahun penjara karena kasus korupsi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Color China Photo
Chen Qiushi
Pada awal tahun 2020, jurnalis Chen Qiushi pergi ke Wuhan, pusat pandemi COVID-19, dan membuat video tentang apa yang terjadi di kota tersebut. Pada Februari 2020, ia dibawa pergi oleh pihak berwenang dan muncul kembali 600 hari kemudian. "Selama satu tahun delapan bulan terakhir, saya telah mengalami banyak hal. Ada yang bisa dibicarakan, ada yang tidak," ujarnya.
Foto: Privat
Lu Guang
Pada akhir tahun 2018, Lu Guang, seorang fotografer yang berbasis di AS, dibawa pergi oleh pejabat keamanan negara saat bepergian di provinsi Xinjiang barat Cina, pusat tindakan keras Beijing terhadap Muslim Uighur. Penangkapan Lu menarik perhatian internasional dan kecaman luas. Pada September 2019, istri Lu mencuitkan bahwa suaminya telah dibebaskan beberapa bulan sebelumnya dan aman di rumah.
Foto: Xu Xiaoli
Meng Hongwei
Pada Oktober 2018, mantan Presiden Interpol Cina, Meng Hongwei, menghilang di tengah masa jabatan empat tahunnya saat dalam perjalanan ke Cina. Belakangan diketahui bahwa dia ditahan, dituduh melakukan suap, dan kejahatan lainnya. Interpol kemudian mengumumkan bahwa Meng telah mengundurkan diri dari jabatannya. Dia kemudian dijatuhi hukuman lebih dari 13 tahun penjara.
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Ai Weiwei
Ai Weiwei, seniman dan aktivis terkenal di Cina. Dia bahkan membantu merancang stadion Sarang Burung Olimpiade Beijing 2008 sebelum berselisih dengan pihak berwenang Cina. Pada tahun 2011, Ai ditangkap di bandara Beijing dan menghabiskan 81 hari dalam tahanan tanpa dakwaan. Setelah diizinkan meninggalkan Cina pada 2015, ia tinggal di Jerman dan Inggris. Namun, sejak 2021 dia menetap di Portugal.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Sommer
Jack Ma
Jack Ma, pendiri perusahaan Alibaba, sempat tidak diketahui keberadaannya setelah mengkritik regulator Cina dalam pidato pada Oktober 2020. Meskipun ada desas-desus bahwa Ma ditahan, teman-temannya mengatakan itu tidak benar. Dua bulan kemudian Ma muncul kembali dalam sebuah pesan video, tetapi tidak menyebutkan hilangnya dia dari sorotan publik.
Foto: Blondet Eliot/ABACA/picture alliance
Zhao Wei
Zhao Wei tidak terlihat di depan umum sejak Agustus 2021. Beijing telah memastikan bahwa dia "terhapus" dari sejarah, saat film dan acara TV-nya tak lagi muncul di platform streaming online tanpa penjelasan. Namanya juga telah dihapus dari kredit film dan program TV. Meskipun Wei dilaporkan terlihat di Cina timur pada September, keberadaan pastinya masih belum jelas. (rs/ha)
Foto: picture-alliance/dpa/C. Onorati
8 foto1 | 8
Satu dari sedikit kemajuan dalam penanggulangan korupsi di dunia adalah keberhasilan negara-negara Asia Pasifik untuk meredam praktik suap dalam layanan publik. Namun begitu, kesuksesan itu tidak berbanding selaras dengan skor rata-rata yang hanya berkisar 45 dari 100.
Iklan
Indonesia melemah di kebebasan sipil dan penegakan hukum
Adapun Indonesia mencatat perbaikan satu poin, meski masih bertengger di bawah rata-rata dunia dengan skor 38 dari 100. Dalam keterangan persnya, Transparency International Indonesia mencatat perbaikan terjadi pada sektor ekspor-impor, perpajakan serta perizinan.
Namun demikian, Indonesia mengalami penurunan pada sektor kebebasan sipil, demokrasi dan hukum. Sebabnya penanggulangan korupsi pada level politik dan hukum diyakini belum mencatat kemajuan berarti.
"Namun yang penting diperhatikan oleh Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan tentu saja tetap fokus pada upaya penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel,” kata Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia.
Indeks Persepsi Korupsi mengukur penilaian pakar dan pengusaha perihal seberapa korup sebuah institusi melalui sejumlah indikator. Studi yang dirangkum secara tahunan itu sering digunakan sebagai tolak ukur prestasi penanggulangan korupsi di seluruh dunia.